NovelToon NovelToon
Fanatic Obsession

Fanatic Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Percintaan Konglomerat / Wanita Karir / Karir / Dendam Kesumat / Menyembunyikan Identitas / Office Romance
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Janice SN

Stella adalah seorang aktris terkenal, baginya hidup ini terasa mudah saat begitu banyak penggemar yang mencintainya. Tetapi lama-lama salah satu penggemar membuat Stella tak merasa nyaman, dia selalu mengatakan bahwa Stella harus bersikap baik dan mematuhinya, jika tidak, kejadian tak diinginkan akan terjadi.

Lalu Stella mulai mencurigai seseorang, apakah orang itu akan tertangkap? Atau Stella malah terperangkap jauh dalam genggamannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Janice SN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Boneka Terbaik

Stella tersenyum canggung, tak ada alasan untuk menolaknya. Tidak ada jalan, selain mengangguk patuh. "Y-ya, aku akan menginap."

Austin tersenyum. "Nanti malam, aku akan ke apartemen mu." Kemudian Austin berjalan pergi meninggalkan Stella.

Stella menghirup oksigen, perempuan itu mencoba bersikap setenang mungkin. "Apa aku harus membawa alat untuk menjaga diri? Siapa tahu, Austin berencana untuk mengakhiri hidupku," terangnya yang merasa resah, lalu seorang staf datang menghampirinya, memberi tahu, bahwa syuting akan segera dimulai. Stella pergi ke ruang rias untuk menata rambutnya, setelah selesai, ia kembali ke lokasi syuting.

"Aku deg-degan sekali," ujar Morgan yang datang menghampirinya sambil membawa naskah.

"Kenapa?" tanya Stella yang keheranan, tak lupa, untuk menampilkan wajah super cuek. Ia tak tahu, mungkin tersenyum tipis saja pada lelaki lain akan membuat masalah..

"Di naskah, ada adegan, di mana kau harus mengelus kepalaku! Jantungku berdetak kencang, aku takut, kau malah kelepasan untuk menjambaknya!" seru Morgan dengan cekikikan.

Stella hanya mengangguk saja, tapi jantungnya juga berdetak lebih cepat, firasatnya dapat merasakan sesuatu, punggungnya pun tiba-tiba memanas.

"Kau masih marah padaku?" tanya Morgan yang keheranan, biasanya Stella akan meresponnya dengan suara yang kesal, tapi sekarang, Stella bahkan tak membalas perkataannya. Apa perempuan itu masih marah soal kejadian saat ia menciumnya tanpa izin? Morgan tiba-tiba merasa bersalah, ia tidak ingin, Stella menjaga jarak darinya. "Stella.."

"Oke, bersiap-siap, dua menit lagi, kita akan mulai!" seru seorang staf yang yang mencoba mengingatkan tentang waktu.

Stella membaca naskah sebentar, mencari adegan yang akan menimbulkan bahaya. Tapi, sejauh ini tak ada, mungkin akan aman.

Syuting pun dimulai, Stella dan Morgan yang sudah siap di tempat, para staf juga sudah siap dengan alat-alat yang sudah menyala.

"Apa, aku tak ada lagi harapan untuk memperbaiki hubungan kita?" Morgan dengan karakter sedihnya mulai memperagakan adegannya. Pria itu menggenggam tangan Stella dengan raut wajah yang sendu. "Apa aku masih ada di dalam hatimu, Serena?"

Entah kenapa, Stella malah tersenyum canggung. Perempuan itu seperti kerasukan seseorang yang belum pernah debut akting. Stella malah celingak-celinguk, mencari sosok mata yang akan mengancamnya.

"CUT!"

Sang sutradara tentu marah dengan akting Stella yang tak alami itu, pikiran Stella seperti terbang ke masa lain. "APA KAU BISA LEBIH ALAMI LAGI? EKSPRESIMU ITU HARUS TERLIHAT SEDIH!"

"Maafkan saya! Saya akan mencoba lagi!" seru Stella dengan suara lantang. Di dalam hati, ia berdecak kesal, kenapa bisa tak profesional begini? Dirinya seperti mempermalukan diri sendiri. Stella mencoba melupakan semuanya dan fokus untuk berakting. Syuting pun dimulai.

Morgan mengatakan hal yang sama seperti tadi, pria itu menunggu jawaban Stella dengan tatapan sendu.

Stella membalas genggaman Morgan, perempuan itu mulai bersuara dengan nada lirih. "Aku sangat mencintaimu, tapi aku juga tidak bisa meneruskan hubungan ini..."

Dengan karakternya yang cengeng, Morgan melepaskan genggaman Stella dan memilih untuk berjongkok di tanah, lelaki itu menenggelamkan kepalanya di tumpuan tangan, layaknya seorang anak kecil yang menangis.

Stella langsung menghampirinya, dia mengelus kepala Morgan. "Aku minta maaf, kau layak mendapatkan yang lebih baik daripada aku.." Wajah Stella yang mulai meneteskan air mata, adegan itu membuat pak sutradara puas, kemudian beliau menghentikannya dan bersuara, bahwa adegannya pas. Stella tersenyum senang, akhirnya ia bisa profesional juga, tapi senyumannya mendadak luntur.

Austin berdiri tak jauh dari Stella, lelaki menaikkan satu alisnya, sambil tersenyum miring.

Stella menelan salivanya kuat-kuat, tak akan terjadi masalah bukan? Seharusnya tidak.

Kemudian beberapa saat setelah selesai syuting, Lea mengabari Stella tentang sesuatu.

"Kata pak direktur, kau harus menggantikannya, bahkan pihak ketiga pun, setuju dengan keputusan pak direktur."

Stella berdecak sebal. "Bagaimana bisa mendadak seperti ini? Aku bahkan belum istirahat! Kenapa aktris itu malah membuat skandal! Dan kenapa juga harus aku yang menggantikannya?!"

Lea langsung mencubit pipi Stella. "Hari ini hanya pertemuan saja, jangan rewel!" Lea langsung menarik tangan Stella saat itu juga.

Stella tak berniat untuk memberontak, dia hanya diam saat Lea mengendarai mobilnya, saat sampai pun, perempuan itu tak semangat sama sekali. Tetapi kita waktu pertemuan, Stella mencoba memahami dan bersikap dengan baik, tapi tetap saja dia merasa tidak nyaman dengan seseorang yang duduk memperhatikannya.

William tersenyum lebar, dia seolah menyapa Stella dalam diam.

Sedari awal Stella memang terkejut melihat keberadaan William, tapi dirinya harus tetap profesional. Pria itu juga tidak mungkin akan membocorkan apa yang sudah terjadi, karena itu akan mengancam karirnya juga. Setelah cukup lama, akhirnya selesai. Stella berdiri di dekat mobil, menunggu Lea yang masih sibuk berdiskusi dengan kru iklan produk itu. Stella ingin cepat pergi, tapi bukan ke apartemen, dia ingin mengunjungi adiknya.

"Kita bertemu kembali."

Stella sudah bisa menebak itu suara siapa. Tapi dirinya harus menjaga sikap. "Ya, dunia ini terlalu kecil bukan?"

Wiliam terkekeh. Lelaki itu berdiri di samping Stella. "Apa kau tidak mempunyai pacar? Rasanya aku harus memastikannya."

Stella memutar matanya malas. "Tak ada dan tidak ada peluang juga untukmu."

Wiliam tertawa keras sambil bertepuk tangan. Lelaki itu merasa terhibur. "Kau lucu sekali, tapi sayangnya aku lebih tertarik dengan seseorang yang membuat kita bertemu. Aku ingin menemuinya, tapi sulit sekali!"

Stella merasa tertarik. "Lain kali, aku akan membantumu untuk bertemu dengannya," kata Stella dengan tersenyum senang.

William pun sama senangnya. "Ya baiklah, sepertinya, hubungan kita akan menjadi teman."

Stella mengangguk setuju, lalu tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ada sebuah pesan yang menyuruhnya untuk pergi dari sana. Stella segera pamit pada Wiliam, lalu pergi dengan cepat menghampiri si pria gila yang sepertinya sudah mempengaruhi kehidupannya.

"Senang ya, mengobrol dengannya?"

Baru juga masuk ke dalam mobil, sudah dibuat tak tenang. Stella menoleh ke samping. "Aku hanya mengobrol biasa dengannya, tidak lebih."

Austin menyahut. "Mengobrol seperti apa? Dan sebagai apa? Teman? Kenalan? Atau rekan kerja saja?"

"Semuanya," jawab Stella. "Kita adalah rekan, dan menjadi saling mengenal, siapa tahu nanti jadi teman kan.."

"Oh sudah jadi 'kita' ya?" tanya Austin yang tersenyum sinis, kemudian dia menunjuk sesuatu dengan wajahnya. "Lihat ke arah sana."

Stella melihat ke arah yang ditunjuk Austin. Matanya bisa melihat Wiliam yang sedang mengobrol dengan dua pria. Stella kembali bertanya. "A-apa maksudmu? Siapa mereka?"

"Kamu lihat pria yang di samping kirinya? Di sakunya, ada sebuah pisau yang bisa membuat temanmu itu mati dalam hitungan detik."

Stella menggigit bibirnya sendiri. Perempuan itu mulai merasa resah.

"Lalu pria yang sebelah kanan, dia membawa buku, jika buku itu dihirup temanmu, pasti akan membuatnya pingsan dalam hitungan menit. Kemudian mereka bisa menculiknya dan membunuhnya, dan yang harus kamu tahu, mereka berdua adalah temanku."

Stella menggenggam tangan Austin. "Jangan berbuat seperti itu. Perintahkan mereka untuk tidak melakukannya.."

Austin mengangguk. "Tentu saja, aku akan selalu menuruti kemauanmu. Tapi, akan ada hal yang harus kamu lakukan."

"Ya, aku akan melakukan apapun."

Austin tersenyum, pria itu mendekati Stella dan memeluknya. "Kamu memang yang terbaik, kamu penurut dan tak pernah membantah, kamu memang boneka terbaikku!"

Stella menahan tangannya yang ingin memukul Austin sekarang juga. Dirinya harus lebih sabar, sampai menemukan waktu yang paling tepat.

1
Iren Nursathi
lanjut dong penasaran nih thor
Janice SN: Udah kak🤗🤗
total 1 replies
Iren Nursathi
lanjuuuuuuut thor
Janice SN: udah kak🤗
total 1 replies
Selfi Selfi
semangat kk...
lanjutkan



kita saling suport yukヾ(^-^)ノ
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!