NovelToon NovelToon
Cintaku Kepentok Bos Dingin

Cintaku Kepentok Bos Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Wanita Karir / Angst
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Erika Ponpon

Nagendra akankah mencair dan luluh hatinya pada Cathesa? Bagaimana kisah selanjutnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erika Ponpon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

24

Cahaya matahari pagi merambat pelan melalui celah tirai kantor. Di dalam ruang kerja yang megah dan tertata rapi itu, Nagendra duduk bersandar di kursinya, kedua tangan saling menggenggam di depan wajah, mata menerawang jauh ke luar jendela. Sudah tiga hari sejak makan malam itu, dan rasa di dadanya masih tak menentu.

Ia menutup mata. Masih teringat jelas wangi lembut parfum Cathesa, senyum gugupnya, dan sentuhan lembut bibir yang—entah sejak kapan—terpatri di benaknya seperti jejak tinta di atas kertas basah. Tak bisa dihapus, tak bisa dilupakan.

Namun, langkahnya tertahan oleh realitas keluarga, reputasi, dan… Adeline.

Ketukan di pintu memecah lamunannya.

“Masuk,” ucapnya tanpa membuka mata.

Ilham melongok dari balik pintu, santai seperti biasa. “Lo baik-baik aja?”

Nagendra mengangguk pelan, meski wajahnya tetap tegang. “Nggak juga.”

Ilham masuk, duduk tanpa diundang. Ia membuka map biru yang dibawanya, tapi tak langsung bicara soal bisnis.

“Adeline dan ibu lo… sedang menyiapkan acara engagement,” katanya perlahan.

Nagendra mengangkat wajahnya. “Apa?”

“Lo belum dikasih tahu? Ada nama lo di undangannya sama Adeline. Venue udah dibooking. Undangan sudah menyebar.” Ilham menatap sahabatnya dengan prihatin. “Dan… itu disiarkan live.”

Nagendra berdiri dadanya berdegup kencang. Amarah, bingung, dan ketakutan bercampur jadi satu.

”Gue bukan alat yang setiap hari menuruti permintaan mama,” gumamnya tajam.

Ilham hanya mengangguk. “Lo harus ambil keputusan sekarang. Sebelum acara itu jadi jalan satu arah tanpa pintu keluar.”

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sementara itu, di bagian lain kota…

Cathesa berdiri di halte bus, meski Rey sudah memaksa mengantar. Ia hanya ingin sendiri hari ini. Hatinya penuh, sesak, tak bisa dijelaskan.

Bahkan pagi ini, saat ia membuka ponsel, notifikasi dari akun gosip kantor membombardir “Pacar Bos atau Pemancing Naik Jabatan?”—judulnya menyakitkan. Foto blur dirinya dan Nagendra di rooftop juga tersebar, entah dari siapa.

Ia menghela napas panjang, menahan air mata yang nyaris jatuh.

Lalu tiba-tiba ponselnya bergetar.

Pesan dari Nagendra.

“Tunggu aku sore nanti. Aku mau bicara.”

……

Dan sore itu, ketika Cathesa kembali ke kantor, langit tampak mendung. Langkahnya terasa berat, tapi hatinya ingin percaya. Percaya bahwa Nagendra akan memilihnya, atau setidaknya… membela kebenaran.

Ia tidak salah mencintai, bukan?

Namun saat lift terbuka, langkahnya terhenti.

Di depan ruang kerja Nagendra, berdiri sosok perempuan bergaun mahal dengan riasan sempurna Adeline dan di sebelahnya… Nyonya Anneliese.

Keduanya menoleh pelan padanya. Tatapan tajam sang ibu CEO bagaikan jarum halus yang menghunjam diam-diam.

“Cathesa, ya?” suara Nyonya Anneliese lembut namun dingin. “Kita perlu bicara, gadis kecil.”

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Cathesa menelan ludah, pelan. Udara terasa menipis saat ia berdiri di hadapan dua perempuan dari dunia yang tak pernah ia bayangkan bisa disentuh Adeline, dengan senyum setipis silet, dan Nyonya Anneliese, wanita dengan aura aristokrat yang tajam dan tak bisa ditembus.

“Silakan masuk,” ujar Nyonya Anneliese tanpa basa-basi. Suaranya tenang, tapi ada tekanan halus yang membuat lutut Cathesa nyaris lemas.

Mereka bertiga duduk di dalam ruang rapat kecil yang biasanya dipakai untuk presentasi proyek. Tapi sore ini, meja panjang itu terasa seperti arena pengadilan.

Nyonya Anneliese membuka percakapan, tangannya saling bertaut rapi di atas meja. “Saya tidak akan bertele-tele, Cathesa. Saya menghargai keberanian Anda berdiri di sini, di hadapan saya. Tapi keberanian tak selalu berarti kebenaran.”

Cathesa menatap lurus ke depan, mencoba mengendalikan detak jantung yang berdentum kencang. “Jika ini soal rumor… saya tidak menyebarkannya. Dan saya tidak pernah berniat mengambil keuntungan apa pun dari kedekatan saya dengan Pak Nagendra.”

Adeline tertawa kecil. “Oh, manis sekali. Kamu pikir kedekatan seperti itu tidak akan menimbulkan konsekuensi?”

“Cukup, Adeline.” Ucapan Nyonya Anneliese tenang, tapi tajam. “Cathesa, saya percaya setiap orang memiliki tempatnya. Kamu mungkin pekerja keras, bahkan jujur. Tapi posisi Nagendra bukan untuk dimainkan oleh perasaan kekanak-kanakan atau pesona polos yang kamu kira memikat.”

“Jadi maksud Ibu… saya tidak cukup layak?” tanya Cathesa pelan, nyaris berbisik.

“Wanita yang akan mendampingi anak saya harus tahu caranya bertahan di dalam dunia yang penuh tekanan. Dunia bisnis,dunia publik, dan dunia keluarga kami. Apa kamu bisa menjamin tidak akan runtuh saat satu kota membicarakan kamu? Apa kamu bisa menjaga reputasi perusahaan ini—dan nama keluarga kami?”

Cathesa diam. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan itu dengan yakin, karena bahkan saat ini pun, ia sedang berjuang menahan air mata.

Lalu tiba-tiba—

“Dia tidak harus menjawab itu, Mah.”

Suara dalam dan tegas itu memecah suasana. Pintu terbuka Nagendra berdiri di ambang, mengenakan kemeja navy, dasinya longgar, wajahnya tegang tapi matanya tajam—menatap langsung ke arah ibunya.

“Mamah menginterogasi karyawan saya tanpa izin?” Tanya Nagendra pelan tapi penuh tekanan.

Nyonya Anneliese berdiri perlahan. “Aku hanya mencoba menyelamatkanmu dari keputusan emosional.”

Nagendra melangkah masuk. Tangannya menggenggam tangan Cathesa—di depan keduanya.

“Saya sudah besar, Bu. Dan saya tahu apa yang saya inginkan.”ucap dingin Nagendra.

Adeline menatapnya dengan wajah tercabik. “Nagendra…”

“Tolong, jangan paksa saya untuk menjalani hidup yang bukan pilihan saya, Adeline. Saya minta maaf kalau ini menyakitkan. Tapi saya tidak bisa bertunangan dengan orang yang tidak saya cintai.”

Seisi ruangan terdiam.

Nyonya Anneliese menatap tangan putranya yang menggenggam tangan Cathesa erat. Pandangannya tajam, nyaris menusuk. Tapi ia tahu—tak ada kata yang bisa membalikkan keputusan itu.

Akhirnya, ia mengambil tasnya. “Baik. Tapi satu keputusan membawa banyak pintu yang tertutup, Nagendra. Siap atau tidak, kamu akan melihat konsekuensinya.”

Dan dengan langkah pelan namun penuh harga diri, ia pergi. Diikuti Adeline yang akhirnya meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata.

Nagendra menatap Cathesa. “Kamu nggak harus takut lagi. Mulai sekarang, aku akan di depan. Bukan cuma sebagai atasanmu… tapi sebagai orang yang ingin melindungimu.”

Cathesa masih gemetar. Tapi matanya… menatap Nagendra dengan sesuatu yang tak bisa disangkal lagi kepercayaan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pagi itu, suasana kantor Nagendra berubah total.

Tak ada lagi sekadar bisik-bisik. Gosip sudah meledak seperti kembang api di malam tahun baru. Semua karyawan, dari staf keuangan sampai barista di pantry, tahu satu hal Nagendra Arsatama, CEO yang dikenal dingin dan tak tersentuh, menggenggam tangan sekretarisnya di depan ibunya.

Grup WhatsApp kantor nyaris meledak.

“Lo lihat tadi? Itu nyata?”

“Anak baru itu… ternyata OP-nya bukan karena hoki doang ya.”

“Gue yakin, bakal ada drama gede.”

Cathesa berjalan di koridor, wajahnya ditahan netral. Tapi di balik tenang itu, napasnya pendek-pendek. Ia bisa rasakan tatapan menusuk dari berbagai arah. Ada yang penasaran, ada yang mencibir, tapi sebagian… iri.

1
Rian Moontero
lanjuutt🤩🤸
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!