Nadya melakukan banyak pekerjaan sampingan untuk melanjutkan kuliah. Semua pekerjaan dia lakukan asal itu halal.
Sampai suatu ketika Nadya diharuskan memberikan les tambahan pada seorang anak SMA yang menyebalkan.
"Jadi, bagian mana yang kamu belum bisa?" tanya Nadya.
"Semuanya," jawab Alex cuek.
"Jadi dari tadi kamu gak ngerti apa yang saya jelasin?"
"Enggak, kan aku cuma merhatiin wajah kamu sama bibir kamu yang komat-kamit."
"Alex!!!" berang Nadya.
"Apalagi tahi lalat kamu yang di pipi. Kok gemesin banget sih!" Alex tersenyum tengil membuat Nadya jengah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chyntia R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Pemuda Yang Sama
Alex tidak pernah menyesali apa yang sudah terlanjur terjadi antara dia dan Nadya kemarin. Meskipun pada akhirnya Nadya mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai guru les privat Alex, tapi Alex dapat memahami keputusan yang Nadya buat.
Setidaknya, Alex jadi lebih berani sekarang dan dia tidak akan mundur lagi karena ini sudah dia mulai.
Akan tetapi, ada hal lain yang hampir saja Alex lupakan. Erin. Sepertinya Alex harus membuat keputusan tega untuk gadis itu secepatnya sebelum nantinya dia melangkah lebih jauh untuk Nadya.
Sejak awal, Alex memang tidak memiliki rasa apapun pada Erin, dia terlanjur menerima gadis itu karena Erin menyatakan perasaan padanya didepan orang banyak. Sebagai lelaki yang memiliki hati nurani, tak mungkin Alex menolak dan mempermalukan Erin pada saat itu. Masalahnya, dia juga tidak siap untuk memutuskan hubungan dengan Erin karena dia pun tak tega mematahkan hati gadis itu.
Lantas, sekarang Alex harus bagaimana? Jika disuruh memilih tentu dia akan memilih Nadya, karena kepada gadis itulah hatinya lebih condong. Maka dari itu, Alex harus segera meninggalkan Erin sebelum semuanya semakin rumit nanti.
"Cepat atau lambat gue tetap harus mutusin Erin, gimanapun juga gue gak bisa ngejalanin hubungan ini terus sama dia. Bener kata Haikal, gue harus memutuskan," gumam Alex yang saat ini sedang berbaring ditempat tidur king size miliknya.
Alex tau, selama ini dia hanya tidak memiliki dorongan kuat dalam dirinya untuk tega memutuskan Erin. Sedangkan sekarang, dia memilih Nadya dan harusnya hal itu bisa mendorongnya untuk membuat keputusan akan hubungan bersama Erin.
"Gue gak mau nyakitin Erin, kalo gue putusin pasti dia sakit hati. Tapi, kalo gue biarin pasti nanti Erin makin sakit hati lagi kalau tau gue suka sama orang lain, tapi masih berstatus pacarnya. Belum lagi Nadya ... dia pasti makin marah kalo tau gue yang udah punya pacar tapi malah ngedeketin dia juga." Begitulah isi kepala Alex. Dia tak mau dicap jelek oleh kedua gadis itu, tapi dia tetap harus memutuskan sekarang.
...***...
Sementara Nadya, kembali lagi harus berhadapan dengan Dewangga. Mau bagaimana lagi, hutangnya belum lunas dengan pemuda itu. Kali ini Dewangga kembali memintanya untuk menemui sang ibu dan mau tak mau Nadya menyanggupinya.
"Dewa, ibu senang banget kamu kesini, Nak. Udah lama kamu gak jengukin ibu," tutur Maya.
Nadya mengernyitkan dahinya, perasaan baru dua hari lalu mereka menemui wanita ini, Nadya bahkan masih ingat jika ibunya mengenali Nadya sebagai Dewinta, adik Dewangga. Akan tetapi, kenapa sekarang Maya mengatakan jika Dewangga sudah lama tidak menjenguknya? Wanita ini lupa dengan pertemuan mereka kemarin? Nadya mulai mengerti jika wanita ini bisa berubah-ubah pemikirannya.
Dewangga tampak melihat Nadya sekilas, mencoba memberikan isyarat pada gadis itu agar mengerti kondisi ibunya. Hanya beberapa detik, sampai akhirnya dia menyahut pertanyaan sang ibu. "Iya, Bu. Maaf ya, Bu. Sekarang coba ibu lihat Dewa ajak siapa kesini," katanya seraya tersenyum pada Maya.
Maya pun menatap pada Nadya, sementara Nadya merasa Dejavu dengan kejadian ini sebab rasanya baru kemarin dia diperkenalkan dengan cara yang sama pada ibu dari dewangga tersebut.
Kini tatapan mata sepenuhnya jatuh pada Nadya. Beda dengan kemarin dimana Maya seperti langsung mengenali Nadya sebagai Dewinta, kini Maya justru menyorot Nadya dengan tatapan menyelidik, sesaat kemudian wanita itu tampak menyunggingkan senyum ramah.
"Ini pacar kamu, Wa?" tanya Maya pada Dewangga yang justru membuat Dewangga dan Nadya sama-sama terkejut.
Dewangga pikir kejadiannya akan sama seperti yang sudah-sudah, dimana setiap dia memperkenalkan seorang gadis pada ibunya maka sang ibu akan mengenal gadis itu sebagai Dewinta, Adiknya. Sebab Nadya bukan gadis pertama yang dimintai tolong oleh pemuda itu untuk melakukan adegan seperti ini didepan Maya, hanya saja baru kali ini Dewangga mendapati respon berbeda dari ibunya dimana Maya justru menganggap gadis yang Dewangga bawa adalah seorang kekasih anaknya.
"Bu--"
"Cantik sekali kamu, Nak," Maya memotong ujaran Dewangga yang tadinya mau menjelaskan siapa Nadya pada sang ibu.
Nadya tersenyum keki. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Apa dia harus membantah pemikiran ibu Dewangga? Atau justru mengiyakannya saja seperti waktu dia mengiyakan saat dia berpura-pura menjadi Dewinta didepan Maya?
Nadya merasa serba salah. Dia takut salah menjawab yang berujung kemarahan Dewangga kepadanya. Meski jika mengikuti kata hati, tentu saja Nadya risih jika dianggap sebagai pacar dari pemuda itu yang sama sekali tidak dikenal dekat oleh Nadya.
"Bu, ini Nadya ... dia---"
"Oh jadi nama kamu Nadya. Nama yang cantik seperti orangnya," potong Maya yang sekarang memegang tangan Nadya, bahkan menggenggamnya dengan tatapan sayang.
Nadya menatap Dewangga, memberi kode pada pemuda itu bahwa dia harus bagaimana sekarang? Tapi, Dewangga juga tampak bingung karena tidak pernah menyangka respon ibunya akan seperti ini terhadap Nadya.
"Bu, ini Dewa bawakan makanan kesukaan ibu, Ibu suka kan soto Betawi," kata Dewa yang akhirnya memilih untuk mengalihkan topik pembicaraan.
"Oh kamu bawakan makanan kesukaan ibu, makasih ya, Wa." Maya tampak sumringah. Dia senang Dewangga masih tau makanan kesukaannya. Sesaat kemudian dia menatap Nadya. "... kalau Nadya makanan kesukaannya apa? Apa suka soto Betawi juga?" tanyanya.
Nadya mengangguk. "Suka juga, Tante..." sahutnya. Sepertinya kali ini dia tidak perlu berpura-pura memanggil Maya dengan sebutan 'ibu'. Dia bisa menjadi dirinya sendiri, meskipun wanita itu harus salah paham dengan hubungannya dengan Dewa. Terserahlah, yang jelas Nadya ingin cepat-cepat keluar dari situasi ini. Bahkan dia ingin segera terbebas dari makhluk Tuhan bernama Dewangga.
"Wah baguslah. Akhirnya ibu ada temennya suka makan soto Betawi. Kalau Dewa gak mau makanan begini, dia sukanya makanan siap saji," kata Maya sambil terkekeh.
"Bu ..." Rupanya Dewangga berniat menegur ibunya yang terdengar tengah menceritakan tentangnya pada Nadya.
...***...
"Mengenai ucapan ibuku tadi, jangan terlalu dipikirkan. Dia hanya asal bicara dan kadang salah mengenali orang," kata Dewangga pada Nadya dengan nada tak enak hati.
"Ya, aku paham." Nadya menjawab singkat. Sedikit banyak dia mengerti kenapa ibu Dewangga bersikap demikian. Psikis wanita itu agak terganggu, itu sebabnya dia dirawat di RSJ, bukan? Jika dia sehat tak mungkin wanita itu ada disana, pikir Nadya memaklumi.
"Sebenarnya aku sangat menyesalkan karena ibuku harus ada disana. Aku ingin dia berada di rumah, tapi keadaan membuatku harus mengalah karena dulu ibu sering histeris dan melukai banyak orang," tutur Dewa dengan tatapan menerawang ke masa lalu.
"Hmm, semua orang punya problem masing-masing. Kita tidak bisa menilai orang hanya dari penampilannya saja," respon Nadya. Nadya mengucapkan itu karena bercermin dengan hidupnya sendiri yang juga banyak masalah tapi dia pandai menutupi dengan penampilannya yang tenang.
Dewangga yang mendengar jawaban Nadya, justru tersenyum smirk. Entah kenapa dia merasa Nadya sangat dewasa saat menanggapi problemnya. Ini terbukti karena gadis itu tak banyak bertanya atau ingin tau lebih banyak, meski Dewangga sudah mengajaknya masuk kedalam kehidupannya secara tak langsung. Padahal jika gadis lain, mungkin akan timbul banyak pertanyaan, mulai dari apa, kenapa dan bagaimana bisa ibunya berada disana, sementara Nadya? Nothing ... Nadya tak penasaran sama sekali, itu membuktikan jika Nadya bukan gadis yang kepo dengan urusan orang lain.
"Makasih ya ..." tutur Dewangga selanjutnya.
"Untuk?" tanya Nadya.
"Untuk hari ini, kau mau menemui ibuku lagi."
"Tak masalah, yang penting hutangku cepat lunas." Hanya itu yang ada dikepala Nadya, tapi jawabannya justru membuat Dewangga terkekeh.
"Kenapa? Ada yang lucu?" tanya Nadya bingung dengan hal apa yang membuat Dewangga tertawa.
"Apakah kau senang jika hutangmu ku anggap lunas?"
Mata Nadya berbinar-binar sekarang, dan Dewangga dapat melihat hal itu.
"Kau serius?"
Dewangga kembali tersenyum smirk. "Tidak. Aku bercanda. Hutangmu masih banyak," katanya kemudian yang justru membuat Nadya mendesahh panjang.
Dewangga mengulumm senyuman, dia pun menghentikan laju mobilnya di pelataran tempat kost Nadya sebab sejak tadi mereka mengobrol didalam mobil sembari pemuda itu mengantar Nadya pulang. Awalnya Nadya hendak menolak tawaran Dewangga, tapi pemuda itu tak memberikan Nadya kesempatan untuk menghindar.
Nadya turun dari mobi Dewangga, tidak disangka disana sudah ada Alex yang menunggunya. Mata Nadya melotot, untuk apa lagi pemuda ini datang menemuinya? Alex harusnya cukup tau jika Nadya masih malu untuk bertatap muka dengannya.
Sementara itu, Alex juga tak kalah terkejut saat melihat Nadya diantar oleh pemuda yang kalau tidak salah adalah lelaki yang sama dengan yang pernah dilihatnya di lobby Apartmen bersama Nadya.
...Bersambung ......
💪💪💪💪💪
💖💖💖💖💖