Mengubah Cinta Masa Lalu

Waktu berjalan dengan sangat cepat. Tepat di hari ini, tugas kelompok mereka akan dipresentasikan di depan kelas. Bua Ana masuk pada jam pertama. Leo sama sekali belum juga muncul padahal bu Ana sudah masuk ke dalam kelas mereka.

"Dinda, Leonya belum datang. Sebentar lagi giliran kita. Gimana ini?" Bisik sita pada Dinda.

Mereka bertiga melihat ke arah pintu masuk berharap Leo segera muncul. Sudah tujuh kelompok yang presentasi dan mereka adalah kelompok terakhir. Seharusnya mereka yang pertama, tetapi karena Dinda meminta izin pada bu Ana, maka mereka mendapat giliran terakhir. Kini Dinda merasa menyesal karena terlalu percaya pada Leo padahal Leo sudah pernah tahan kelas dan tidak displin. Bu Ana memanggil Dinda dan anggotanya untuk maju ke depan karena saat ini giliran terakhir mereka. Dinda dan kedua sahabat nya itu maju dengan langkah kaki yang terasa berat. Ingin membuat alasan baru lainnya sudah tak mungkin lagi.

"Apa kalian cuman bertiga?"

"Tidak bu, kami ada empat orang."

"Lalu dimana anggota kalian yang satunya?"

"Belum datang bu." Jawab Dinda dengan gugup.

"Apa Leo anggota kalian?" Dinda, Loly dan Sita mengangguk serempak.

Bu Ana memijat keningnya sebentar.

"Anak itu memang nggak ada harapan. Baik, ibu akan coret nama Leo dari kelompok kalian. Dia nggak akan dapat nilai. Cukup kalian bertiga saja. Kalau gitu kalian bisa lanjut!"

"Itu bu sebenarnya...," Dinda mencoba untuk menjelaskan pada bu Ana. Apalagi mereka bertiga belum benar-benar menghafal materi yang dicari kemarin. Yang aslinya sudah diserahkan pada bu Ana, sedangkan fotocopy-an nya ada di Leo. Meskipun semalam ia membacanya, dirinya tetap melupakan semua itu.

Tapi syukurlah Leo muncul dari luar dan masuk ke barisan bersama kami.

"Siapa yang mengizinkan kamu masuk?" Leo tidak mempedulikan teriakan bu Ana. Aku segera menjelaskan kepada bu Ana, karena kalau leo keluar bisa-bisa kami juga nggak ada nilai.

"Begini bu sebenarnya Leo yang akan mempresentasikan nya."

Anak-anak tertawa mendengar perkataanku. Bu Ana juga memberikan senyuman yang meremehkan. Mungkin bagi mereka itu merupakan hal yang lucu karena kami memilih Leo. Aku berharap Leo tidak memasukkannya ke dalam hati. Tetapi tanpa sengaja sekilas aku sempat melihat Leo tersenyum sinis kepada orang-orang yang menertawakannya.

"Ya sudah, silakan di mulai."

"Baik pertama-tama saya akan menjelaskan.."

Leo memulai pembahasan dengan bahasa yang mudah untuk di mengerti. Banyak sekali kata-kata yang di ubah dan di buat dengan gayanya sendiri.

Panjang lebar Leo menjelaskan dan anak-anak memperhatikannya dengan serius.

"......Itu saja yang bisa saya jabarkan terima kasih."

Bu Ana memberikan tepuk tangan begitupula dengan anak-anak lain.

"Sungguh luar biasa penjelasannya. Kerja bagus Dinda dan teman sekelompok nya. Sepertinya mulai sekarang ibu akan selalu membagi kalian menjadi satu kelompok." Aku hanya mengangguk.

Aku juga sempat melihat Leo yang tersenyum sinis lagi seperti mengatakan

'Makanya jangan pernah meremehkan aku. Kalian belum tahu siapa aku'

Setelah itu aku mulai bertanya-tanya kok bisa ya Leo ditahan sedangkan cara menjelaskan nya tadi bukanlah seperti anak yang bodoh. Dan siapa sebenarnya dia. Setahu ku, di kehidupan sebelumnya aku nggak pernah sekelas sama dia. Apa mungkin ini karena aku yang mencoba untuk mengubah kehidupan ku yang sekarang sehingga muncul orang baru? Ah, semakin dipikirkan malah membuat kepalaku sakit.

"Baik kalian bisa kembali ke tempat duduk masing-masing. Ibu rasa semuanya sudah mengerti tentang materi hari ini. Apalagi presentasi yang kalian jabarkan dari kelompok satu sampai kelompok delapan sudah sangat bagus. Sekarang kita akan lanjut ke materi berikutnya."

Lonceng berbunyi tanda jam istirahat di mulai. Loly dan Sita mengajakku ke kantin tapi aku menolaknya. Aku memilih untuk berdiam diri di dalam kelas sambil mendengarkan musik menggunakan headset. Pikiran ku kini melayang mengingat kembali kehidupan masa laluku yang berakhir begitu saja. Aku memikirkan bagaimana kondisi kedua orang tuaku saat ini. Aku harap mereka baik-baik saja. Aku membenam wajahku dengan kedua tanganku. Air mata yang coba ku tahan kini jatuh berderai membasahi pipi. Kuharap nggak ada yang melihat kondisiku saat ini. Lagian di dalam kelas cuma aku seorang. Aku segera mengusap air mataku dengan sapu tangan yang selalu ku bawa kemanapun dan ku simpan di dalam tas. Pokoknya sekarang aku harus semangat nggak boleh sedih lagi. Nggak ada lagi pengkhianatan seorang sahabat dan suami tukang selingkuh. Karena sekarang aku akan menjauhkan mereka dari kehidupan ku. Tidak ada Alice maupun Lex lagi. Akan ku buat mereka lenyap dari ingatanku.

Aku yang lagi bengong, terkejut saat bunyi pintu kelas yang di buka dengan tiba-tiba. Ternyata itu Leo. Syukurlah aku sudah menghapus air mataku tadi. Leo berjalan melewati ku lalu mengambil posisi duduk di samping ku. Leo melihat ku sebentar lalu merebahkan kepalanya di atas meja.

Apa mungkin Leo melihat ku menangis? Tapi dia tidak mengatakan apapun. Mungkin saja dia tidak lihat. Kalau dia lihat dan berpura-pura nggak tahu gimana? Aduh, ini malah membuatku semakin dilema. Kenapa dia masuk di saat yang nggak tepat sih. Apa aku tanya saja ya?

Aku akhirnya memberanikan diri untuk membangunkan Leo. Leo bangun lalu menatapku seperti menanyakan ada apa.

"Kamu... Tadi... Kamu lihat nggak tadi?"

Leo memasang ekspresi bingung. "Lihat apa?"

Sepertinya dia memang tidak melihatku. Syukurlah. "Nggak jadi Leo. Kamu lanjutkan saja tidurnya." Leo kembali tidur. Tapi sebelum tidur lagi Leo sempat memberikan sebuah senyuman sinis padaku. Senyuman yang membuat diriku harus berjaga-jaga.