Setelah gagal berjodoh dengan Ustaz Ilham, tanpa sengaja Zahra bertemu dengan pria yang bernama Rendra. Dia menolong Rendra saat dikejar seseorang, bahkan memberi tumpangan pada Rendra yang mengaku tak mempunyai tempat tinggal.
Rendra yang melihat ketulusan hati Zahra, merasa jatuh cinta. Meski dia selalu merasa kotor dan hina saat berada di dekat Zahra yang merupakan putri pertama pemilik dari pondok pesantren Al-Jannah. Karena sebenarnya Rendra adalah seorang mafia.
Apakah Zahra akan ikut terseret masuk ke dalam dunia Rendra yang gelap, atau justru Zahra lah penerang kehidupan Rendra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
"Lea, ajak Zahra makan dulu lalu suruh dia istirahat di kamar," suruh Pak Marko pada putrinya, Alea. Dia kini memakai jasnya dan bersiap untuk pergi.
"Papa mau kemana?" tanya Alea saat melihat Papanya sedang bersiap akan keluar.
"Papa mau ke tempat Pak Richard dulu mau membicarakan masalah Rendra."
"Iya, Pa. Hati-hati." Alea mengantar Papanya sampai depan pintu. Setelah itu dia menghampiri Zahra yang masih duduk anteng di kursi ruang tamu.
"Perkenalkan nama aku Alea." Alea duduk di samping Zahra sambil mengulurkan tangannya.
"Saya Zahra," Zahra membalas uluran tangan Alea. Dia bersalaman sambil tersenyum.
"Tidak usah sungkan-sungkan. Anggap saja rumah sendiri. Ayo kita makan dulu," ajak Alea.
"Hmm, saya mau sholat dzuhur dulu. Boleh saya menumpang untuk sholat?" tanya Zahra.
Alea tersenyum. "Boleh Kak Mari aku antar ke kamar."
"Panggil saya Zahra saja jangan Kak."
"Iya." Alea meraih tangan Zahra dan menuntunnya ke kamar tamu. "Ini kamarnya. Kamu menginap sehari saja di sini. Besok pagi biar diantar pulang."
Zahra menganggukkan kepalanya lalu dia masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kamar. Dia meletakkan tasnya di atas meja dan duduk di tepi ranjang. Dia tidak pernah menyangka sekarang berada di tengah-tengah keluarga Rendra. Mereka semua memang baik dan ramah.
Kemudian dia berdiri lalu berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh dirinya dan mengambil air wudhu. Setelah itu dia menggelar sajadah dan memakai mukenanya. Dia laksanakan kewajibannya terlebih dahulu sebelum melakukan yang lainnya.
Setelah selesai sholat 4 rakaat, Zahra berdzikir dan berdo'a. Tapi tiba-tiba kepalanya terasa sangat pusing. Dia pijat sesaat pelipisnya setelah mengucap amin di ujung doanya.
"Kepala aku kenapa pusing gini?" Zahra melepas mukenanya lalu melipatnya. Dia kini berdiri dan duduk di tepi ranjang, berusaha mencari sesuatu untuk menghilangkan rasa pusingnya tapi tidak ada apa-apa. Hanya ada beberapa bungkus permen saja.
Tiba-tiba ada sesuatu yang terasa mengalir dari hidungnya lalu dia usap dengan tisu. Bukan ingus melainkan darah. Zahra menatap bingung pada tisu yang memerah itu. "Aku mimisan?"
Zahra segera berjalan ke kamar mandi dan membasuh wajahnya lagi. Dulu sewaktu kecil, dia memang sering mimisan tapi seiring bertambahnya usia dia sembuh dan tidak pernah mimisan lagi.
Ya Allah, aku kenapa lagi? Sekarang aku harus bisa menjaga diriku sendiri.
Setelah mimisannya berhenti dia keluar dari kamar mandi dan merapikan dirinya. Mungkin saja karena efek belum makan dan minum kepalanya menjadi pusing. Mungkin juga karena akhir-akhir ini dia terlalu lelah.
Dia kini berjalan keluar dari kamar dan menuju ruang makan karena Alea dan keluarganya sudah berkumpul di sana.
"Ayo makan dulu," ajak Alea sambil menyuapi putrinya yang paling kecil.
Zahra hanya menganggukkan kepalanya lalu duduk bersama mereka.
"Sudah lama kenal sama Kak Rendra?" tanya Alea.
"Baru dua bulan." jawan Zahra. Meski baru dua bulan sudah banyak sekali peristiwa yang terjadi.
"Masih sebentar ya tapi Kak Rendra sudah percaya banget sama kamu, pasti kamu sangat spesial."
Zahra hanya tersenyum kecil. Dia kini mengambil nasi dan lauk secukupnya.
"Ama, udah." kata putri kecil Alea yang bernama Rania. Dia kini sudah berumur dua tahun lebih.
"Kamu makan dulu saja gak papa. Aku sambil suapin mereka." kata Alea.
Zahra menganggukkan kepalanya. Setelah berdoa, dia mulai menyantap makanannya. Terasa sangat berat karena tiba-tiba nafsu makannya hilang. Tapi dia harus tetap menghabiskannya.
"Papa mau ke kantor lagi?" tanya anak laki-laki yang duduk di sebelah Kevin.
"Iya, Raffa. Papa masih ada pekerjaan. Nanti Papa cepat pulang. Raffa main sama adik saja ya."
Zahra hanya tersenyum melihat keharmonisan keluarga mereka.
Setelah selesai makan, Zahra kini duduk di ruang tamu menemani Alea bermain dengan kedua anaknya.
"Mereka kembar, Mbak?" tanya Zahra pada Alea.
"Tidak, mereka hanya selisih satu tahun yang besar tiga tahun, lalu yang kecil 2 tahun." Alea ikut duduk di samping Zahra. "Jangan panggil Mbak. Kan tadi aku manggil kamu Kak juga gak boleh. Lagian nanti kalau kita sudah jadi keluarga, aku yang harus manggil dengan sebutan Kak Zahra."
"Keluarga?" Zahra mengernyitkan dahinya.
"Iya, aku senang sekali akhirnya Kak Rendra menemukan calon istri yang tepat." Alea tersenyum menatap Zahra.
Buru-buru Zahra menggelengkan kepalanya. "Aku dan Rendra hanya berteman."
"Ya awalnya memang cuma teman. Meskipun hidup Kak Rendra seperti itu tapi Kak Rendra itu sebenarnya baik banget." Alea masih saja tersenyum kecil. "Sudah dua tahun aku gak ketemu Kak Rendra, ponselnya juga tidak aktif setiap kali dihubungi. Syukurlah kita sekarang sudah mendapat kabar."
Zahra kini hanya terdiam tak tahu harus berkata apa.
"Kamu bertemu dimana dengan Kak Rendra?" tanya Alea. Dia benar-benar ingin tahu semua tentang Rendra dan gadis muslimah yang sekarang duduk di sebelahnya agar rasa penasarannya hilang.
"Hmm, aku ketemu sama Rendra waktu Rendra dikejar seseorang. Awalnya Rendra mengaku tidak punya tempat tinggal jadi dia dibantu sama Abi."
Alea tertawa dengan keras. "Kak Rendra gak punya tempat tinggal? Kita saja sebagai keluarga dia gak tahu kekayannya sebanyak apa. Tapi emang kalau jodoh gak akan kemana. Berawal dari keusilannya Kak Rendra nih berarti."
Zahra hanya terdiam. Dia tidak mau melanjutkan ceritanya dengan Rendra yang sebenarnya sangat rumit bahkan masih berdampak sampai sekarang.
"Ya sudah, kalau kamu mau istirahat gak papa. Sebentar lagi Raffa dan Rania juga waktunya tidur siang."
Zahra menganggukkan kepalanya. Dia memang sudah ingin merebahkan dirinya karena rasa pusingnya belum juga hilang.
Perlahan Zahra berdiri lalu melangkahkan kakinya. Tiba-tiba saja dia merasa sangat pusing. Lantai yang dia pijah seolah berputar-putar.
Brukk!!
Zahra jatuh di lantai dan tak sadarkan diri.
Seketika Alea panik, untung suaminya belum berangkat bekerja. "Mas Kevin! Tolong Zahra pingsan!"
Kevin segera datang dan mengangkat tubuh Zahra ke atas sofa. "Mungkin dia kecapekan. Kamu oles minyak kayu putih, siapa tahu dia sadar."
Alea segera mengambil minyak kayu putih. Dia oles di tangan dan dia dekatkan di hidung tapi tidak ada respon.
"Mas, dibawa ke rumah sakit aja daripada kenapa-napa. Biar ditemani bibi."
"Iya," Kevin segera membawa Zahra menuju mobilnya dengan ditemani salah satu pembantu Kevin. Kemudian mobil itu segera melaju menuju rumah sakit.
.
Sedangkan di balik jeruji besi itu, Rendra sedang duduk melamun. Hatinya tiba-tiba tidak tenang memikirkan Zahra.
Kenapa tiba-tiba aku kepikiran sama Zahra. Bukankah Papa sudah berhasil menghubungi aku, itu tandanya Zahra sudah bertemu Papa dengan selamat tapi mengapa perasaanku tidak tenang begini. Apa jangan-jangan aku merindukannya?
💞💞💞
.
Like dan komen ya.. Mulai hari ini akan rutin update.. 😌
jgn lama2
critanya bnyk bngt cobaan nya