Cinta Terakhir Gus Hamzah

Fatimah yang mengantuk itu pun memilih untuk tidur di kamar suaminya yang ada di sana.

"Gus, aku ijin tidur siang di kamar ya," ucapnya pada sang suami.

"Iya. Kamu kalau mau tidur, tidur saja, tidak perlu meminta ijin segala," ujar Gus Hamzah.

"Ya udah, aku ke kamar. Jika Gus butuh sesuatu, bangunkan aku saja," ucap Fatimah.

"Iya."

Fatimah pun pergi ke ruangan yang dimana ruangan itu adalah kamar suaminya.

Saat ia masuk kedalam, ia dapat melihat sebuah foto yang tergeletak di atas nakas disamping tempat tidur.

Didalam foto itu terdapat suaminya dengan seorang wanita yang tengah hamil itu.

Di sana, Fatimah dapat melihat, keduanya tampak bahagia, dapat dilihat dari raut wajah keduanya, apalagi keduanya pun nampak tersenyum manis ke arah kamera, dengan Gus Hamzah yang memeluk wanita itu dari belakang seraya memegang perut buncit wanita itu.

Fatimah yakin, wanita itu adalah istri pertama suaminya.

Bukan hanya foto di atas nakas saja, saa Fatimah berbalik, ia melihat sebuah bingkai foto berukuran sedang yang menggantung di atas dinding.

Didalam foto itu, terdapat potret antara Gus Hamzah dan juga almarhumah istri pertamanya, foto itu diambil ketika pernikahan Gus Hamzah dan juga almarhumah istri pertamanya.

Ada sedikit rasa sesak di dada Fatimah saat melihat foto suaminya bersama istri pertama suaminya itu, yang masih disimpan di sana.

Fatimah pun mencoba tegar, ia sadar bahwa ia menikah dengan suaminya itu atas perjodohan, dan ia pun sendiri tau, bahwa suaminya itu masih menyimpan nama almarhumah istri pertamanya itu di hatinya.

Fatimah pun menghela napasnya dengan kasar, ia pun mulai merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang ada di sana.

Saat Fatimah mulai merebahkan tubuhnya, Fatimah yakin, kamar itu sudah lama tidak ditempati, terbukti dari bau ruangannya.

Tapi meski begitu, ruangan itu tetap bersih dan rapi.

Tak lama, Fatimah pun mulai memejamkan matanya, dan ia pun mulai tertidur.

Jika saat ini Fatimah tengah tidur siang di kamar pribadi Gus Hamzah yang ada di ruangan itu, maka lain halnya dengan Gus Hamzah yang masih berkutat dengan laptopnya.

Tepat pukul tiga sore, barulah, Gus Hamzah selesai mengerjakan pekerjaannya.

Gus Hamzah pun menutup laptopnya, dan ia pun merenggangkan otot tubuhnya lebih dulu.

Setelah itu, Gus Hamzah pun beranjak dari duduknya, dan ia pun mulai menemui istrinya itu yang masih tidur siang itu.

Saat Gus Hamzah membuka pintu kamar pribadi nya, ia melihat istrinya itu tengah meringkuk di bawah selimut.

Gus Hamzah pun tersenyum tipis, tapi senyumnya pun hilang, tatkala ia melihat foto dirinya bersama almarhumah istrinya yang ada di atas nakas.

Gus Hamzah pun melangkahkan kakinya, dan ia pun menghala napasnya saat mengambil foto itu.

Ia yakin istrinya itu pasti sudah melihat foto dirinya bersama almarhumah istri pertamanya.

Sungguh ia tidak bermaksud untuk membuat istrinya itu cemburu atau apa, ia benar-benar lupa masih menyimpan foto itu di kamar pribadi nya yang ada di cafe nya.

Gus Hamzah pun mengambil bingkai foto yang tergantung di atas dinding, dan ia pun segera menyimpan foto-foto kenangan ia bersama almarhumah istrinya di dalam kardus berukuran sedang.

Setelah itu, Gus Hamzah pun menyimpan kardus yang berisi foto itu diatas lemari pakaian yang ada di ruangan itu.

Seharusnya memang dia menyimpan semua kenang-kenangan antara dirinya dan juga almarhumah istrinya, lantaran memang mereka sudah tidak bisa lagi bersama-sama untuk selamanya.

Apalagi saat ini Gus Hamzah sudah memiliki seorang istri lagi, yang mana ia pun harus bertanggung jawab penuh atas istrinya.

Gus Hamzah pun duduk disisi tempat tidur, dan didekat istrinya itu.

Ditatap lekat-lekat wajah teduh istrinya, bulu mata yang lentik, hidung yang mancung, dan kulit yang bersih.

"Fatimah," ucap Gus Hamzah membangunkan istrinya dengan mengelus pipi istrinya itu.

Tak lama Fatimah pun mulai menggeliatkan tubuhnya, dan ia pun perlahan membuka matanya.

Saat Fatimah membuka matanya, ia melihat wajah suaminya yang teduh namun memiliki rahang yang tegas, bulu mata yang lentik, sorot mata yang teduh, namun bisa juga tajam, dan alis yang tebal.

"Gus," ucap Fatimah dengan suara serak khas orang bangun.

"Gimana tidurnya?" tanya Gus Hamzah.

"Alhamdulillah, tidur ku nyenyak," jawabnya.

"Kalau begitu, mari kita pulang ke apartemen," ucap Gus Hamzah.

"Memangnya Gus Hamzah sudah menyelesaikan pekerjaan Gus Hamzah?" tanya Fatimah, yang masih rebahan itu.

"Sudah," jawab Gus Hamzah.

Fatimah pun memposisikan tubuhnya untuk duduk.

"Mau pulang sekarang atau kamu memang mau kita menginap disini?" tanya Gus Hamzah lagi.

"Tentu saja pulang ke apartemen, untuk apa tinggal disini," jawab Fatimah, seraya membenarkan hijab nya.

"Yasudah kalau begitu ayo."

"Hm."

Mereka berdua pun keluar dari kamar itu dan mulai pergi dari cafe itu.

...***...

Jangan lupa, like, komen, vote, subscribe beri hadiah berupa bunga mawar (🌹) dan juga kopi (☕), serta beri bintang lima jika kalian suka cerita "Cinta Terakhir Gus Hamzah."

Mohon maaf jika banyak typo yang bertebaran🙏😆