NovelToon NovelToon
STEP FATHER FOR MY DAUGHTER

STEP FATHER FOR MY DAUGHTER

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / Single Mom / Hamil di luar nikah / trauma masa lalu / Anak Yang Berpenyakit
Popularitas:31.4k
Nilai: 5
Nama Author: Rona Risa

Cerita ini buat orang dewasa 🙃

Raya Purnama menikah di usia tujuh belas tahun setelah dihamili pacarnya, Sambara Bumi, teman sekelasnya yang merupakan putra pengusaha kaya.

Namun pernikahan itu tak bertahan lama. Mereka bercerai setelah tiga tahun menjalin pernikahan yang sangat toxic, dan Raya pulang kembali ke rumah ibunya sambil membawa anak perempuannya yang masih balita, Rona.

Raya harus berjuang mati-matian untuk menghidupi anaknya seorang diri. Luka hatinya yang dalam membuatnya tak ingin lagi menjalin cinta.

Namun saat Rona berusia tujuh tahun dan meminta hadiah ulang tahun seorang ayah, apa yang harus Raya lakukan?

Ada dua lelaki yang menyita perhatian Raya. Samudera Dewa, agen rahasia sekaligus penyanyi yang suara emasnya menguatkan hati Raya di saat tersulit. Alam Semesta, dokter duda tampan yang selalu sigap merawat Rona yang menderita leukimia sejak kecil.

Di antara dua pilihan, Raya harus mempersembahkan hadiah terindah bagi Rona.

Siapa yang akan dipilih Raya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rona Risa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

AGEN RAHASIA

"Kamu bisa menolongku?"

Samudera sudah duduk kembali di balik kemudi mobil jeep hitamnya. Ia memangku sebuah laptop, dan sebuah alat kotak hitam aneh seperti walkie-talkie tergeletak di kursi penumpang sebelahnya. Sebuah lampu merah berkedip pelan di alat itu.

"Kamu butuh apa?"

Suara dingin itu menjawab dan menggema di telinga Samudera, melalui airpods yang dikenakannya.

"Akses penuh ke Satelit Garuda, sekarang. Aku harus melacak dan mengejar seseorang."

"Kamu mau apa?" tegur suara itu marah. "Kamu sedang tidak mengerjakan misi apapun sekarang. Kamu masih dalam masa hukuman karena kesalahan terakhir yang kamu buat. Kamu tidak boleh menggunakan fasilitas perusahaan dan mengerjakan apapun tanpa izin Kepala Garuda!"

"Tapi aku harus melakukan ini, Raka. Aku baru saja mendapatkan petunjuk bahkan penghubung penting untuk menemukan Arga Wilis--tersangka perampokan dan pembakaran Apartemen Penthouse Dewanagari dua tahun silam," sahut Samudera sambil mengetik serangkaian kode program dengan cepat di laptopnya.

"Apa?!" Raka Garuda terdengar kaget. "Lelaki itu sudah buron dan menghilang dua tahun ini. Dia sangat sulit dilacak dan ditangkap. Bagaimana kamu bisa tiba-tiba menemukannya?"

"Aku mendengarnya menghubungi Agselle Adams, mantan istrinya, lima belas menit lalu," jelas Samudera. "Aku berusaha menyadap HP Agselle sekarang. Tapi aku butuh akses penuh ke Satelit untuk melacak nomor yang digunakan Arga menelepon Agselle tadi, sekaligus menemukan lokasi persembunyiannya."

"Satria Garuda, kamu jangan sembarangan mengurus kasus seperti ini. Ini bukan ranahmu. Polisi saja sudah tutup mata dan membiarkan kasus ini terbengkalai--"

"Justru karena itu aku tidak mau berhenti," tegas Samudera. "Kamu tahu Arga Wilis salah satu anggota organisasi itu. Selama ini tak ada yang bisa menyentuh mereka karena kekuatan dan jaringan mereka yang kuat mencengkeram elit negeri ini. Tapi aku tidak mau mundur. Tidak sampai aku sendiri yang menghancurkan organisasi itu hingga akarnya."

"Hentikan, Satria! Yang kamu lakukan ini berbahaya! Kalau sampai Ayah tahu--"

"Aku melakukannya demi Ibu. Apa kamu tidak mau menegakkan keadilan atas kematian Ibu? Kamu putranya, sama sepertiku!"

Raka terdiam sejenak.

"Aku tahu kenapa kamu menghubungiku. Aku satu-satunya yang bisa membantumu. Tapi apa kamu sudah paham betul konsekuensinya jika kamu mengurus kasus ini? Kamu akan melibatkan diri dalam sesuatu yang sangat berbahaya. Kamu siap menanggung resikonya? Bukankah kamu sedang mendekati seseorang yang kamu cintai? Kamu siap kehilangan perempuan itu sewaktu-waktu?"

Giliran Samudera terdiam. Cukup lama.

"Aku bisa mengatasinya. Aku punya rencana."

"Jangan bodoh dan naif, Satria. Kamu tahu betapa berbahayanya pekerjaan kita. Kamu tidak bisa merengkuh semuanya. Antara cinta dan mengungkap kebenaran, kamu harus memilih salah satu, atau kamu akan kehilangan segalanya."

Samudera menghela napas panjang.

"Aku tahu yang kulakukan. Aku juga tak akan membahayakan orang-orang yang kucintai. Jika memang tiba saatnya memilih... aku akan memilih mengorbankan nyawaku, demi melindungi mereka, demi membawa kembali kebenaran itu terang di bawah cahaya."

Suara Raka bergetar kali ini. "Samudera..."

"Kamu tahu hidupku tak akan lama," kata Samudera tenang. "Aku melakukan semua ini agar sisa hidupku tidak sia-sia. Agar aku bisa menemui Ibu di alam sana dengan tenang dan bahagia. Tolonglah aku hingga saat terakhir, Kak..."

"Aku tidak akan menyerah terhadap dirimu, Sam! Aku tahu kamu masih bisa berumur panjang! Kamu jangan menyerah segampang ini! Ibu juga tak akan sudi melihatmu kalau kamu tidak mau berjuang untuk mengobati dirimu sendiri! Apa kamu tahu kenapa Ayah menghukummu vakum menjalankan misi begitu lama? Itu supaya kamu fokus pada kesehatanmu dan bisa kembali pada kami seperti dulu! Tapi kamu malah lari dan bernyanyi sesuka hati untuk menggapai hati perempuan yang kamu cintai..."

Samudera tertawa. "Apa kelihatannya seperti itu? Kamu jangan khawatir. Aku punya caraku sendiri untuk mengobati penyakitku. Kalau tidak begitu, bagaimana aku bisa bertahan dan bebas bernyanyi sampai sekarang?"

"Sementara untuk Raya... kamu tahu sendiri, dialah yang menyelamatkan hidupku bertahun-tahun lalu... hidupnya sulit sekarang... aku tak bisa membiarkannya begitu saja...," gumam Samudera murung.

"Aku tahu. Kami semua tahu. Maka dari itu, Ayah pun membiarkanmu. Kalau tidak, ia pasti akan melakukan segala cara untuk menjauhkan Raya dari hidupmu. Ayah malah berpikir, hanya Raya yang bisa membuatmu sembuh dan kembali kepada kami. Seperti dulu dia menyelamatkanmu dan membuatmu pulang ke rumah. Jika itu terjadi, Ayah akan sepenuhnya merestui pernikahan kalian. Kamu sangat beruntung dalam hal ini, kamu tahu..."

Getir suara Raka memantik iba di hati Samudera.

"Kak Rangga... kamu juga masih bisa menggapai hati perempuan yang kamu cintai kalau kamu mau..."

"Riris Sawitri? Tidak, Ayah tidak akan pernah sudi menerimanya... kamu tahu betul siapa dia, darah macam apa yang mengalir di nadinya... meski itu bukan salahnya... ia tak pernah minta dilahirkan dari orangtua seperti itu..."

Samudera terdiam sejenak.

"Akan kulakukan sesuatu untuk menolongmu, Kak... kamu sangat mencintai Riris. Akan kubantu kalian untuk bersatu. Tapi tolong bantu aku juga menuntaskan kasus ini... jangan biarkan Ayah tahu dulu. Demi Ibu."

Raka tertawa.

"Kamu tak perlu begitu. Lupakan soal aku dan Riris. Aku akan tetap membantumu, dan akan kurahasiakan pergerakanmu dari Ayah. Tapi berjanjilah untuk tidak membahayakan dirimu sendiri. Aku akan mengawasimu mulai sekarang. Kalau aku melihatmu berbuat nekat, aku akan memberitahu Ayah dan kamu tidak akan bisa lagi memburu apapun seumur hidupmu. Bahkan juga cintamu itu."

"Ancaman yang mengerikan. Tenang saja, aku tidak akan kalah dengan mudah, apalagi mati sia-sia," tukas Samudera, tak bisa menahan tawa. "Sekarang, beri aku aksesmu. Akan kulacak dan kutemukan Arga Wilis. Akan kulumpuhkan dia dan kukorek kebenaran itu darinya, sebelum kukirim dia ke penjara."

"Aku akan memberimu aksesku. Tapi berjanjilah satu hal dulu."

"Apa?"

"Jika Arga Wilis bertindak di luar batas dan membahayakan nyawamu atau orang lain, kamu harus mengeksekusinya di tempat, detik itu juga."

***

"Saya harus akui, Rona termasuk anak yang kuat. Dia cepat pulih dari efek samping proses kemoterapi pertama dua minggu lalu. Karena itu, proses kemoterapi kedua bisa dilaksanakan siang ini," kata Dokter Al setelah memberikan dan menjelaskan hasil tes darah dan pemeriksaan terbaru Rona kepada Raya.

"Kemo ini sampai berapa kali ya, Dok?" tanya Raya sembari menatap murung kertas-kertas dengan tabel angka dan istilah yang tidak dia mengerti, namun intinya kondisi Rona belum mengalami banyak kemajuan. "Apa efek sampingnya akan semakin buruk jika terapi semakin banyak dilakukan?"

"Tergantung kondisi tubuh pasien, dan jenis kankernya. Rona mengidap leukemia limfoblastik akut, bersumber dari sumsum tulang belakangnya yang memproduksi terlalu banyak limfosit yang tidak sempurna," jawab Dokter Al. "Ledakan limfosit ini yang disebut kanker, karena menyebabkan sel-sel darah lain tidak dapat diproduksi dan berfungsi secara normal, dan dapat merusak sumsum tulang belakang itu sendiri jika tidak diobati. Kemoterapi dilakukan untuk menghancurkan sel-sel kanker dan mencegah kerusakan sumsum tulang belakang terjadi--untuk waktunya bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun."

Sekujur tubuh Raya terkulai lemas di kursi.

"Tapi Rona akan sembuh, kan, Dok...?" Raya hampir menangis lagi. "Atau ada cara lain agar ia lebih cepat sembuh, selain dengan kemoterapi...?"

"Rona akan sembuh."

Dokter Al menatap Raya lekat dan lembut. Ekspresi wajahnya penuh tekad dan kesungguhan.

"Sembilan puluh persen anak sembuh dari leukemia, asal ditangani dan dirawat dengan tepat. Peluang pulih Rona sangat besar. Saya berjanji, bahwa saya akan menyelamatkan hidup Rona dengan segenap kemampuan saya, apapun yang terjadi. Saya bersumpah akan menjaga dan merawatnya sampai sembuh."

Raya terdiam. Air matanya menetes.

"Terima kasih, Dok..."

Dokter Al tersenyum.

"Kembali kasih, Raya."

Entah mengapa, sesuatu dalam dada Raya bergetar saat menatap mata tulus dan senyum lembut itu.

"Saya yakin kemoterapi beberapa kali saja cukup untuk membersihkan sel kanker di tubuh Rona," kata Dokter Al. "Tetapi kita tetap harus memantau perkembangannya ke depan. Jika ternyata sumsum tulang belakangnya memang bermasalah dan tak bisa pulih seiring bertambahnya usia Rona, maka mau tak mau tindakan transplantasi sumsum tulang belakang dari pendonor yang tepat harus dilakukan untuk menyelamatkan Rona, agar sel kankernya tak muncul lagi ke depannya."

"Kalau itu, saya siap mendonorkan sumsum tulang belakang saya, Dok... saya rela memberikan apa saja agar Rona tetap hidup," kata Raya penuh kesungguhan.

"Soal itu, biasanya donor sumsum tulang belakang dari orangtua tidak akan banyak membantu. Peluang kecocokan dan kesembuhannya hanya 0,5%," tukas Dokter Al pelan.

Raya terperangah. "Apa?"

"Biasanya, transplantasi sumsum tulang belakang dilakukan dengan mengambil donor dari saudara kandung. Peluang kecocokan dan kesembuhannya sangat besar, dan itu sudah terbukti dalam banyak kasus kanker di seluruh dunia."

Rasanya reruntuhan tak kasat mata itu kembali menimpa Raya. Terasa kelam dan lara.

Rona hanya bisa menjalani transplantasi dengan donor sumsum tulang belakang dari saudara kandungnya? Itu artinya, sebagai ibunya, aku harus...

Raya bahkan tak sanggup melanjutkan suara hatinya. Batinnya terguncang berat.

Dokter Al sepertinya memahami kondisi psikis Raya. Ia tetap memandang Raya lembut dan tenang seraya berkata, "Tetapi itu adalah pilihan terakhir. Masih terlalu dini menyimpulkan Rona perlu menjalani transplantasi. Kita masih bisa berupaya Rona sembuh tanpa harus dioperasi sama sekali."

Raya menarik napas dalam-dalam, berusaha keras menguatkan diri.

"Ya, tentu... terima kasih banyak, Dokter Al. Saya berhutang budi banyak pada Anda, sungguh..."

"Tidak perlu merasa begitu," sergah Dokter Al. "Sudah kewajiban saya sebagai dokter di sini untuk menyelamatkan pasien saya. Terus terang, saya sangat menyayangi Rona. Maaf jika saya lancang, tapi saya sudah menganggapnya seperti putri saya sendiri..."

Dokter Al menarik napas dalam-dalam. Sesaat ekspresinya terluka.

"Putri kandung saya meninggal dua tahun lalu. Jujur saya masih sangat berduka... tapi bersama Rona, entah bagaimana, pedih itu rasanya terobati. Saya berjuang menyembuhkan Rona, tapi justru dia yang perlahan menyembuhkan hati saya."

Senyuman lembut kembali terukir di wajah Dokter Al, raut wajahnya sedikit bercahaya.

"Kamu memiliki putri yang luar biasa, Raya. Dia akan sembuh karena kita semua berjuang untuknya. Jangan sedih dan jangan menyerah," kata Dokter Al lembut.

Raya menghapus sisa air matanya, tersenyum dan mengangguk.

"Ya... tentu. Sekali lagi terima kasih, Dokter Al."

"Kembali kasih, Raya."

***

"Kamu akan pergi?"

Raya memandang Samudera saat lelaki itu mengantarnya dan Arum ke kafe Kopi Wayang selepas tengah hari.

"Ya... ada pekerjaan di luar kota. Jadi maaf sementara aku nggak bisa antar jemput kamu atau mendampingi Rona di rumah sakit."

Ekspresi Samudera tampak sangat menyesal. Raya tak bisa menyalahkannya. Samudera punya urusan dan tanggung jawab sendiri dalam hidupnya. Namun entah mengapa, hatinya merasa sedikit kecewa.

"Kapan kamu kembali?"

Samudera menatap Raya. Ia bisa melihat kesenduan di raut wajah cantik perempuan yang dicintainya itu, dan tanpa bisa dicegah, sedikit sinar harapan terbit di relung sunyi hatinya.

Apakah kamu akan merindukanku, Raya...?

"Akan kuusahakan secepatnya," janji Samudera.

"Kamu akan baik-baik aja, kan?"

Entah mengapa, kata-kata itu meluncur dari bibir Raya. Raya sendiri kaget mendengarnya.

Samudera hanya akan pergi bekerja di luar kota beberapa hari. Namun, Raya merasa ada yang bergeliat aneh dan menimbulkan sensasi tak enak di hatinya.

Seperti sebuah firasat.

"Aku akan baik-baik aja," Samudera meyakinkan Raya dengan ekspresi penuh kesungguhan. "Aku janji akan pulang ke sisimu dan Rona dengan selamat. Tolong jaga Rona, dan jaga dirimu baik-baik, selama aku pergi. Aku pasti segera kembali."

Raya terdiam sejenak, sebelum akhirnya mengangguk.

"Hati-hati, ya..."

Samudera tersenyum dan mengangguk. Ia melambai dan dalam sekejap sudah meluncur pergi dengan jeep-nya.

"Mau sampai kapan berdiri di situ? Nggak sekalian aja jual diri jadi pemutar papan iklan buat narik pelanggan?" Riris keluar kafe dan menegur Raya yang masih mematung di pinggir jalan lima menit kemudian.

"Ah... sorry, Ris..."

Riris memandang tajam Raya.

"Lo kenapa galau gitu?"

"Enggak kok... kata siapa galau," Raya berusaha menutupi perasaannya sambil berjalan memasuki kafe.

"Gimana kondisi Rona?"

"Jam sebelas siang tadi Rona menjalani kemoterapi yang kedua. Rona rewel sedikit karena nggak enak badan dan mual. Tapi ada Dokter Al yang menjaganya sekarang, jadi dia bakal baik-baik aja. Nanti malam aku ke rumah sakit lagi, nemenin Rona sampai besok siang."

"Syukurlah... semoga Rona lekas sembuh. Gue yakin bakalan sembuh kalau ditangani dokter sehebat Al atau Sienna," gumam Riris.

Mereka memasuki ruang karyawan. Riris mengambil segelas air dingin untuk melepas dahaga. Raya membuka lokernya untuk mengambil kemben dan jarik sebagai atribut yang wajib dikenakan pegawai kafe Kopi Wayang saat 'menjual diri'.

"Oh ya, bukannya tadi lo diantar Sam? Mana dia?" Riris meletakkan gelasnya yang sudah kosong sambil memandangi Raya.

"Udah pergi. Katanya ada urusan kerjaan," sahut Raya pelan.

"Sopan bener nggak nyapa atau pamit gue," decak Riris kesal. "Segitunya diburu kerjaan apa gimana? Dia bilang ada kerjaan apa?"

Raya memandang Riris bingung.

"Sam bilang ada kerjaan di luar kota. Paling manggung, kan..."

"Yakin lo dia nyanyi? Di acara apa? Atau jangan-jangan dia lagi ada misi?" cecar Riris dengan tatapan tajam.

Raya berhenti melangkah menuju bilik ganti. Ia berputar dan memandang Riris dengan wajah pucat.

"Misi...?"

"Lo lupa? Dia juga Satria Garuda. Agen Rahasia dan Detektif Swasta dari Agensi Intelijen Swasta Garuda."

Raya paham sekarang, mengapa ia merasakan firasat aneh dan tak mengenakkan batin saat melepas kepergian Samudera.

Secepat kilat Raya merogoh HP di saku celana jeans-nya, dan menghubungi nomor Samudera.

"Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi..."

...***...

1
zin
5 iklan buat kak rona 🧡
zin
pake segala batre abis 😭
zin
SAT 😭
zin
malu nih yeeei
zin
/Curse//Curse//Curse//Curse/
zin
bisa2nya nyeker 🤭
zin
memang jahara kau alvaro🤔
zin
tembak aja lgsung bu 😭
zin
pilih lu aja yg mati
zin
Sam di jebak
zin
uh!!!
zin
lagi gabut aja itu alvaro
LapCuk
Ceritanya bener-bener keren ♥️
LapCuk
& Samudera menepati janjinya untuk kembali 😍
LapCuk
Kenapa gak diterjunkan ke jurang aja tuh mobil, sekaligus ma Renatta nya.
LapCuk
Kebalik ini mah... Seharusnya laki-laki yang berbicara seperti ini 😆
LapCuk
Seumur hidup pasti samudera tetep merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri yang menyebabkan sang ibu tiada.
Elisabeth Ratna Susanti
like plus 🌹
Zhu Yun
Ini orang maunya apa sih ya 😎 suka membawa harapan palsu 😝
Rona Risa: maunya ditimpuk /Hammer/
total 1 replies
Zhu Yun
Sambara nya aja yg labil, datang tak dijemput pulang tak diantar 🤭😆
Rona Risa: jelangkung dong 🤣🤣🤣
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!