Liliana, gadis biasa yang sebelumnya hidup sederhana, dalam semalam hidupnya berubah drastis. Ayahnya jatuh sakit, hutang yang ia kira sudah selesai itu tiba-tiba menggunung. Hingga ia terpaksa menikah i Lucien Dravenhart , seorang CEO yang terkenal dingin, dan misterius—pria yang bahkan belum pernah ia temui sebelumnya.
Pernikahan ini hanyalah kontrak selama satu tahun. Tidak ada cinta. Hanya perjanjian bisnis.
Namun, saat Liliana mulai memasuki dunia Lucien, ia perlahan menyadari bahwa pria itu menyimpan rahasia besar. Dan lebih mengejutkan lagi, Liliana ternyata bukan satu-satunya "pengantin kontrak" yang pernah dimilikinya…
Akankah cinta tumbuh di antara mereka, atau justru luka lama kembali menghancurkan segalanya?
Cerita ini hanyalah karya fiksi dari author, bijaklah dalam memilih kalimat dan bacaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon boospie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35 Pelatihan detak jantung
Derap langkah kaki di basement menggema ke seluruh sudut ruangan luas tapi sunyi itu. Dua sosok berjalan beriringan, punggung mereka tegap, seolah jalur diantara deretan mobil itu bagai karpet merah yang tergelar dengan rapi.
Fajar masih tampak malu-malu di atas langit, namun pria yang duduk dikursi kemudi bergegas memacu kuda besinya keluar dari basement. Didampingi sosok perempuan dengan rambut kuncir kuda, serta dalam balutan serba hitam, kaos dan celana kargo.
Pakaian warna senada juga membungkus rapat tubuh Lucien, kaos berbahan katun yang pas dengan tubuh itu sedikit menonjolkan otot lengannya. Sejenak tampilan Lucien itu membuat gadis di sebelahnya tak kuasa menahan diri untuk tidak mencuri pandang dari ekor matanya.
Lucien mengukir senyuman tipis dibibirnya, "Sepertinya lenganku lebih menarik dari wajahku ya?"
Gadis itu mengerjap beberapa kali sebelum menjadi, "Selain terlihat tak tersentuh kau juga memiliki sisi yang narsistik ya?"
Lucien terkekeh, ia menggeleng pelan tanpa berucap.
Perasaan aneh menyusup perlahan dalam hati Liliana, tatapannya terpaku pada jalanan di depannya. Ia merasa bingung atas sikap Lucien yang berubah dalam kurun waktu sehari bahkan beberapa jam.
Gadis itu sebelumnya tidak berharap sikap Lucien akan berubah begitu cepat, drastis?
Pdkt? Oh No! Liliana menggeleng pelan, berusaha menepis pikiran yang hanya terbesit itu. Gadis itu hanya terpikir untuk dekat just a friend dengan Lucien, meskipun ia tidak menangkis fakta dirinya sempat mengagumi Lucien. Namun, mengingat kontrak yang masih mengikat tubuh keduanya, rasanya tidak pantas untuk gadis itu menaruh perasaan terhadap Lucien. Pria dengan segala kesempurnaannya.
Ia menoleh kearah Lucien, "Bagaimana jika aku menjatuhkan perasaannya padanya?" ucapnya dalam hati.
"Hari ini aku akan membawamu ke shooting range, lapangan tembak. Satu yang menjaga dirimu dilingkungan seperti ini." Lucien memecah keheningan didalam mobil.
Gadis itu mengeryit, "Tapi bukankah senjata api dilarang?"
"Bocah—" Lucien menyentuh singkat puncak hidung bangir Liliana dengan telunjuknya, "Kau pintar tapi tak cukup cocok untuk dunia seperti ini."
Gadis itu menyentuh ujung hidungnya, sentuhan singkat itu membekas beberapa menit di bayangannya.
"Senjata itu memang dilarang untuk warga sipil umum, tapi khusus aku boleh." Lucien masih terfokus pada jalanan sembari membalasnya.
Ia menoleh kearah Liliana yang juga menatap kearahnya, tatapan tanpa ekspresi, "Dunia bisnis sangat kotor, Liliana. Mungkin masih ada beberapa yang berusaha mempertahankan bisnis yang bersih—" Lucien berhenti sejenak.
"Tapi sangat jarang, dan beberapa juga akan tergeser kecuali—Lucien." Akhir kata dengan sebuah nada kesombongan didalamnya, Lucien menaikkan salah satu alisnya usai berkata.
Sementara Liliana hanya manggut-manggut mendengarnya.
...~• suddenly become a bride •~...
Bang!
Satu peluru meluncur dalam hitungan detik tepat disebelah titik pusat. Getaran yang semula halus digenggamnya terasa lebih kuat usai suara hantaman itu menggema. Posisi tangan yang lurus dengan senjata api kecil digenggaman itu perlahan mundur.
Rasa takut waktu kejadian itu masih terlintas dipikirannya, manik matanya bergetar seolah ingin mengeluarkan bulir air.
Sentuhan lembut terasa membungkus kedua tangan Liliana, lamunannya buyar seketika. Tatapannya bergerak naik, menatap sisi wajah Lucien dari bawah, "Coba lagi—"
Bukan lagi suara berat yang terdengar datar, melainkan suara hangat yang begitu tenang mengalun ditelinga Liliana. Suara yang mampu memberikan getaran aneh dalam perut gadis itu.
Lucien menarik pelan tangan Liliana agar menghadap kearahnya penuh, tatapannya saling mengunci satu sama lain, "Liliana, aku tahu kamu gadis kuat. Kau ingat? Tempat tinggal kamu dulu disekitar kawasan pembangunan mall, pasti suara bising itu tidak asing lagi untuk mu."
Kepekaan pria itu cukup tinggi, apalagi hanya melihat gerak-gerik halus dari lawannya.
Ia tersenyum sembari mengedikkan bahu, "Anggap saja suara tembakan itu suara bising."
Lucien sadar, dia sangat sadar dengan segala ucapan yang keluar. Tidak lagi menampik fakta bahwa gadis itu terus berputar dalam pikirannya, bahkan disaat ia yang mendekati Liliana lebih dulu, detak jantungnya semakin cepat.
Dia hanyalah seorang pria yang sudah lama mengurung perasaannya sendiri, selama enam tahun lamanya. Sikap dingin itu semata-mata hanya tameng agar ia tidak lagi memberikan atau mendapatkan sebuah cinta.
Nasihat Grack malam itu sangat berdampak besar terhadap dirinya, hingga membuatnya perlahan menunjukkan sisi hangatnya.
"Aku harap kamu bisa menahan rasa takut itu, membaliknya untuk keberanian dirimu sendiri," tutur nya.
"Lagipula tujuan kita berlatih ini bukan untuk membunuh, hanya sebagai balasan bagi orang-orang yang pantas mendapatkannya,"
"Ternyata kau bisa jadi penasihat juga ya?" celetuk Liliana dengan mengulas senyum, memperlihatkan satu gingsul kecilnya yang terlihat lucu.
Lucien tersenyum, "I can be anything!"
Liliana seperti mendapat kembali kekuatan yang tersembunyi, kilatan semangat tampak menyala dari matanya yang semula sendu. Dibawah arahan Lucien, sebagai pelatihnya kali ini, tangannya mengangkat pistol yang sejajar dengan pandangannya.
Napasnya tertahan sejenak—jari telunjuknya menyentuh pelatuk. Hening, Lucien mengamati gerakan gadis itu dengan penuh ketajaman serta ketelitian.
"Dalam satu tarikan napas, lalu lepaskan." Suaranya terdengar menenangkan sekaligus memberi dorongan.
Liliana menggangguk pelan, ia menuruti. Perlahan ia memejamkan mata sejenak, menstabilkan emosi yang sempat terganggu dalam tembakan sebelumnya.
Bang!
Suara tembakan memecah kesunyian, timah panas itu meluncur cepat, menembus udara dengan segala keraguannya.
Lucien menoleh kearah target, "That's perfect!"
Liliana terkejut, kestabilan emosinya ternyata berpengaruh dalam hasilnya, ia mendapatkan tembakan sempurna dalam percobaan keduanya. Senyumannya terukir lebar dibibirnya.
Lucien menurunkan sedikit tubuhnya agar sejajar dengan wajah Liliana, dengan perlahan mendekatkan wajahnya, hanya berjarak beberapa centi ia berucap, "Kau perlu mentraktir pelatih ekslusif mu ini—" Menghentikan ucapannya sengaja, untuk menatap wajah indah itu, lalu berbisik lembut, "Liliana."
Rona kemerahan mulai melapisi kedua telinga Liliana, gadis itu terpaku melihat wajah Lucien begitu dekat. Bahkan hembusan napasnya terasa menyentuh kulit-kulit dipipinya, tubuhnya perlahan bergerak mundur tapi tidak dengan jantungnya yang berdetak semakin cepat.
Jika suara detak jantung itu terdengar hingga telinga manusia lain tanpa bantuan alat, sepertinya kedua pasangan itu akan saling beradu suara detak jantung yang sangat cepat.
Bukan pelatihan tembak, melainkan detak jantung!
"Lucu," gumam Lucien sangat pelan saat melihat telinga Liliana yang memerah. Dengan perlahan menjauhkan tubuhnya tadi Liliana.
"Istirahat sebentar, aku keluar dulu," ucap Lucien yang kemudian bergerak keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Liliana yang masih sibuk dengan jantungnya.
"Apa? Lucu dia bilang?" gumamnya. Liliana menggeleng keras lalu memukul dahinya pelan usai mendengar gumaman halus dari bibir Lucien. Berusaha menetralkan jantungnya, ia berulang kali tarik kemudian menghembuskan napas.
Begitu sudah lebih baik, ia keluar dari ruangan itu, betapa terkejutnya ia saat mendapati Kim berdiri didepannya sedang berbincang dengan Lucien?.
"Wah! Sepertinya pasutri ini mulai sering bersama ya?" celetuk Kim saat melihat Liliana yang baru keluar dari ruangan yang sama dengan Lucien.
"Hai, Kim! Lagi apa disini? Latihan juga kah?" sapa Liliana.
Kim tampak memutar bola mata malas, "Bukankah seragamku sama dengan petugas dibagian depan? Itu artinya aku bekerja disini, Ana~"