Izinkan Aku Menjadi Orang Ketiga

6 tahun yang lalu.

Di hotel bintang lima. Seorang pria nampak sedang mabuk berat, saking mabuknya, saat ini pun seorang wanita bahkan membantunya untuk memapah menuju kamar.

Setelah sampai di kamar.

Ceklek.

Pria yang mabuk tersebut ialah Dimas. Bisa di bilang dia sedang frustasi akibat bertengkar dengan kedua orang tuanya.

Dimas yang enggan untuk meneruskan keinginan ayahnya sebagai presiden direktur di perusahaan A Company. Dia kekeuh ingin menjadi seorang dosen di universitas milik kakeknya.

Pertengkaran hebat pun terjadi, bahkan ayah Dimas mengusirnya tadi pagi. Itulah sebab Dimas banyak minum wine dan mabuk berat saat ini.

"Shhtt.." Meringis pusing merasakan sakit kepala.

"Ayo berbaring, kau terlalu mabuk." Ucap seorang wanita yang membantu Dimas memapahnya ke kamar.

Setelah itu. Dimas di bantu untuk naik ke atas ranjang dan berbaring disana, bahkan wanita itu menyelimuti Dimas agar tak kedinginan.

"Sepertinya dia bisa ku jadikan seorang ayah bagi anak yang ku kandung ini." Menatap Dimas yang sedang tertidur lelap.

Setelah sesuatu yang terlintas dalam pikirannya, perlahan wanita itu menarik kembali selimutnya, entah apa maksudnya, dia membuka satu persatu kancing baju Dimas dan yang lebih gilanya wanita itu juga membuka resleting celana Dimas dan membukanya.

Saking mabuknya, Dimas tidak sadar ada seseorang yang membuka pakiannya, tubuh polosnya kini terpampang jelas, wanita itu kembali menyelimuti Dimas dan menatapnya.

"Gara-gara kau Revan, aku terpaksa mencari seseorang untuk menjadi ayah bagi anak ini." Tangan mengepal sembari menatap Dimas.

Seorang wanita itu melepaskan semua pakaiannya dan kini dia beranjak naik ke atas ranjang untuk tidur sejajar dengan Dimas.

"Maaf." Ucapnya dengan tatapan sayu pada Dimas.

*

*

Ke esokan harinya.

"Sial, apa yang sudah ku lakukan hah?!" Menatap dirinya dengan tubuh yang polos.

Dimas melirik ke arah seseorang yang sedang tertidur seranjang dengannya, dia melihat wanita yang sama halnya tidak memakai pakaian dan hanya terbungkus selimut.

"Bangsatt! Aku tidak ingat apa yang terjadi." Gerutu Dimas sambil memijit pelipisnya karena bingung.

Keadaan Dimas yang bingung pun, membuat hatinya terus berkata-kata, sebab dia tidak ingat akan kejadian ini karena semalam mabuk sangat parah.

"Engh.." Suara lenguhan sang wanita yang ada di samping Dimas. Dia terusik lalu akhirnya terbangun.

Dimas pun dengan cepat menoleh. "Siapa kau?" Ucapnya bertanya dengan penasaran.

"Ah, kau sudah bangun?" Jawab sang wanita.

Bukannya langsung menjawab, wanita ini malah balik bertanya. "Itu.. Apa kita melakukannya semalam?" Ucap Dimas bernada pelan sambil melirik ke arah lain.

"Ya, kita melakukan malam panas semalam." Jawabnya dengan spontan.

Dimas langsung memijit pelipisnya. "Kacau, niatku ingin mencari ketenangan, malah terjebak dalam masalah." Gumamnya pelan.

"Ada ap--"

"Siapa namamu? Aku akan bertanggung jawab." Seru Dimas dengan cepat.

"Vina, aku Vina Andari." Jawabnya sambil menatap wajah Dimas.

Terlihat pakaian Dimas berserakan di lantai, dia pun perlahan mengambilnya dan memakaikan kembali. "Setelah kau terbukti hamil, aku akan menikahimu saat itu juga. Namun, kita harus berkunjung untuk bertemu orang tua kita dan menjelaskan semuanya." Berdiri membelakangi Vina.

"Baik." "Bahkan aku sekarang sedang hamil, kandunganku juga kini berusia dua bulan." Guma hatinya.

Yang di lakukan Vina ini bukanlah contoh yang benar, dia melimpahkan kesalahan yang di lakukan dia dengan pria lain, dan malah Dimas yang menjadi korban untuk bertanggung jawab.

"Mana ponselmu, aku akan menyimpan nomerku agar kau tidak merasa gelisah aku akan kabur. Kau bisa menghubungiku kapan pun." Mengulurkan tangan.

Vina pun memberikan ponselnya dan membiarkan Dimas untuk menuliskan nomernya.

Setelah itu, Dimas berjalan ke arah pintu keluar kamar. "Aku pergi dulu, aku bisa menghubungiku kalau ada yang ingin di bicarakan."

"Baik, aku akan menghubungimu nanti." Jawab Vina sambil menatap punggung Dimas.

Ceklek.

Dimas pun membuka pintu dan keluar dari kamar tersebut. Kini, tinggal Vina seorang diri sedang duduk di atas ranjang.

"Haish.. Harusnya kau yang berada di sisiku Revan, bukan pria lain. Kemana kau pergi dan membuatku harus melakukan kesalahan ini sampai melibatkan orang lain." Menunduk.

****

Di kediaman Dimas.

Plakk!

Terdengar tamparan yang keras menggelegar di ruangan. Tamparan yang dilakukan oleh pria paruh baya pada seseorang yang tak lain adalah Dimas.

"Apa kau sudah gila Dimas? Kau menghamili wanita ini?!" Pekik seorang yang menampar Dimas.

"Sayang, jangan terlalu kasar aku yakin ini bukan sepenuhnya salah Dimas." Seru seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah ibu kandung Dimas.

Dimas memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan yang di lakukan papahnya. Dia pun hanya bisa terdiam di saat kedua orang tuanya meluapkan emosi.

"Dimas, kamu gak papa?" Vina khawatir melihat Dimas.

Ya, mereka berdua kini sedang berkunjung ke rumah kediaman orang tua Dimas, dengan penuh penyesalan, Dimas menceritakan semuanya pada ibu dan ayahnya saat kejadian menghamili Vina.

"Harusnya kau menurut pada ucapan papi, kenapa kau enggan menjalankan perusahaan papi dan malah kabur mabuk-mabukkan sampai menghamili seorang wanita." Ucapnya bernada tinggi.

"Aku--"

"Maaf tuan dan nyonya, memang benar ini bukan sepenuhnya kesalahan Dimas, saya juga bertanggung jawab atas kesalahan ini. Makanya kami berdua kesini untuk meminta ijin agar kalian merestui kami untuk melangsungkan pernikahan.

Orang tua Dimas terkejut, dan yang lebih terkejut saat ini adalah mamahnya, dari awal melihat Vina ibunya Dimas gak suka. Dia merasa risih meskipun dia tahu kalau Vina juga berasal dari keluarga terpandang.

"Dasar wanita murahaan. Harusnya kau bisa mempertahankan mahkotamu, kau malah tergoda juga. Aku jadi gak yakin kalau ini semua kemauan Dimas, putraku tidak mungkin menghamili seseorang!" Pekiknya dengan kesal.

Degh.

Vina terkejut melihat reaksi dari ibunya Dimas, dia mengira kalau orang tuanya akan langsung setuju karena dia berasal dari keluarga terpandang, namun di luar dugaan. Ibunya Dimas membenci Vina.

"Mih, sudah. Biarkan saja mereka menikah. Kita akan lebih malu jika kehamilan dia akan terlihat semua orang." Ayah Dimas mencoba menenangkan sang istri.

"Maafkan Dimas, Mih." Menyentuh tangan mamahnya dengan tatapan sayu.

Srettt..

Mamahnya Dimas langsung beranjak dari duduknya. "Sampai kapan pun aku tidak akan menerima wanita ini." Berjalan pergi menuju lantai kedua.

"Vin.. Maafkan ucapan mamihku." Menoleh pada Vina.

Vina pun hanya menganggukkan kepalanya menandakan kalau dia baik-baik saja.

Bersambung.

Jika kalian ingin tahu siapa Revan, dia ada di episode 04, kalian bisa menjawabnya sendiri nanti di komenan.

Ini adalah visual Vina Andari. 30 tahun. Seorang direktur perusahaan.

Visual hanya pemanis. Kalian bisa bayangkan sendiri sesuai yang kalian inginkan.😊