NovelToon NovelToon
Remuk Hati, Bidadari Papah!

Remuk Hati, Bidadari Papah!

Status: tamat
Genre:Tamat / Naik Kelas / Keluarga / Persahabatan / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / trauma masa lalu / bapak rumah tangga
Popularitas:8k
Nilai: 5
Nama Author: Cici Hardi

seorang anak yang berjuang untuk kembali bersekolah setelah lama sakit jiwa dan membawanya pada harapan bisa menjalankan tugas sebagai anak didik disekolah impian bersama teman-temannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cici Hardi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18 Upah Cokelat Dibagi Papah, Dilla Hanya Dapat Bagian Kecil

Di dalam kamar Dilla hanya bisa berpikir! Kapan kira-kira dia pulang kampung? Rasanya hambar, menunggu saja di rumah. Tidak ada teman, ataupun yang bisa diajak mengobrol dan bermain. Sungguh dia merasa tersiksa! Hidup tanpa bermain adalah penganiayaan baginya. Terasa sesak, seperti menghabiskan waktu dengan sia-sia. Tidak ada warna, yang membuat harinya penuh keceriaan.

Tok! Tok! Tok! Ketukan pintu dari luar kamar, yang terdengar oleh Dilla yang ada dalam kamar.

"Sebentar, Dilla akan buka pintunya."

"Ini papah nak, papah sudah pulang."

"Papah." ucap Dilla dengan segera membuka pintu, dengan senyuman manis dibibir.

"Ini, papa belikan kamu eskrim."

"Buat Dilla pah." Senyum sumringah Dilla menampilkan gigi yang rapi dan bersih.

"Apa Dilla suka?" mengusap rambut Dilla dengan lembutnya.

"Dilla, suka pah. Banyak lagi."

"Papah senang, Dilla menyukainya. Tapi, dibagi dua dengan kak citra ya!"

"Kirain buat Dilla semua pah."

"Harus dibagi sayang, kakak citra pasti juga suka eskrim."

"Baik pah. Dilla bakal bagi dengan kak citra." Berlalu ke kamar dan mengambil duduk ditepi ranjang, sambil menjilati eskrim dengan sangat lahap.

Di ruang tengah, mereka baru saja berkumpul dan membicarakan hasil upah cokelat yang akan dibagi. Namun, harus menunggu semua orang yang terlibat dalam pengerjaan cokelat tersebut. dan belasan menit mereka menunggu, dan akhirnya terkumpul sudah orang-orang yang terlibat dalam pengerjaan cokelat itu.

"Bismillah, kita mulai saja membaginya. Kalian sudah berkumpul semua disini. Mari kita bagi upahnya!" tutur papa dengan tenang dan berwibawa.

"Baik Hasyim, kakak setuju dengan tindakanmu." ujar Tante Jumi.

"Iya om. Kami juga sangat setuju. Baiknya dibagi sekarang saja." ucap kak Hasan dengan perwakilan juga oleh kak Hilman.

"Saya juga setuju kak." ucap om Suardi, dengan disampingnya ada tante Ani memberi dukungan.

"Hilman, om minta panggilkan adikmu citra."

"Ada apa om?"

"Adikmu juga, ada bagiannya."

"Baik om, Hilman akan memanggilnya di rumah tetangga."

"Om tunggu secepatnya."

Apa papah! Akan membaginya juga dengan kak citra? Kenapa papah, tidak memanggilku juga? Aku kan juga harus ada bagian! Aku anaknya papah dan kak citra hanya keponakan. Apa ini disebut adil? Sedang aku disini menguping mereka, membicarakan masalah upah cokelat. Tidak boleh dibiarkan, aku juga harus dapat bagian.

"Om cariin citra tadi?"

"Iya nak. ada hal yang om bicarakan sama citra."

"Baik om."

"Sini citra! Dekat mama." mendekati mamanya dan duduk disamping ibunya.

"Baiklah, om akan membaginya sekarang! Uang yang om dapat dari hasil penjualan buah cokelat. Kisaran rupiahnya adalah lima belas juta rupiah. Uang bersih om ambil dari upah cokelat tersebut sebesar delapan juta rupiah, dua juta untuk bibit cokelat atau pupuk, dan lima juta rupiah saya bagi kalian. Setuju?"

"Silakan bagi saja om."

"Upah Suardi sebesar dua juta rupiah, upah Hilman dan Hasan sebesar satu juta untuk tiap orang, dan kak Jumi sebesar satu juta rupiah. Mengapa upah Suardi lebih banyak dari kalian? Karena Suardi yang tinggal di rumah cokelat dan memelihara cokelat kita agar terbebas dari hama dan pengganggu tamanan lainnya."

"Tidak masalah om."

"Citra sini nak! Om akan kasih kamu bagian juga, dari upah cokelat yang om terima."

"Baik om."

"Tunggu pah! Dilla juga ikut dalam pembagian."

"Maksudnya nak?"

"Dilla, juga ikut bagian seperti kak citra."

"Kamu tidak ada bagian nak. Nanti papa jelaskan setelah pembagian upah selesai."

"Sini nak citra! Ini seratus ribu buat jajan di sekolah. Tolong dipergunakan dengan baik ya nak."

"Pah, mana bagian buat Dilla?" menadahkan tangan meminta uang pada papanya.

"Sayang, untuk apa minta uang nak?"

"Buat jajan di sekolah pah."

"Jajannya bisa minta nanti, setelah masuk sekolah."

"Tapi pah, Dilla juga butuh uang jajan."

"Nanti setelah masuk sekolah."

"Pah, Dilla kan anak papah. Kak citra dikasih jajan, sedangkan Dilla tidak ada jajan. Anak papah itu, siapa sih sebenarnya?"

"Dilla, sayang. Anak-anak harusnya tidak memikirkan uang nak. Dilla, harusnya pikirannya untuk belajar, belajar, dan belajar."

"Iya pah, Dilla akan belajar dengan baik di sekolah. Tapi papah, setiap pulang dari kota. Papah hanya memberi kami seribu rupiah. Apa itu disebut adil pah? Sedang kak citra, dikasih uang merah? Apa kami benar-benar anak papah?"

"Sejak kapan Dilla membantah ucapan orang tua?!"

"Maaf pah, Dilla tidak bermaksud menentang kata-kata papah. Tapi, Dilla butuh uang pah."

"Papah akan kasih, setelah masuk sekolah."

"Tidak pah, hari ini uang itu harus ada buat Dilla."

"Dengarkan papah nak! Dilla masih kecil dan tidak pantas meminta uang dengan banyak begitu."

"Apa salahnya pah? Kak citra dapat banyak uang! Sedangkan Dilla, hanya bisa gigit jari disini. Apa ini namanya papah Dilla? Papah sayang gak sih sama Dilla?"

"Oke papa kasih uangnya. Nih buat Dilla anakku." meraih tangan kecilku dan memberiku selembar uang.

"Pah, ini hanya sepuluh ribuan. Dilla, tidak mau menerima uangnya. Uang kak citra lebih besar dari uang Dilla punya."

"Baik, papah kasih tambahan uangnya. Semoga Dilla sayang senang."

"Ini sih, masih kurang pah. delapan puluh ribu rupiah. Dilla maunya sama dengan uang punya kak citra."

"Ini terakhir Dilla, papah tambahin. Setelahnya papah tidak akan menambah lagi."

"Papah cuma memberiku sedikit. Empat puluh lima ribu rupiah, masih kalah banyak uang dari kak citra. Seratus ribu rupiah. Kenapa papah tidak adil begini?"

"Dilla sayang, kalau tidak mau ambil, papah akan ambil kembali!"

"Papah jahat sama Dilla. Anak sendiri dicurangi dan diperlakukan tidak adil."

"Sayang, kak citra sudah lebih besar dari Dilla. Dan Dilla tahu! Kebutuhan kak citra lebih banyak dari Dilla yang masih sekolah dasar nak."

"Itu hanya alasan papah saja."

"Cukup Dilla! papah harap kamu menuruti kata-kata papah. Buang pikiran-pikiran tentang uang, yang merusak jiwa anak-anakmu dan jadilah anak yang patuh dan mengerti keadaan orang tua. Mengerti?"

"Baik pah. Dilla akan menerima uang ini, sebagai bentuk baktiku pada orang tua. Meski uangnya hanya bagian kecil yang Dilla terima." Berlalu dengan cepat masuk kamar dan menutup pintu serta menguncinya.

"Hiks, hiks, hiks, papah jahat sama Dilla. Sebenarnya anak papah siapa sih? Kenapa papah beri uang lebih besar kak citra? Sedang aku dan adik-adik, hanya diberi papah seribu rupiah, setiap pulang dari kota. Papah tidak adil bagi kami anak-anaknya." ucapan Dilla dalam diam.

"Gimana Dilla om? Apa adikku akan marah padaku?"

"Tidak nak, Dilla cuma butuh waktu sendiri."

"Apa perlu citra kembalikan uang ini saja om?"

"Tidak nak, ini hakmu dan milikmu."

"Tapi om, citra takut dibenci Dilla."

"Om akan memberi pengertian pada Dilla nanti. Nak, simpan saja uang itu."

"Baik om, citra pamit kerja kelompok di rumah tetangga."

"Hati-hati nak dan jangan ambil hati sikap Dilla tadi."

"Iya om."

"Hasyim, bagaimana dengan Dilla? Apa perlu kakak, masuk dan menenangkannya?"

"Tidak usah kak, biarkan Dilla sendiri dulu."

"Tapi, aku cemas dengan Dilla."

"Tidak apa-apa kak."

"Baik, kakak masuk dapur dulu dan memasak."

"Baiklah kak."

"Om gimana dengan Dilla?"

"Ada didalam dan istirahat."

"Apa perlu kami masuk dan menghiburnya?"

"Tidak perlu nak. Dilla hanya butuh istirahat."

"Baik om, kami pamit mandi dulu."

"Hmm."

"Kak, bagaimana si gadis pirang ku?"

"Baik-baik saja Suardi."

"Apa perlu aku dan ani menemuinya?"

"Untuk apa?"

"Menghibur."

"Biarkan saja Dilla sendiri dulu. Mungkin dia butuh ketenangan. Nanti aku coba masuk dan menenangkannya setelah sedikit reda emosi."

"Baik kak, kami pamit pulang."

"Hati-hati kalian dijalan."

"Insyaallah kak. Kami sampai rumah dengan selamat."

"Amiin."

1
pal ishwaroppo97@gmail.com
lanjut
pal ishwaroppo97@gmail.com: bagus
pal ishwaroppo97@gmail.com: bagus
total 2 replies
Layla
Buat saya, ini sih cerita yang harus masuk ke dalam top chart semua platform.
Cici Hardi: terimakasih saudara
total 1 replies
Oralie
Ngakak terus-terusan!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!