NovelToon NovelToon
Mawar Merah Berduri

Mawar Merah Berduri

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Aini

Mawar merah sangat indah, kelopak merah itu membuatnya tampak mempesona. Tapi, tanpa disadari mawar merah memiliki duri yang tajam. Duri itulah yang akan membuat si mawar merah menyakiti orang orang yang mencintainya.

Apakah mawar merah berduri yang bersalah? Ataukah justru orang orang yang terobsesi padanyalah yang membuatnya menjadi marah hingga menancapkan durinya melukai mereka??!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18 Curhat

Ini hari pertama Wendi magang di cafe. Meski hari pertama, dia sudah bisa melakukan semuanya tanpa harus dibantu dulu oleh Bimo.

"Cantik kan kak Wendi?" Bisik Leni ditelinga Bimo yang sejak tadi terus menatap kearah Wendi.

"Hmm, dia cantik." sahut Bimo yang masih belum sadar kalau dia sedang di goda oleh adiknya.

"Ehemmm. Ada yang jatuh cinta ni ye?!" Goda Leni lagi.

Bimo pun tersadar, dia langsung membekap mulut Leni yang berisik.

"Diam ya Len."

"Mmmppphhh."

"Abang gak seperti itu ya. Lagian siapa juga yang mau sama cewek badung modelan begitu.

"Gengsi amat sih. Tinggal ngaku apa susahnya." rutuk Leni sambil memukul pelan lengan tangan abangnya.

"Kak Wendi..." Leni berlari menghampiri Wendi, tapi matanya menggoda Bimo.

"Diam lu, Leni!" Gertak Bimo tertahan.

Sementara itu, sore ini cafe mulai sepi lagi setelah rame di jam makan siang tadi. Bimo benar benar merasa terbantu dengan kehadiran Wendi yang bekerja dengan cepat.

"Kamu makan siang dulu gih. Biar aku yang jaga." Ujarnya menghampiri Wendi.

"Gue udah makan kok."

"Kapan?"

"Tadi lah, Leni yang gantiin jaga."

"Oh ya udah. Lanjut saja kerjanya."

"Siap bapak boss." sahut Wendi tanpa mau menoleh pada Bimo yang sebenarnya berharap bisa melihat raut wajah Wendi.

Seorang pelanggan masuk ke cafe. Dia masih memakai seragam sekolahnya.

"Hei, Gio!" Sapa Wendi.

"Halo kak, Wendi."

Ya pelanggan itu adalah Gio.

"Ada les ya hari ini?" tanya Bimo yang ikut mendekat.

"Iya bang. Kak Inne belum datang ya?"

Bimo melirik kearah pintu dan dia melihat Inne baru saja sampai.

"Tu kak Inne nya datang!" Tunjuknya.

Gio dan Wendi serentak menoleh kearah yang ditunjuk Bimo.

"Tumben sendirian." celetuk Wendi.

"Memangnya kak Inne biasanya sama siapa kak Wendi?" tanya Gio asal.

"Biasanya selalu sama Adit."

"Oh. Mereka pacaran ya kak?"

"Sepertinya begitu."

"Kamu mau pesan minum apa, Gio?" tanya Bimo.

"Jus melon aja deh, bang. Terus cappucino untuk kak Inne."

"Oke, tunggu sebentar ya."

"Iya kak Wendi. Aku tunggunya di meja aja ya."

"Silahkan, nanti diantar."

Gio pun menuju meja, dimana Inne yang sudah lebih dulu duduk di sana.

"Maaf ya, kakak telat."

"Gak kok kak. Aku juga baru sampai." sahut Gio.

"Kamu mau pesan minum apa, biar sekalian kakak pesankan."

"Aku udah pesan kok kak. Untuk kakak juga udah aku pesankan, cappucino kan?"

"Waduh, makasih ya Gio."

"Iya kak."

"Ya udah kita mulai belajar ya."

Mereka pun mulai belajar, ditengah tengah pelajaran berlangsung, Wendi datang mengantarkan minuman.

"Fokus amat belajarnya Gio?" tanya Wendi.

"Iya kak. Soalnya ujian makin dekat."

"Loh, kak Wendi kerja disini?" tanya Inne yang baru sadar yang mengantar minuman itu adalah Wendi.

"Iya, baru mulai hari ini."

"Wua, selamat ya kak. Udah ada kerjaan tetap dong sekarang."

"Belum, In. Masih magang."

"Oh gitu. Eh tapi tenang aja kak, nanti aku bantu bujuk bang Bimo supaya menjadikan kakak karyawan tetap."

"Waduh, makasih loh In."

"Iya kak."

"Ya sudah, kalian lanjut belajar ya." ujar Wendi yang diangguki oleh Inne dan Gio.

Tidak terasa waktu terus berputar, akhirnya Inne pun selesai mengajar.

"Kak, tugas ini boleh aku kumpul minggu depan ya?"

"Iya boleh."

Saat sedang berkemas, tiba tiba Leni menghampiri meja mereka. Seperti biasa, Leni datang membawakan minuman untuk Gio.

"Loh kak, aku udah mau pulang nih." ujar Gio kaget saat Leni tiba tiba memberinya minuman.

"Minum dulu dek. Nanti aja bentar lagi pulangnya, ya!" Leni memohon.

"Pppft." sindir Inne geli melihat Leni menggoda Gio lagi.

"Ya udah deh, tapi kalau gak habis minum nya gak apa apa kan, kak?"

"Iya gak apa apa kok."

"Yuhuuu, aku pulang dulu ya. Bye..." pamit Inne.

Dia tidak langsung pulang. Tapi, menuju meja kasir untuk membayar minuman sekaligus meminta tambahan minuman lagi.

"Bang, cappucino latte lagi." ujar Inne sambil memberikan botol minumannya pada Bimo.

"Sesuka itu ya sama cappucino?"

"Yaps. Nih sekalian bayar yang tadi."

"Udah dibayar sama Gio."

Bimo mengambil botol ditangan Inne dan mengabaikan uangnya, dia melihat jelas apa yang tertulis di permukaan botol itu.

"Ini tanda kepemilikan ya, In?"

"Hehe, iya bang. Maklum, Adit cemburunya gak tertolong."

"Iya paham. Mau abang bantu jelasin sama Adit?"

"Gak usah bang, Adit mah cemburu sama semua orang. Lagian dia udah gak secemburu itu lagi kok sama abang."

Bimo pun tersenyum gemas mengingat betapa bucinnya pasangan ini. Yang satu agak cuek yang satu cemburuan akut.

Sementara Inne menunggu minumannya jadi, Leni malah sedang berbunga bunga karena bisa mengobrol dengan pujaan hatinya.

"Dek Gio nanti kalau sudah lulus, mau kuliah dimana?" tanya Leni.

"Mama sama papa sih maunya aku kuliah di luar negeri, tapi aku sih mau kuliah di UI saja."

"Mmh, kenapa?"

"Aku tidak suka berada di lingkungan asing sendirian."

"Justru kuliah di luar negeri itu impian hampir semua orang loh, dek."

"Tau. Hanya saja aku tidak suka lingkungan baru. Menyesuaikan diri di sini saja susah, apa lagi di negara asing."

Leni menangkap kesedihan dibola mata Gio. Ah Leni semakin menggila, dia benar benar ingin menjadi tempat berbagi anak muda itu.

Sementara itu, Inne masih duduk menunggu minumannya di kursi luar cafe. Bimo pun datang mengantarkan pesanan Inne.

"Cappucino latte nya, In."

"Makasih ya bang."

"Hmm. Kamu ada masalah, In?"

"Iya ni bang. Aku lagi dilema."

"Dilema kenapa? Masalah Brian ya?"

Inne agak terkejut saat Bimo langsung menebak dengan benar.

"Mau cerita?" tanya Bimo yang ikut duduk di sebelah Inne.

"Ganggu waktu abang sebentar ya."

"Mau ganggu lama juga boleh, sayang."

"Idih, ntar Adit dengar hancur nih cafe abang." Ujar Inne.

"Iya juga ya. Untung Adit gak disini."

Mereka pun tertawa sebentar.

"Abang ingat kan waktu pertama Adit bertengkar sama Brian?"

"Iya, ingat."

"Hari itu Adit minta aku berhenti ngajar Brian. Aku setuju dan aku juga janji sama dia tidak akan mengajar Brian lagi."

"Aku tidak bermaksud membohongi Adit. Tapi alasan Adit juga tidak masuk akal, bang."

"Brian itu anak pemilik yayasan tempat bunda mengajar. Nah dia sendiri yang meminta aku untuk mengajari Brian. Aku gak enak kalau nolak."

"Semuanya jadi tambah rumit, bang. Aku bingung harus bagaimana?"

"Hmm, kalau menurut abang sih, ada baiknya kamu jujur saja sama Adit. Dari pada nantinya ketahuan, Adit akan sangat kecewa sama kamu, In."

"Aku juga mikir gitu, bang. Tapi, aku gak mau terus terusan berantem sama Adit hanya karena Brian. Lagi pula, sekarang muridku tinggal sedikit, sementara mengajar Brian dibayar mahal."

"Aku berharapnya semoga Adit gak tau tentang ini sampai Brian lulus."

"Abang tidak bisa memberi banyak nasehat, In. Yang jalani kalian. Kalau kamu merasa bisa menjaga semuanya dengan cara seperti ini, ya silahkan. Tapi, ingat resikonya akan sangat fatal."

"Iya bang."

"Semangat ya In."

"Makasih ya bang, udah mau dengarin cerita aku."

"Santai. Anggap saja abang seperti abangmu sendiri. Jadi, kalau ada masalah jangan ragu untuk cerita."

"Iya bang."

"Abang masuk lagi ya."

"Hmm, aku juga mau pulang."

"Hati hati, In."

"Iya bang."

Saat Bimo kembali masuk ke cafe, Inne pun langsung pulang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!