Haura, gadis manja yang menikah dengan Alkana, laki-laki yang lebih tua beberapa tahun darinya. Laki-laki yang sudah ia impikan untuk menjadi suaminya sejak kecil.
Alkana menikahi Haura karena permintaan sang Mami. Bahkan ia sempat sesumbar tidak akan menyukai perempuan yang dalam bayangannya dulu hanyalah anak culun yang mengekorinya kemanapun pergi.
Namun, setelah akad Alkana malah menjilat ludah sendiri. Ia akui ia sudah jatuh hati sejak melihat Haura stelah bertahun-tahun lamanya tidak berjumpa. Haura kini menjelma menjadi gadis cantik.
Bagaimana perjalanan pernikahan mereka disaat ada sosok Melodi yang hanya diakui Alkana sebagai sahabat namun, memendam perasaan pada Alkana dan tidak terima bahwa wanita lain yang jadi pendamping hidup lelaki pujaannya?
Happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasa Al Khansa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HIPDD 18 Tidak Jadi Serasi?
Haura Istri Pilihan Dari Desa (18)
" Kamu yakin menginap? Suamimu tak apa?," tanya Humaira pada Haura yang katanya akan menginap.
" Iya, Mbak " jawab Haura lesu.
Beberapa hari ini ia selalu pulang ke kosan Khalisa dan menunggu suaminya menjemput. Kadang sampai jam sembilan malam. Kadang juga di jemput Reva, kakak iparnya.
Pernah juga di antar pulang Mbak Ayu yang memang punya motor. namun, Alkana tidak memberinya lagi izin. Katanya lebih baik menunggu ia saja.
" Sudah izin?," tanya Humaira lagi.
" Sudah bilang," jawab Haura.
Humaira mendesah. Ia tahu ada yang tidak beres dengan hubungan Haura dan suaminya. Akhir-akhir ini Haura tampak banyak melamun.
" Dek, mbak tanya izin loh. Bukan bilang. Izin dan bilang itu beda." Humaira duduk di samping Haura.
Haura meringis. Padahal ia memang sengaja bermain kata. Karena ia tak yakin apakah suaminya mengizinkan atau tidak. Padahal dari siang sudah di chat bahwa ia minta izin menginap. Tapi, sampai sore ini tidak ada jawaban.
" Sudah izin tapi, belum di jawab. Chat Lala belum di baca,"
" Sedang ada masalah ya?,"
" Hanya kesepian aja kalau di rumah. Sementara disini banyak teman." jawab Haura Tidak sepenuhnya bohong.
Humaira hanya mengangguk. Ia tak ingin memaksa Haura bercerita.
" Tunggu izin suamimu dulu ya,"
Haura hanya mengangguk.
...******...
" Kenapa enggak boleh menginap?," tanya Haura pada suaminya yang tiba-tiba sudah datang menjemput padahal hari masih sore. Tidak biasanya.
" Kamu sudah bersuami. Suamimu ada di rumah tapi, malah mau menginap di kosan teman," ucap Alkana memberi pengertian.
" Kenapa aku enggak boleh, tapi Aa boleh?," tanya Haura sambil membuang muka ke luar jendela.
" Aku tidak pernah menginap di tempat orang selama kita menikah," elaknya.
Namun, Haura hanya tersenyum kecil.
Tidak menginap. Tapi, keluar diam-diam tengah malam. Batin Haura
Alkana tiba-tiba teringat jika ia sering keluar malam. Namun, tidak pernah sampai menginap. Keluarnya pun hanya beberapa jam saja.
Apa Lala tahu apa yang aku lakukan? Batin Alkana.
Hingga akhirnya mereka sampai di rumah. Haura keluar mobil begitu saja. Ia sangat kecewa karena suaminya sampai detik ini tidak mengatakan apapun padanya.
Didalam mobil, Alkana mengusap wajahnya frustasi.
Aku harus bagaimana ini?
Hingga sebuah notifikasi pesan masuk dari seseorang yang lagi-lagi meminta hal yang sama.
Maaf, malam ini nggak bisa. Besok acara wisudaku.
Send.
Setelah pesan di pastikan masuk, ia pun menghapus semua chat seperti biasanya.
Alkana mendesah.
" Sabar, ini hanya sebentar. Setelah orangtuanya pulang, aku bebas," monolog Alkana.
Ia un keluar mengikuti langkah Haura yang sudah tak terlihat.
Alkana langsung menuju kamar karena ia yakin istrinya ada disana. Namun, nyatanya kosong. Haura tidak ada.
Haura sendiri pergi ke taman bunga milik ibu mertuanya. Duduk di kursi yang tersedia. Ini tempat ternyaman jika ingin menenangkan diri.
Haura menatap nanar ponselnya. Foto-foto dan juga video yang seolah tak pernah absen datang setiap harinya. Dikirim dari nomor yang sama. Nomor yang ia yakin milik seseorang.
"Kalau dari awal Aa bilang punya hubungan kan Lala enggak akan mau nikah sama Aa," lirihnya.
Reva datang saat melihat adik sepupunya disana.
" Kenapa?,"
" Astaghfirullah. Teteh bikin kaget aja,"
Reva malah tertawa melihat Haura berjingkat kaget.
" Padahal teteh Pelang loh nanyanya. Kamu nya aja yang lagi ngelamun. Emang ngelamunin apa?,"
Haura hanya menggelengkan kepalanya.
" Kalian udah pulang. Tumben," ucap Reva karena beberapa hari ini Haura dan Alkana plang malam. Itu yang ia tahu
" Iya. Aa jemput lebih awal. Tumben-tumbenan. Mungkin lagi gak banyak kerjaan."
Haura mengedikkan bahunya.
" Sibuk kerjaan apa? Tiap hari juga pulangnya on time. Kata bang Rega sih begitu. Dia sampai marah-marah karena Al gak pernah mau lembur,"
Haura diam. Tapi, Alkana menjadikan alasan pekerjaan saat ia terlambat menjemput. Reva tidak menyadari itu karena ia sedang menikmati bunga di hadapannya.
" Oh iya, soal warna kebaya untuk wisuda Alkana besok, kamu gak ngomong apa-apa kan?"
" Enggak. Emangnya kenapa ,Teh?,"
" Pokoknya jangan."
" Pa karena warnanya?," tanya Haura.
Suaminya itu kan masih pemilih untuk warna. Kalau bukan karena paksaan Haura. Mana mau dia pakai kemeja atau kaos berwarna.
" Iya, karena itu." jawab Reva
Haura hanya mengangguk.
...******...
" Kebaya ini bagus kan? senada dengan warna jas yang Alkana pakai," ucap Melodi sambil memutar mutar tubuhnya yang sudah berkebaya.
Kebaya yang ia beli beberapa hari lalu. Kebaya yang ia beli di buat ternama. Harganya pun mahal.
" Kita lihat, cocokan aku atau gadis kampung itu?," sinis Melodi.
Ia yakin tampilannya akan lebih serasi jika di sandingkan dengan Alkana dibandingkan Haura.
" Dia terlalu kampungan untuk Al. Lihat aku dong. Modis," pujinya di depan cermin.
Kebaya yang pas di badan dan memperlihatkan lekuk tubuhnya itu membuat tampilan Melodi terlihat lebih cantik menurut Melodi sendiri.
Padahal, tanpa ia tahu. Reva, kakak Alkana tahu rencana Melodi yang ingin menyaingi Haura. Ia mendengar ucapan Melodi pad temannya saat ia membeli kebaya itu.
Melodi tidak sadar bahwa Reva ada di sana. Ia sedang mengunjungi pemilik butik untuk memastikan pakaian yang ia pesan.
" Dasar Al b0doh. Perempuan seperti itu di jadikan sahabat. Sudah jelas punya perasaan lebih malah di biarkan tetap ada di sekitarnya,"
Reva kesal pada ketodak pekaan adik laki-lakinya itu. Ia selalu mengatakan Melodi hanya bercanda padahal Melodi serius dengan ucapannya.
...******...
Gedung yang biasanya sepi sudah penuh oleh para wisudawan. Tidak hanya mereka, para keluarganya pun datang sehingga suasana sangat ramai.
" Kalian sangat serasi," puji Reva entah keberapa kali.
" sudah, jangan di goda terus. Wajah adikmu jadi merah begitu," timpal Mami Senja sementara Haura wajahnya bak kepiting rebus.
Alkana sangat tampan berada di sampingnya dengan warna senada.
" Ini sejak kapan warna jasnya berubah?,"
Alkana heran karena warna jas dan aun Haura tidak sesuai dengan saat mereka mengukur badan saat akan menjahit.
" Ini, aku juga diberi kejutan oleh Teh Reva. katanya jadinya warna kesukaan Aa saja,"
Warna pilihan sebelumnya memang bukan warna ini.
" Kalian pengertian juga," ucap Alkana senang. Padahal Reva punya maksud lain dengan perubahan itu.
Melodi yang datang dengan percaya diri tiba-tiba mematung saat melihat ke arah keluarga Alkana yang baru saja turun dari mobil.
" Loh kok beda?," tanya Melodi heran Melodi.
Dari kejauhan Reva hanya tersenyum sinis. Ia tidak akan membiarkan siapapun mengganggu hubungan adik dan adik iparnya.
Reva seperti mami Senja yang tidak terlalu suka pada Melodi. Ia pernah melihat Melodi bersikap arogan pada pelayan kafe. Sikap yang berbanding terbalik jika ada Alkana di dekatnya.
TBC
jyn kasih celah al buat pelakor yg berkedok sahabat
buat reva semangat ya nanti ada saatnya km ketemu jodoh yg terbaik
next thor
baru begitu aj alkana udah cemburu apakabar haura gimana ga cemburu sm melodi