Seorang wanita mandiri yang baru saja di selingkuhi oleh kekasihnya yang selama ini dia cintai dan satu-satunya orang yang dia andalkan sejak neneknya meninggal, namanya Jade.
Dia memutuskan untuk mencari pria kaya raya yang akan sudah siap untuk menikah, dia ingin mengakhiri hidupnya dengan tenang. Dan seorang teman nya di bar menjodohkan dia dengan seorang pria yang berusia delapan tahun lebih tua darinya. Tapi dia tidak menolak, dia akan mencoba.
Siapa sangka jika pria itu adalah kakak dari temannya, duda kaya raya tanpa anak. Namun ternyata pria itu bermasalah, dia impoten. Dan Jade harus bisa menyembuhkan nya jika dia ingin menjadi istri pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyaliaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Rasanya menyegarkan mandi setelah bermain-main di penghujung sore tadi, meskipun aku sempat melamun di bawah shower. Aku berhati-hati saat membuka pintu kamar mandi, aku membukanya sedikit dan memastikan tidak ada siapapun di kamarku. Tidak ada. Aku bersiap-siap memakai pakaian ku dan mengeringkan rambut. Aku keluar, aku rasa aku merindukannya.
Haha. Bukan, aku hanya penasaran dia kemana dan sedang apa. Aku mencium aroma lezat saat keluar dari kamar, aku mengikutinya. Aroma yang sangat menggugah selera. Langkahku terhenti di dekat meja makan, aku melihat makanan hangat terhidang kan. Rhine berdiri di depan lemari pendingin dengan dua gelas air di tangannya. Dia tersenyum padaku.
Aku tak sendiri lagi, aku tak makan sendiri lagi di meja besar itu. Bahkan makanannya serasa lebih wah dari yang aku masak, pria itu benar-benar seorang koki yang handal. Kami makan bersama, aku mencoba sup kerang yang dia buat. Delicious. Rasanya pas. Dagingnya matang dengan sempurna, dia bahkan membukakan beberapa cangkang kerang untukku. Aku merasa di Sepertinya menu makanan malam ini adalah seafood, ada ikan, kerang, udang, tiram dan kepiting.
"Bagaimana hari ini? Aku melihatmu berlarian sepanjang pantai. Menyenangkan?" Rhine bertanya sebelum memasukkan udang ke dalam mulutnya. Ternyata Rhine sudah pulang sejak sore tadi.
"Ya. Begitulah." Aku juga menyuap lagi, tak ingin membiarkan makanannya menganggur.
"Enak?" Rhine melirik pada ikan yang ada di dalam sendok ku.
"Sangat, ini sangat enak. Kau yang memasak semuanya?"
Rhine mengangguk, "Aku memasaknya tadi sore dan memanaskannya barusan."
"Hemmm,.." Aku tak bisa membayangkan betapa bahagianya wanita yang menikah dengannya, kuharap aku bertemu lebih awal dari pada mantan istrinya. Aku sungguh tidak akan mau berpisah dan membiarkan pria yang bisa di andalkan ini menjadi seorang duda. Aku tidak yakin mereka berpisah hanya karena masalah Rhine, pasti ada hal lain.
"Kau mendengar semuanya?"
Rhine mengejutkanku, aku kira dia tahu apa yang sedang aku pikirkan. "Itu.. Sedikit," aku berpikir sebelum menjawab. Kurasa memang sedikit, aku bahkan datang saat percakapan mereka akan berakhir. "Aku tidak menyangka wanita itu sangat tergila-gila denganmu."
"Memangnya aku kenapa?"
Uhuk.
Aku tersedak. Aku terkejut dia bertanya kenapa. Aku yakin dia salah paham. Sepertinya aku memilih kosa kata yang salah, aku tidak bermaksud kesana. Rhine dengan sigap memberikan segelas air padaku.
"Hahhh," rasanya lega. "Bukan, bukan itu maksudku." aku berusaha untuk segera menjelaskan, tapi aku tidak mungkin menyebutkan karena sikapnya yang buruk dan menyebalkan itu. Aku harus mencari alasan yang lain.
Aku masih berfikir dan Rhine menatapku menunggu jawaban. "Itu.. Seperti, cinta bertepuk sebelah tangan. Kau sudah menolaknya, bukankah dia seharusnya menyerah, ya kan? Seperti itu maksudku. Tapi dia masih tergila-gila denganmu," Aku menunjukkan ekspresi meyakinkan meskipun rasanya alasanku tak sesuai.
"Oh begitukah, apa kau juga akan bersikap sepertinya setelah aku menolakmu?"
"Apa ini. Apa ini pertanyaan jebakan," aku berfikir keras sebelum menjawab. "Atau apa dia hanya mengujiku? Apa aku juga akan di tolak?" Aku terdiam.
"Aku.. Itu..," aku sungguh tak bisa berkata-kata.
"Hahaa," Rhine tertawa. Dia menatapku dengan senyum senang di wajahnya, sudut bibirnya sungguh membuat ku kesal. "Tenang saja, aku tidak akan menolakmu.. Kenapa berpikir begitu keras."
"Eh?"
Tidak. Tidak. Jantungku berdebar-debar, nafasku tak mahu keluar seakan ada sesuatu yang menahan.
Jade bernafas. Jade...
"Huhh.." aku kembali bernafas.
Rhine tak berkata lagi, dia makan seakan tak ada yang terjadi dan membiarkanku untuk menikmati makanan juga. Kami menyelesaikan makan malam yang bahagia ini dengan suka. Namun setelah kami selesai makan dan semua piringnya kosong, dia kembali menatapku lekat-lekat, aku hanya bisa menelan ludah yang melekat di ujung tenggorokan ku. Apa dia akan meminta bayaran untuk semua makanan ini, jika ya kupikir itu akan mahal.
"Tapi Jade. Menurutku terlalu cepat untuk kita membahas hubungan, aku dengar Ryan ingin mencobanya selama satu bulan. Aku ragu itu akan berhasil, jadi aku ingin kau tetap tinggal denganku meskipun sudah lebih satu bulan nantinya." Rhine menatapku serius.
"Hemm..," aku berpikir, aku takut dia berniat memenjarakan ku karena sudah bertekad ingin menikah dengan pria kaya.
"Tenang saja, aku tidak akan memaksamu tetap tinggal jika kau ingin pergi setelahnya."
"Aku.. akan ku pikirkan." aku mengangguk paham.
Rhine belum mengalihkan pandangannya dariku, sepertinya masih ada yang ingin dia katakan, "dan untuk malam kemaren, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk meninggalkan mu begitu saja. Rasanya memalukan jika aku memaksakan diri untuk tetap tinggal, jadi.. Aku.."
"Tidak masalah, jangan merasa terbebani dengan itu. Aku baik-baik saja, tapi.. jika boleh, apa tidak ada perkembangan apapun? Mungkin sedikit?" Aku memberanikan diri untuk bicara tentang itu, kurasa dia tidak akan keberatan.
"Aku bertemu dokter pagi ini, dia melakukan beberapa pemeriksaan padaku. Tapi hasilnya.. tidak ada yang berubah, semua masih sama. Obat-obatan yang diresepkan tidak berpengaruh apapun selama ini, jadi dia menyarankan ku untuk terapi ke psikiater. Tapi aku ragu itu akan membuahkan hasil," Rhine menjelaskan dengan keraguan yang mendalam.
"Kenapa tidak? Tak ada salahnya mencoba. Kalau kau mau aku akan menemanimu," aku harus bisa meyakinkannya. Bisa saja dengan begitu dia sembuh.
"Tidak, tidak. Aku pergi sendiri saja," Rhine menolak dengan lembut. Setidaknya dia tidak mengucapkan kata jahat seperti yang ku dengar tadi untuk menolak.
"Baiklah," aku bangkit dari kursi dan berniat untuk membereskan meja makan.
"Biar ku bantu," Rhine ikut berdiri dan mengambil piring di tanganku, aku tak ingin bermalas-malasan. Aku mengambil piring sisanya dan berniat mengikuti pria itu ke dapur.
Drrtt. Drrtt.
Getar ponsel Rhine membuat gerakan tanganku terhenti, seseorang menelpon. Zarra. Aku berniat untuk memanggil Rhine tapi tidak, mungkin saja wanita itu hanya akan menganggu Rhine lagi.
Aku berjalan ke dapur, dan meletakkan piring kotornya di wastafel cuci piring. Rhine kembali ke meja makan untuk mengambil gelas kotornya, sementara aku membuat busa di spon cuci piring dan menghidupkan kran air. Aku mendengar hentakan kaki yang cepat, aku mengalihkan pandanganku ke samping dan Rhine tampak sedang berjalan setengah berlari keluar. Aku berbalik dan tidak melihat ponsel Rhine di atas meja.
Dua gelas yang ingin di bawa Rhine masih berada di atas meja, aku kembali untuk mengambilnya. Rasanya mengesalkan, "Dia bilang tidak, tapi begitu wanita itu menelpon dia langsung berlari melebihi cheetah." Aku mengomel sepanjang langkahku sebelum kembali ke dapur untuk mencuci piring, aku mencucinya dengan sangat bersemangat hingga airnya terciprat kesana kemari. Sangat-sangat bersemangat.
...----------------...
gk rela sebenarnya klo hrus pisah sm mereka.. 😢😢
kira2 Ryan&Hana udh ada anak jg blm ya🙈😅
klo emg Rhine bkn jodoh nya,,, kasih Kade jodoh yg lebih baik lagi thoorrr