NovelToon NovelToon
Terpaksa Menikah Dengan Pria Cacat

Terpaksa Menikah Dengan Pria Cacat

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Terpaksa Menikahi Suami Cacat
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Alizar

"Aku tidak mau dijodohkan! Bukankah kalian semua tau kalau aku sudah memiliki kekasih? " "Kami semua tau nak, tapi tidak bisakah kamu menolong papa sekali ini saja, ? " "Tidak! Yang menjadi anak dirumah ini bukan hanya aku saja, masih ada Melodi di rumah ini, kenapa bukan dia saja yang kalian jodohkan! "

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alizar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

25

Rina menghentakkan kakinya ke arah mobil, wajahnya merah padam penuh kekecewaan. Setiap langkahnya seperti mengukir kemarahan yang mendalam atas keengganan Risa untuk mendukungnya. Rina membanting pintu mobil setelah masuk, tubuhnya terguncang oleh amarah yang menggelegak.

Di sisi lain, Risa berdiri terpaku sejenak, menatap punggung Rina yang semakin menjauh dengan pandangan sayu. Hatinya terasa berat, konflik dengan bibinya membuatnya terluka, namun lega juga karena ia tidak mengkhianati prinsipnya sendiri. Dengan napas yang tercekat, Risa mengumpulkan keberaniannya, langkah kakinya mengikuti jejak Rina, mencoba untuk menyambung kembali tali yang nyaris putus.

Setibanya di mobil, Risa membuka pintu dan duduk dengan lembut di samping Rina. Suasana hening, hanya suara nafas mereka yang terdengar berat. Risa menoleh, mencari kata-kata yang tepat untuk meredakan suasana.

"Bibi, Risa cuma ingin semuanya jelas dulu. Risa tidak bisa asal setuju," ucap Risa dengan suara yang berusaha menenangkan.

Rina menghela napas, menatap lurus ke depan, rasa frustrasi masih tergambar jelas. Namun, dalam diam, ada secercah pengertian mulai terbentuk di antara mereka, meskipun penuh dengan ketidakpastian dan rasa sakit. Tapi kembali lagi, kekeselan pada hatinya tak dapat ia tolak.

"Jelas? Apa semua yang bibi ceritakan padamu itu kurang jelas, ha? Wanita itu sudah merebut Arkan dari bibi, kamu tau sendiri bukan, bagaimana Arkan dan bibi saling mencintai. " Risa menghela nafasnya, ngerasa lelah menghadapi bibinya yang terlalu keras kepala itu.

Risa tau bagaimana Arkan dan bibinya itu dulu bagaimana. Cinta mereka dulunya begitu harmonis dan menjadi pasangan couple goals. Apapun yang Rina inginkan, Arkan selalu turuti mungkin semua yang Rina mau selalau terpenuhi okeh Arkan, tak pernah sekalipun Arkan berkata tidak dengan permintaan dari Rina.

Namun seiring berjalannya waktu, pasangan itu tidak pernah terlihat lagi keromantisan nya, entah apa yang terjadi, Risa pun tak tau. Sampai dimana, waktu itu Rina Datang dengan keadaan kesal dan marah, lalu memaksa Risa untuk segera berkemas barang.

Flasback on

"Kita mau kemana bi? Kenapa bibi menyuruh ku untuk berkemas? " Tanya Risa penasaran

"Mulai sekarang kita akan pindah ke luar negeri. Jadi cepatlah kemasi barang barang mu. " Perintahnya

"Apa? Pindah, tapi bagaimana dengan sekolah ku disini bi. Kenapa kita pindah secara mendadak seperti ini, lalu. Jika pindah bagaimana dengan rumah mami, papi ini? " Tanya Risa dengan pertanyaan berentet

Rina menarik nafas dalam dan menatap Risa dengan intens. "Risa, dengarkan bibi. Kita akan kembali lagi ke kota ini dan tinggal disini, tapi untuk sementara kita harus pergi sekarang juga. Bibi janji itu, " Ucapnya meyakinkan Risa

Karena telah mendengar kata janji Risa oun percaya dan menurut begitu saja. "Baiklah, karena bibi sudah janji maka Risa akan menurut. Lagipula didunia ini tidak ada lagi yang Risa punya selain bibi, jadi kemanapun bibi oergi ya Risa ikut saja. "

"Good Girl, itu baru namanya ponakan bibi. " Rina tersenyum sebentar sebelum akhirnya senyuman itu hilang sejenak

"Lalu, bagaimana dengan om Arkan? Apa dia juga ikut? " Tanya Risa dan Rina menggeleng

"Kemasi saja barangmu, Risa. Kita harus cepat sebelum ketinggalan pesawat. " Ucap Rina mengalihkan pembicaraan. 

Flashback off

***

Di rumah yang sepi itu, Melody menghabiskan waktu menatap layar ponselnya yang tak kunjung mendapatkan balasan dari Arkan. Matahari terbenam perlahan, menambah kesunyian yang mencekam. Hanya ditemani gemericik air dari akuarium di sudut ruangan, Melody memutuskan untuk menghubungi mama mertuanya, Dea.

Dengan suara yang bergetar, ia meminta izin. "Ma, bolehkah Melody pulang ke rumah orang tua Melody untuk beberapa hari? Kampus sedang libur dan mas Arkan juga tidak bisa dihubungi." Jantungnya berdebar menunggu jawaban.

Dea, dengan suara yang lembut namun terasa berat, menjawab, "Tentu, Melody. Kamu bisa pulang. Tapi beri tahu mama jika kamu mendapatkan kabar dari Arkan, ya."

Melody menghela napas lega, "iya ma, pasti melody kasih tau. " Ucapnya menutup sambungan telepon itu. namun meskipun begitu rasa cemas masih membayangi pikirannya. Ia merapikan barang-barangnya sambil sesekali melirik ponselnya, berharap ada kabar dari suaminya itu. Sepi yang menyelimuti rumah nya membuat hatinya semakin tidak tenang, seolah-olah setiap sudut membisikkan kegelisahan tentang keberadaan Arkan.

Setelah memastikan semua barang terkemas, Melody menutup pintu rumah dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, ia merasa lega bisa kembali ke pelukan keluarganya, namun di sisi lain, kekhawatiran tentang Arkan tetap menghantuinya. Dalam diam, ia berdoa, berharap semuanya baik-baik saja dengan Arkan, dimanapun ia berada.

*

Melody baru saja membuka pintu rumah orang tuanya ketika ia disambut oleh pelukan erat dari Salamah, ibunya. Senyum lebar terukir di wajah Melody, matanya berbinar menunjukkan betapa ia telah merindukan kedua orang tuanya. Budi, ayah terbaiknya, segera menghampiri dengan tawa lepas, memecahkan keheningan yang telah lama mengendap. "Bagaimana kabar mu nak? Kenapa datang sendiri, dimana suamimu? " Tanya Budi pada Melody

"Mas Arkan keluar kota, ayah. Nggak tau berapa hari, tapi yang jelas selama mas Arkan belum pulang, Melody akan tinggal disini, bersama kalian ibu dan ayah. " Jawab Melody tersenyum lebar

Salamah dan budi yang mendengar penjelasan utu merasa senang. Mereka berdua senang anak bungsu mereka akhirnya bisa menginap beberapa hari bersama mereka. "Apa kamu sudah izin pada suami mu? " Tanya Salamah

"Bum bu, tadi udah coba telpon tali nomor mas Arkan nggak aktif, mama hanya mama mertua yang tau jika Melody kemari. " Jawabnya dan Salamah menganguk mengerti

"Mungkin suamimu sedangmu, kabari saja nanti malam siapa tau hpnya sudah bisa dihubungi." Jelas Budi

Mereka menghabiskan hari itu dengan penuh tawa dan cerita, mengulang kenangan dan bercanda satu sama lain, suasana rumah dipenuhi dengan kehangatan dan canda tawa.

Namun, keceriaan itu terhenti ketika Maudy, kakak Melody, tiba-tiba muncul dengan rambut acak-acakan dan wajah yang terlihat kusut. Suasananya seketika berubah, Salamah dan Budi serta Melody memandang dengan heran. Melody, dengan rasa khawatir yang mendalam, mendekati kakaknya, "Kak, ada apa? Kamu kenapa?" tanyanya dengan lembut.

Namun, reaksi Maudy tidak seperti yang diharapkan. "Tidak usah ikut campur!" bentak Maudy dengan nada tinggi, mata nya berkaca-kaca, menunjukkan ada masalah besar yang ia hadapi. Melody terkejut dan mundur selangkah, heran dengan reaksi keras kakaknya. Salamah dan Budi hanya bisa saling pandang, kebingungan, tidak tahu harus berbuat apa untuk meredakan situasi yang tiba-tiba memanas.

"Ada dengan kakak bu? " Tanya Melody heran

"Entahlah nak. Sudah beberapa hari ini ibu lihat kakakmu selalu terlihat kesal, setiap kali ditanya dia hanya menjawab dengan bentakan. Kami juga tidak tau ada apa dengannya. " Ucap Salamah memberitahu

"Apa! Dia membentak ayah dan ibu? Keterlaluan, Melody harus bicara dengan nya bu. " Namun langkah Melody terhenti ketika Budi berbicara

"Jangan nak. Biarkan kakakmu istirahat, dia pasti lelah karena baru pulang kerja. " Ucap Budi dan Melody menatap ayahnya penasaran

"Kerja? Memangnya kak Maudy kerja apa? " Tanyanya

Salamah dan Budi saling tatap kemudian menggeleng. "Kami tidak tau, saat ditanya jawaban nya hanya marah dan bentakan saja. Taki yang jelas kakakmu itu sudah kerja dan selalu berangkat malam dan pulang pagi, atau paling lambat sore seperti saat ini. " Jelas Budi panjang lebar membuat Melody berpikir

Sementara itu disisi Maudy. Maudy terbaring di atas ranjangnya, matanya sembab dan wajahnya pucat pasi. Sarung bantal di bawah kepalanya telah basah oleh air mata yang tak henti-hentinya mengalir sejak pertengkaran tadi. Hatinya terasa remuk redam. Arman, lelaki yang seharusnya melindunginya, telah mengangkat tangan dan menampar pipinya dengan keras.

Maudy hanya ingin istirahat setelah seharian melayani tamu, namun Arman terus mendesaknya untuk melayani keinginan tamu itu lebih jauh. Saat Maudy menolak, tamparan itu mendarat di pipinya, meninggalkan bekas yang perih dan hati yang hancur. "Kau harus melayani tamu itu, Maudy!" Teriak Arman keras

Maudy menggeleng lemah. "Tidak Arman. Aku ingin beristirahat sejenak. Aku lelah melayani tamu tamu mu malam ini, aku bahkan belum sempat mengisi perutku dengan makanan, izinkan aku untuk makan dan istirahat sebentar Arman. Aku janji hanya sebentar," Mohon Maudy namun Arman sama sekali tidak perduli.

"tidak ada kata istirahat! Kau hanya tinggal berbaring dan mendesah dibawah sana saja sudah mengeluh lelah. Dimana lagi memangnya ada pekerjaan yang dilakukan hanya dengan rebahan? Pokoknya kau tidak boleh istirahat titik! "

"Hanya berbaring dan menikmati katamu? Kau tidak tau bagaimana ganasnya mereka Arman. Bahkan aku harus rela membiarkan tubuhku dicambuk, dicakar, dicekik bahkan dipukuli oleh tamu mu yang gila itu! Aku rela membiarkan mereka menggerayangi tubuhku dengan fantasi liar mereka, aku tersiksa Arman. Tersiksa!" Teriak Maudy kesal dihadapan wajah Arman

Plak!!!

Arman menampar wajah Maudy membuat wajah itu tertoleh dan menatap Arman tidak percaya. Sedikit darah keluar dari bibir Maudy."kau menampar ku? Kau baru saja menampar ku, Arman? "

"Ya! Aku menampar mu, bukan hanya menampar tapi membunuhmu pun aku sanggup! Cepat lakukan perintah ku atau kau benar benar ingin mati ditangan ku."

Disudut kamar, bayang-bayang dari lampu malam menciptakan siluet yang suram, seolah-olah menambah kesedihan yang sudah ada. Maudy menggigil, bukan karena dingin, tetapi karena rasa takut dan pengkhianatan yang dia rasakan. Di malam yang sepi ini, dia merasa sangat sendiri dan terluka.

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!