Valerie memutuskan pulang ke Indonesia setelah dikhianati sang kekasih—Kelvin Harrison. Demi melampiaskan luka hatinya, Vale menikah dengan tuan muda lumpuh yang kaya raya—Sirius Brox.
Namun, siapa sangka, ternyata Riu adalah paman terkecilnya Kelvin. Vale pun kembali dihadapkan dengan sosok mantan, juga dihadapkan dengan rumitnya rahasia keluarga Brox.
Perlahan, Vale tahu siapa sebenarnya Riu. Namun, tak lantas membuat dia menyesal menikah dengan lelaki itu, malah dengan sepenuh hati memasrahkan cinta yang menggebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengkhianatan Untuk Pengkhianat
Suasana di kantor polisi sangat tegang kala itu. Annisa dan Camelia masih diam membisu, tak mau mengakui kesalahan yang ia perbuat. Padahal, Jordi sudah bersaksi atas semuanya. Mulai dari pertama kali Annisa mengutarakan rencana, sampai terealisasikan, semua dijelaskan secara gamblang.
Pada akhirnya, diamnya Annisa dan Camelia juga tak ada artinya. Mereka tetap dinyatakan bersalah dan hukuman akan diproses sebagaimana mestinya. Bukan mereka saja, melainkan juga Delon, Farhan, Vir, Theo, dan juga lima orang suruhan lainnya yang ikut terlibat. Masing-masing akan dijatuhi sanksi yang berbeda, tergantung sedikit banyaknya peran yang mereka ambil.
Jason tak bisa berkutik ketika mereka sudah dinyatakan bersalah dan harus ditahan. Mau tidak mau dia harus merelakan dua anak kesayangannya mendekam di bui dalam waktu yang lama.
Sementara Riu, cukup puas dengan hasil tersebut. Ketidakadilan yang pernah dirasakan ibunya, kini terbayar lunas, berikut dengan ketidakadilan atas dirinya. Sebelum meninggalkan tempat itu, dia terlebih dahulu menemui Jordi. Seseorang yang dulunya menjadi orang kepercayaan Dilara, lantas menjadi tangan kanan Jason, lalu menjadi pengikut Annisa, dan terakhir ... menjadi pengikutnya.
"Tuan Riu." Jordi menunduk hormat, sekaligus bernapas lega.
Sebelum dia setuju untuk bersaksi atas kejahatan yang dilakukan Annisa dan yang lain, Riu telah menjanjikan banyak hal. Mulai dari uang sampai jaminan bebas. Uang telah dia nikmati sejak beberapa waktu yang lalu, sedangkan jaminan bebas, ia yakin bisa didapatkan dalam waktu dekat.
"Kerja bagus. Kamu bersaksi dengan jujur, tanpa menyembunyikan apa pun," ujar Riu.
"Tentu tidak, Tuan. Saya tak mungkin mengkhianati Anda." Soal menjilat, Jordi memang ahlinya. Tak heran dia mendapat kepercayaan dari banyak orang, dan memanfaatkan itu demi kepentingan pribadi. Mana yang lebih menguntungkan, dialah yang dianggap majikan.
Riu menanggapi hal itu hanya dengan anggukan pelan. Dia sudah hafal seperti apa Jordi. Jadi, tidak akan terkecoh dengan mulut manis pria itu.
"Jadi ... kapan Tuan akan membebaskan saya?" tanya Jordi tanpa malu.
"Membebaskan?" Riu tersenyum miring. "Memangnya pantas? Bukankah tempat ini yang paling layak untukmu?" lanjutnya.
Jordi tersentak. Kepalanya yang menunduk, mendongak seketika. Dengan amarah yang tertahan, dia menatap Riu dengan lekat.
"Apa maksud Anda, Tuan?" tanyanya, berusaha tenang meski dalam hati bergejolak tak karuan.
"Kamu juga terlibat dalam hal ini. Menurutmu apa aku bodoh, jadi membiarkanmu bebas begitu saja?" jawab Riu dengan santainya.
Mata Jordi membelalak, seiring dada yang naik turun karena napas yang memburu.
"Kamu akan menerima hukuman yang setimpal, sama seperti mereka yang terlibat. Jadi, jangan lagi bermimpi tinggi. Dalam beberapa tahun ke depan, kamu tidak akan keluar dari sini," lanjut Riu.
"Anda tidak boleh melakukan itu, Tuan. Anda sudah berjanji akan membebaskan saya jika berani bersaksi atas kejahatan mereka. Saya juga berjanji akan selalu setia kepada Anda. Jadi, mana bisa Anda membiarkan saya terkurung di sini," protes Jordi. Dia mulai kalang kabut karena sepertinya telah masuk dalam jebakan Riu.
"Jangan bicara soal janji dan kesetiaan, kamu tidak punya keduanya. Karena jika punya, kamu tidak akan mengkhianati Mama Dilara. Sebagai orang kepercayaan, seharusnya kamu bisa menjaga harta milik Mama. Bukan malah membiarkan Papa menguasai semuanya dan kamu ikut menyembunyikannya dariku. Jika kamu punya setia, tidak mungkin berpihak pada Annisa untuk mencelakaiku. Jordi ... orang sepertimu selamanya hanya akan menjadi penjilat dan pengkhianat. Dan aku ... sangat anti dengan orang sepertimu." Suara Riu terdengar dingin, selaras dengan tatapannya yang tajam.
"Kamu mengkhianatiku?" geram Jordi. Tak lagi menyebut kata 'anda' karena saking marahnya.
"Untuk membalas pengkhianat sepertimu, apa lagi yang lebih pantas selain pengkhianatan?" Riu menaikkan kedua alisnya.
"Kamu___"
"Aku sengaja mengambil keuntungan darimu, sebelum kamu yang mengambil keuntungan dariku. Karena biasanya kamu seperti itu, kan?" potong Riu.
Jordi hanya bisa mengepal, tanpa bisa berkata-kata. Ternyata Riu tidak sebodoh yang ia kira. Dia berbeda dengan Jason ataupun Annisa, yang begitu mudah dibujuk oleh janji-janji manis. Riu sangat cerdik dan licik, sampai dirinya yang licik pun tak bisa membaca sikap Riu.
"Bagaimana Bapak Jordi yang terhormat, apakah ini sesuai dengan ekspetasi Anda?" Riu sengaja tersenyum lebar, guna mempermalukan orang di hadapannya.
"Pergi kamu dari sini! Dasar pria lumpuh!"
Riu tersenyum, "Tentu saja aku pergi, aku kan bukan tahanan. Dan ... bersyukurlah dengan kelumpuhanka, karena lumpuh saja aku bisa mengantarmu ke penjara. Bayangkan jika kakiku normal, mungkin sudah mengantarmu ke alam baka."
Jordi membuang muka. Marah dan benci karena dipermainkan orang yang jauh lebih muda darinya.
Meski anaknya, tetapi Riu berbanding terbalik dengan Dilara. Dulu, Dilara bisa disebut bodoh. Perempuan muda dan masih perawan, mau-maunya dijadikan istri kedua oleh lelaki yang jauh lebih miskin darinya. Padahal, di sisi lain banyak lelaki muda dan kaya raya yang siap mempersuntingnya.
"Selamat tinggal, Bapak Jordi. Semoga bahagia di tempat barumu ini," ujar Riu sebelum Baron mendorong kursi rodanya dan pergi dari sana.
Setibanya di tempat parkir, Riu dan Baron bertemu dengan Kelvin. Lelaki itu berjalan menghampiri dengan wajah yang meradang.
"Apa yang kau lakukan pada orang tuaku?" Tidak ada keramahan dalam pertanyannya, malah intonasinya tinggi dan penuh emosi.
"Yang mereka dapat setimpal dengan apa yang mereka perbuat," jawab Riu dengan santai.
"Tidak mungkin! Ini pasti hanya akal-akalanmu saja. Kamu sengaja memfitnah mereka demi kepentingan pribadimu. Iya, kan?" bentak Kelvin.
"Terserah kamu mau bicara apa. Karena kepercayaanmu juga tidak penting bagiku."
"Kau lihat saja nanti. Aku akan mengambil semuanya darimu!" kata Kelvin. Dalam hal ini, bukan sekadar harta yang ia maksud.
Riu paham ke mana arah pembicaraan Kelvin. Apa lagi kalau buka Vale, sang istri yang akan ia kejar cintanya.
"Jangan terlalu berharap, dari pada sakit hati nantinya. Karena apa yang sudah kamu lepas, tidak akan pernah kembali."
"Omong kosong!" Usai menyahut demikian, Kelvin langsung pergi meninggalkan Riu. Pikirnya, tidak mungkin Vale terus bertahan dengan pamannya itu karena cacat permanen. Selagi wanitanya normal, tidak mungkin tahan, kan?
Riu hanya tersenyum miring. Tidak masalah meski direndahkan. Baginya, biar waktu saja yang menunjukkan betapa tingginya dia.
"Kita kembali ke kantor atau langsung pulang, Tuan?" tanya Baron.
"Ke kantor sebentar."
"Baik, Tuan."
Baron dengan patuh membantu Riu naik ke dalam mobil.
Namun, belum sempat ia melakukannya, seseorang datang dari belakang dan memanggil dengan lantang.
"Paman!"
Riu menoleh dan mendapati Sander sudah berdiri di sana. Tatapannya sulit diartikan. Jauh berbeda dengan tatapannya beberapa hari lalu.
Bersambung...