NovelToon NovelToon
Dosen Ngilang, Skripsi Terbengkalai

Dosen Ngilang, Skripsi Terbengkalai

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Persahabatan / Slice of Life
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Realita skripsi ini adalah perjuangan melawan diri sendiri, rasa malas, dan ekspektasi yang semakin hari semakin meragukan. Teman seperjuangan pun tak jauh beda, sama-sama berusaha merangkai kata dengan mata panda karena begadang. Ada kalanya, kita saling curhat tentang dosen yang suka ngilang atau revisi yang rasanya nggak ada habisnya, seolah-olah skripsi ini proyek abadi.
Rasa mager pun semakin menggoda, ibarat bisikan setan yang bilang, "Cuma lima menit lagi rebahan, terus lanjut nulis," tapi nyatanya, lima menit itu berubah jadi lima jam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

part 18

Saat beliau menanyakan, "Kamu pakai SPSS, Python, Stata, JMP, MATLAB, Minitab, atau Excel?"

I felt my heart stop for a moment, aku langsung merasa jantungku berhenti sejenak.

"Hah?"

The word slipped out of my mouth unintentionally, reflecting my genuine confusion. I really had no idea what to say.

Jawaban itu keluar tanpa sengaja dari mulutku, mencerminkan kebingunganku yang nyata. Aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa.

To be honest, aku hanya familiar dengan Word dan Excel. And even then, just for basic usage—membuat dokumen, menyusun tabel, dan melakukan perhitungan sederhana.

Sedangkan SPSS dan Python, rasanya aku pernah mendengar nama-nama itu sebelumnya, mungkin dari diskusi teman-teman atau dari judul-judul penelitian yang pernah kubaca.

SPSS, khususnya, sering muncul dalam penelitian-penelitian ilmiah yang kubaca untuk referensi. But to be honest, aku tidak pernah benar-benar memahami apa itu SPSS, let alone how to use it, apalagi bagaimana cara menggunakannya.

I had a strong urge to say  “SPSS,” karena aku tahu itu yang paling umum digunakan untuk analisis statistik dalam penelitian sosial.

But I was also aware that if I did, tapi aku juga sadar bahwa jika aku menjawab begitu, beliau pasti akan lanjut bertanya lebih detail tentang bagaimana aku menggunakannya.

And that’s where the problem lay—aku benar-benar tidak tahu bagaimana cara kerja SPSS, apalagi Python atau program lainnya yang dia sebutkan.

I tried to think of a way to answer without digging myself deeper into confusion.

Aku mencoba memikirkan cara untuk menjawab tanpa menambah kebingunganku sendiri.

Rasanya sulit untuk jujur tanpa membuat diri ini terlihat tidak kompeten.

But I also knew that making up an answer would only lead to more problems later on.

Namun, aku juga tahu bahwa mengarang jawaban hanya akan menambah masalah di kemudian hari.

***

It felt like a dream when I saw her sigh and then sign my validation form. Rasanya seperti mimpi ketika aku melihat beliau menghela napas, lalu memberikan tanda tangan pada form validasiku.

I remained silent, confused, probably looking like someone who didn’t know what to say.

Aku masih diam, bingung, mungkin tampak seperti orang bodoh yang tidak tahu harus berkata apa.

Seharusnya aku merasa lega karena berhasil mendapatkan tanda tangan ini, but strangely, that feeling never came.

"Nanti kalau kamu ujian, kamu harus bisa jawab dengan tegas ya. Jangan malu-maluin mom, mom udah kasih tanda tangan loh," ucap beliau sambil menatapku.

I still couldn’t fully grasp what had just happened. Aku masih belum bisa sepenuhnya mencerna apa yang baru saja terjadi.

Kok bisa, ya, beliau langsung memberikan tanda tangan tanpa banyak bertanya?

I should have been happy, but for some reason, that relief was drowned in confusion.

Aku seharusnya senang, tapi entah kenapa perasaan lega itu justru tenggelam dalam kebingungan.

"Setelah ini siapin semua persyaratan untuk pengajuan dosen pembimbing. Harus cepet biar kamu juga cepet dapet dosen pembimbingnya," lanjut beliau.

"Baik, Mom," jawabku hampir otomatis.

My voice was soft,  but aku bisa merasakan kalau beliau sedang mencoba memberiku motivasi.

At that moment, aku menyadari ada sesuatu yang berbeda di ruangan itu. Pak Kajur dan beliau saling tatap-tatapan, then shared a small laugh.

“Ya kan, Pak? Jangan sampai nanti waktu diuji cuma diem aja. Bisa malu kita,” ujar beliau sambil tersenyum lebar ke arah Pak Kajur.

Pak Kajur hanya membalas dengan tawa ringan, and they seemed to be saying something, dan mereka sepertinya berbicara sesuatu, but I couldn’t quite hear it, tapi aku tak bisa mendengar jelas.

My mind suddenly felt blank, as if a fog had settled over everything that had just happened.

Otakku mendadak seperti kosong, seperti ada kabut yang menutupi segala sesuatu yang baru saja terjadi.

***

Begitu keluar dari ruangan, aku langsung menampilkan senyum terbaikku. Perasaan lega dan bahagia tak bisa kusembunyikan. Aku menghampiri teman-temanku yang sedang menunggu di luar, and with excitement, I said,  "Aku udah boleh ngajuin judul!"

Mendengar itu, respon mereka langsung membuat hatiku semakin hangat. "Congratulations, selamat ya," kata salah satu dari mereka. "Wah, sukses selalu," ucap yang lain, disusul dengan, "Doain kita ya." Mereka tersenyum tulus.

That moment felt incredibly special.  Bukan hanya karena judulku akhirnya di-ACC, tetapi juga karena melihat teman-temanku benar-benar senang untukku.

I knew that behind their smiles, they were also feeling the same mix of hope and anxiety that I had felt earlier. But at that moment, there was no envy or sadness, just the joy we shared together.

 Aku tahu, di balik senyum mereka, ada juga perasaan harap-harap cemas seperti yang aku rasakan sebelumnya. Tapi, di saat seperti ini, tidak ada rasa iri atau kesedihan, hanya kebahagiaan yang kami bagi bersama.

"Masuk aja ke dalam, Pak Kajur dan Mom Sekjur mood-nya lagi bagus," kataku dengan senyum lebar.

"Seriusan?" tanya salah satu temanku dengan tatapan penasaran.

"Iya, tadi mereka enggak banyak tanya tentang proposalku," jawabku.

I felt relieved and a bit proud to let them know that the atmosphere inside the room wasn’t as difficult as they had imagined.

Aku merasa lega dan sedikit bangga bisa memberi tahu mereka bahwa suasana di dalam ruangan tidak sesulit yang mereka bayangkan.

Salah satu dari -temanku segera melangkah masuk ke ruangan, looking hopeful and enthusiastic, tampak penuh harapan dan semangat.

Meanwhile, the rest of us waited outside, sharing stories and discussing our experiences.

Sementara itu, aku bersama teman-teman yang lain tetap menunggu di luar, saling berbagi cerita dan membicarakan pengalaman masing-masing.

***

Rasanya campur aduk saat aku keluar dari ruangan itu. I didn’t know what to say, dan tanpa bisa kucegah, air mataku mulai mengalir.

My tears weren’t from sadness but from an overwhelming sense of relief and happiness that I couldn’t hold back.

Tangisku bukan karena sedih, tapi karena perasaan lega dan bahagia yang begitu besar, sampai aku tidak bisa menahannya lagi.

I was so happy that I ended up crying. Saking senangnya, aku malah menangis.

Aku masih tidak percaya bahwa semuanya terjadi begitu cepat. Tadi aku masuk tanpa ekspektasi apa pun, bahkan sedikit cemas kalau-kalau harus kembali lagi untuk revisi yang entah sampai kapan. Aku tahu betul bahwa proposal yang kubuat jauh dari sempurna.

I could tell that there were still many areas that needed improvement, and maybe even some parts I didn’t fully understand myself.

Aku sendiri merasa masih banyak yang harus diperbaiki, dan mungkin juga ada bagian-bagian yang aku sendiri belum sepenuhnya paham.

Tapi, kenyataan bahwa Sekjur dan Kajur langsung memberikan tanda tangan tanpa banyak tanya benar-benar di luar dugaanku.

I had prepared myself for the worst, aku sudah mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk, repeatedly going over answers in my head, mengulang-ulang jawaban di kepalaku, berusaha meyakinkan diri bahwa aku siap untuk menerima apa pun keputusan mereka.

But when things finally went smoother than I had anticipated, I felt deeply moved and couldn’t hold back my emotions.

Tapi ketika akhirnya semua berjalan lebih mudah dari yang kubayangkan, aku justru merasa terharu dan tak kuasa menahan perasaanku.

1
anggita
like👍☝tonton iklan. moga lancar berkarya tulis.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!