RINJANI (Cinta sejati yang menemukannya)
jani seorang gadis yang terlahir dari keluarga yang berantakan, dirinya berubah menjadi sosok pendiam. berbanding terbalik dari sikap aslinya yang ceria dan penuh tawa.
hingga jani bertemu dengan seorang pria yang merubah hidupnya, jani di perkenalkan dengan dunia yang sama sekali belum pernah jani ketahui,jani juga menjalin sebuah hubungan yang sangat toxic dengan pria itu.
Dapatkah Jani terlepas dari hubungan toxic yang dia jalani? atau Jani akan selamanya terjebak dalam hubungan toxic nya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AUTHORSESAD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEMBALI TERINGAT
Giselle nampak sedang duduk di sofa dengan wajah tertunduk, di hadapannya terlihat Andy yang duduk bersandar pada sandaran sofa dengan tubuh lemah, dirinya tidak lagi mampu berbicara apapun setelah putri Satu-satunya yang dia banggakan, mengatakan jika dirinya sedang hamil.
Sedangkan Vivian dia hanya terdiam menatap kosong ke arah Giselle, dirinya merasa gagal menjadi seorang ibu. Bahkan..... dirinya merasa jika ini adalah karmanya yang sering bermain dengan pria lain.
"Maafin Giselle Dad..... " Suaranya lirih dan bergetar. "Maaf" Hanya kata itu yang di ucapkan Giselle berulang-ulang.
"Kamu tau apa yang sudah kamu lakukan!!!! Kamu bikin malu keluarga saha Giselle!!!!! " Vivian berteriak dengan emosi yang meledak.
Giselle hanya diam dengan wajah yang tertunduk, Jari-jarinya saling bertaut saat ini Giselle sedang takut dan malu, takut karena Daddy nya yang hanya diam, dan malu.... karena dia hamil di luar nikah. Bagaimana dengan nama baik ayahnya.
"Giselle minta maaf" Ucap Giselle kembali dengan mata yang terus meneteskan air mata, bahkan matanya sudah sangat sembab.
"Maaf!!!! Kamu sudah melemparkan kotoran ke wajah orang tua kamu Giselle" Vivian terus berteriak pada Giselle "Dan.... kamu pikir dengan kamu minta maaf rasa malu kami akan hilang?!" Vivian berdiri dan berjalan mondar-mandir, tangannya memijit keningnya yang tiba-tiba pening.
"Daddy mau ketemu sama ayah dari janin yang kamu kandung" Andy yang sedari tadi diam kini buka suara.
Giselle mengangkat wajahnya saat mendengar suara Daddy nya, meski terdengar lirih, tapi itu sudah cukup bagi Giselle.
"Mas!!!! Kenapa kamu nggak marah sama Giselle?! dia sudah buat malu keluarga mas" Vivian menatap Andy dengan sorot mata marah.
"Cukup Vi...... " Andy berdiri dan membalas tatapan Vivian tak kalah marah.
"Jangan bicara tentang membuat malu keluarga, jika kamu sendiri saja masih melakukan hal yang sama, yang membuat malu. Bahkan..... terhadap suamimu sendiri" Mata Andy memerah menahan air mata yang sudah membendung.
Vivian terdiam mendengar ucapan Andy, sungguh dia tidak menyangka jika Andy tau apa yang di lakukan nya di belakang Andy, bahkan selama ini Andy seakan menutup mata dan telinga dengan kelakuan istrinya.
"Giselle—kamu masuk kamar, istirahat" Andy tersenyum menatap putri Satu-satunya yang nampak takut.
Tanpa berkata apapun, Giselle langsung naik dan masuk ke dalam kamar. Sepeninggal Giselle kini hanya ada Andy dan Vivian yang masih berdiri mematung di tempat. Andy menarik nafasnya dalam, lalu dengan langkah lemas Andy pergi meninggalkan Vivian yang masih berdiri mematung.
━━━━━━♡♥♡━━━━━━
Nidal menatap Rinjani yang semakin bergetar, saat melihat sosok Ezra yang berdiri di hadapannya. Iya..... orang yang memanggilnya Rinjani adalah Ezra, dan.... Rinjani masih belum siap melihat wajah Ezra yang sudah melakukan hal buruk padanya.
"Jani–" Panggil Ezra dengan sedikit mendekat pada Rinjani.
Namun dengan cepat Rinjani berdiri, bahkan diri nya hampir terjatuh saking panik dan takut melihat Ezra.
"Jani.... tunggu" Ezra menahan pergelangan tangan Rinjani.
"Lepas" Rinjani menghempas tangan Ezra kasar.
Sungguh saat ini Rinjani sangat takut dengan Ezra, apalagi kejadian di mana Ezra melecehkan dirinya masih tergambar jelas dalam ingatan Rinjani.
"Jani.... please, dengerin aku dulu" Ucap Ezra dengan suara memohon.
Rinjani hanya menundukkan wajahnya, Jani tak mau melihat wajah Ezra sama sekali, tangannya terkepal di samping dengan keringat mengucur di wajahnya.
"Jan... " Ezra berusaha meraih tangan Rinjani.
Namun.... Nidal langsung berdiri di hadapan Ezra, Nidal seperti sedang menjadi benteng untuk melindungi Rinjani. Nidal tau jika Rinjani sangat ketakutan dengan adanya Ezra, entah apa alasannya. Tapi.....yang jelas dalam hati dan pikirannya Nidal harus melindungi Rinjani dari Ezra.
"Lo nggak denger dia ngomong apa?" Ucap Nidal datar dengan sorot mata tajam.
"Gue nggak ada urusan sama lo" Ezra mengacuhkan Nidal dan kembali fokus dengan Jani yang masih berdiri di belakang Nidal.
Ezra menarik tangan Jani, namun.... di tahan oleh Nidal, mata Nidal bertemu dengan mata Ezra, mereka saling memberikan tatapan tidak suka dan tajam menusuk.
"Lepasin" Nidal menatap semakin tajam pada Ezra.
"Gue nggak tau lo siapa, tapi.... yang harusnya lepasin tangan Jani itu lo" Suara Ezra berubah serak dan sedikit meninggi.
Nidal terdiam, namun tangannya masih menahan tangan Jani. Jani sendiri hanya bisa terdiam, bahkan kini yang ada dalam pikiran nya hanyalah Erlan. Jani ingin Erlan ada di sini sekarang, Jani merasa sangat takut.
Ingin rasanya Jani berlari, namun.... kakinya serasa di bebani berat ribuan kilo,lidahnya kelu hingga dia hanya bisa diam.... dan diam.
"Jani.... please, gue perlu ngomong sama lo, gue tau gue salah" Ucap Ezra memohon.
"Kasih gue waktu buat ngomong sama lo"
"L-lepas.... please lepasin tangan gue" Pintar Rinjani dengan sura lirih.
Bahkan suaranya nyaris terdengar bergetar, tubuh Jani mulai terasa dingin, itu dapat Nidal rasakan. Nidal sedikit menoleh ke pada Jani dan benar saat ini wajah Rinjani sudah pucat dengan keringat yang terus mengucur membasahi wajahnya.
Nidal menepis tangan Ezra dan membawa Rinjani pergi menjauh dari Ezra, Ezra merasa tidak terima dengan apa yang di lakukan oleh Nidal padanya.
Tanpa aba-aba Ezra langsung menendang punggung Nidal hingga membuat dia jatuh tersungkur, begitu juga dengan Rinjani yang ikut jatuh, karena tangannya yang sedang di gandeng oleh Nidal.
Dengan wajah yang sudah emosi, Ezra menarik Hoodie Nidal dan langsung memberikan tinju pada wajahnya, tak mau kalah Nidal juga ikut memberikan tinju pada Ezra, hingga akhirnya mereka berdua saling hajar dan saling tendang.
Sedangkan Rinjani, dia semakin takut melihat keributan yang di lakukan oleh Ezra dan juga Nidal, Rinjani duduk di atas rumput dengan kaki yang menekuk, wajahnya pucat dengan tubuh yang bergetar.
Bugh....... Bugh..... Bug.....
Kedua manusia yang sedang tersulut emosi dan sama-sama tak ingin mengalah, terus memukul satu sama lain. Bahkan mereka kini menjadi pusat perhatian orang-orang, dan..... tanpa ingin ikut campur mereka bahkan tidak ingin memisahkan.
Hingga nampak sebuah mobil Jeep Rubicon warna putih yang sedang melintas di sana berhenti, orang yang berada di balik kemudian langsung melihat ke arah keributan, dengan gerakan tenang namun cepat orang itu turun dan berjalan dengan langkah lebar menuju arah keributan.
Yang pertama kali dia tuju adalah Rinjani, dia menarik tangan Rinjani dan membawanya ke mobil, Rinjani hanya ikut saja dengan apa yang sedang di lakukan oleh pria yang tak lain adalah Damar.
"Lo tunggu di sini" Damar mengambil sebotol air mineral dari dalam kantong kresek dengan logo lebah lucu. "Lo minum, biar lo sedikit tenang. Gue mau urus mereka dulu" Damar membukakan tutup botol yang masih tersegel.
Setelah memastikan jika Rinjani bisa dia tinggal, Damar langsung kembali menuju ke taman di mana Ezra dan Nidal masih saling memukul.
"Udah!!!!!! Stop!!!!!!" Damar menarik kuat tubuh Ezra.
Ezra masih sedikit memberontak saat di tahan oleh Damar, dia tidak suka dengan apa yang di lakukan Nidal padanya.
"Jadi dia bagian dari anggota lo" Nidal menatap Damar dengan tangan yang mengusap bibirnya.
Damar tetap berdiri tenang sambil terus memegangi Ezra yang siap menghajar Nidal kembali.
"Nggak usah banyak BACOT lo!!!" Ezra menatap Nidal dengan penuh emosi.
"Udah lo juga diem" Damar terus menahan bahu Ezra.
Nidal tersenyum miring, menatap kedua petinggi BLACK HUNTER yang kini ada di hadapannya.
"Mending lo cabut" Ucap Damar tenang, namun sarat akan perintah.
Nidal meludah ke samping sebelum akhirnya pergi meninggalkan Damar dan juga Ezra. Nidal bukan takut dia hanya ingin membuat strategi yang matang untuk menyerang geng motor yang sudah menjadi musuh bebuyutan dari geng motornya.