BORU NI RAJA

Tapi Mora tidak menjawab pertanyaan bapaknya dan malah duduk disamping mamaknya.

Hanya saja Mora menatap tajam ke arah bapaknya, tatapan itu mengisyaratkan kebencian terhadap bapaknya.

Sama seperti ku yang sangat membenci bapak kandung dan juga mamak ku, beda halnya dengan Mora.

Mora masih memiliki mamaknya yang luar biasa hebatnya dan adik-adiknya begitu nurut padanya.

Semua itu karena ajaran mamaknya yang baik dan tidak seperti ajaran mamak ku, dimana adik-adik ku di ajari mamak untuk merendahkan ku.

Mamak selalu mengajarkan pada adik-adik ku bahwa anak perempuan untuk di jual, dalam artian di nikahkan pada orang lain untuk meneruskan keturunan marga orang lain.

Sebelum di jual dan terlebih dahulu di peras tenaganya untuk kepentingan anak laki-lakinya.

Sebab anak laki-laki yang paling penting karena bisa menerus marga.

Adek-adek ku yang laki-laki pantang dan haram mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci piring, masak dan sebagiannya.

Bahkan adek-adek ku harus ku layani dengan baik, layaknya seorang anak raja yang harus dilayani dengan sebaik mungkin.

Sejak kecil sekitar umur 6 tahun, aku bisa mencuci piring dan beres-beres rumah. Jika tidak maka mamak akan menamparku.

Perlakuan buruk yang sering dilakukan mamak kepadaku dan dilihat oleh adek-adek ku sehingga mereka melakukan hal yang sama padaku.

Jika mereka membutuhkan ku, cukup berteriak memanggil ku dan jika tidak puas adek-adek ku akan memaki diriku.

Jika aku mencubit adek-adek karena kurang ajar, maka mamak akan membalasnya berkali-kali lipat kepada ku.

Akhirnya aku hanya bisa diam dan menahan segala sakit hati dan kemudian ku pendam.

Kata orang-orang bahwa ayah adalah cinta pertama anak perempuannya tapi itu tidak berlaku bagiku.

Bapak dan mamak sama saja, kedua orangtuaku itu sangat kejam padaku yang menanamkan rasa kebencian didalam diriku yang paling dalam.

Beda sekali dengan ajaran mak tua pada anak-anaknya, baik itu laki-laki dan perempuan wajib saling bekerja sama.

Harus bisa melakukan pekerjaan rumah dan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan di rumah mak tua.

"Keluarga bapak ngak ada yang benar, Mora sangat kasihan kali liat mamak. kita anggap bapak sudah mati.

sedari kecil Mora juga merasa ngak pernah punya bapak, begitu dengan adek-adek yang merasa hal sama seperti Mora rasakan.

bahkan kami malu melihat tingkah laku bapak dan keluarga, tapi kami menjaga perasaan mamak.

secara khusus Mora, jika Mora mendesak mamak untuk bercerai dari bapak, takutnya mamak sedih karena menjadi janda alias cerai hidup.

bisa-bisa menjadi guncingan orang-orang yang bisa membuat mamak malu.

tapi setelah mendengar pernyataan mamak barusan dan Mora sangat yakin kalau mamak sudah tepat bercerai dari bapak.

nanti Mora akan bantu perceraian mamak dan bapak dan Mora sudah mengumpulkan bukti-bukti agar mamak bisa lepas dari bapak...!"

"Nanti kalau kamu dan adek-adek menikah gimana?" ujar mak tua yang menyela ucapan Mora.

"Santai aja, Mak! kita anggap aja bapak sudah mati, toh juga ngak ada gunanya. Mora dan adek-adek hanya butuh mamak.

saat Mora naik sidi atau peneguhan iman di gereja, bapak ngak ada dan begitu dengan adek-adek yang melakukan peneguhan iman.

Saat Mora wisuda dan lagi-lagi bapak tidak datang dan begitu juga dengan wisuda adek-adek.

ketika ada acara di keluarga tulang, bapak dan keluarganya ngak pernah hadir dan itu artinya bapak tidak menghargai mamak dan keluarga tulang.

tanpa keluarga bapak, kita bisa melakukan acara adat atas dasar bapak yang sudah kita anggap mati." jawab Mora dengan jelas dan tegas.

Bapaknya terlihat gusar, kini nambah masalah baru yaitu rencana perceraian.

"Jangan gitu mang, bapak mu ini masih hidup...!"

"Mamak bersedia cerai dari bapak, kan? Mora dan adek-adek sudah sepakat untuk membantu mamak cerai dari bapak.

bapak dan keluarganya ngak ada yang benar, semuanya buat malu. Mora dan adek-adek sudah menggangap bapak mati dan itu sudah sangat lama." tanya Mora pada mamaknya dan tidak menanggapi ucapan bapaknya.

"Bersedia kali...! kalau begitu kita panggil tulang mu...!"

"Aku sudah disini ito, ayo kita ke rumah." ucap pak Mikael yang datang bersama rombongannya.

Bapaknya Mora terlihat kegelapan dan gusar, wajahnya memerah dan tatapannya begitu sayu, tadi terlihat garang tapi sekarang malah seperti ayam potong.

"Pak Mora...! kita selesaikan masalah keluarga mu ini, aku sudah muak melihat tingkah laku mu dan aku sudah memperingatkan kau." ujar pak Mikael dengan jelas.

Pak Mikael adalah adik kandung dari mak tua, bertindak sebagai ayah atau wali dari mak tua.

Bahasa bataknya disebut hula-hula yang seharusnya harus dihormati oleh bapaknya Mora.

Menurut adat di kampung ini, jika hula-hula datang karena masalah yang dibuat oleh suami, maka itu pertanda tidak baik.

Dalam hal ini karena tingkah bapaknya Mora yang di luar nalar yang tidak bedanya dengan sikap bapak.

Siang minum kopi di lapo dan malamnya minum tuak, tidak pernah bekerja dengan alasan membicarakan adat di lapo atau warung.

Padahal bapak dan kaum bapak yang lain hanya bersenang-senang di lapo itu, seolah-olah mereka semua adalah anak orang kaya yang tak perlu kerja.

Pak Mikael yang membawa rombongannya dan itu artinya sangat serius akan permasalahan ini dan kemungkinan akan terjadi perceraian.

Dalam tradisi batak, perceraian bisa terjadi dan itu melibatkan adat apalagi sudah melakukan pesta adat pernikahan waktu menikah.

Itulah sebabnya pak Mikael membawa rombongan untuk membicarakan tentang perceraian yang akan terjadi.

Menurut tradisi batak secara khusus dikampung kami ini, perceraian bisa terjadi jika pernikahan itu tidak bisa dipertahankan.

Denda adat akan berjalan tapi jika melihat kasus dari bapa tua ku ini atau ayah kandung Mora.

Kemungkinan besar denda adat itu tidak ada, hanya saja memberikan mamaknya Mora dan keluarganya harus memberikan sesuatu yang berharga kepada pemangku adat yang kami sebut dengan raja huta.

Raja huta adalah orang yang pertama kali tinggal di kampung ini atau orang yang pertama kali membuka kampung ini.

Gelar raja huta diturunkan secara turun temurun dan dilihat dari kualifikasi dan anggota keluarga yang akan menerimanya.

Raja huta harus laki-laki yang dianggap bijaksana dan harus dari keturunan pembuka kampung ini.

Naik Sidi atau peneguhan iman adalah salah satu persyaratan di gereja kami, gereja protestan etnis batak.

Jika jemaat yang sudah naik Sidi, dipercaya akan menanggung dosanya sendiri dan telah terdaftar sebagai anggota jemaat gereja.*