NovelToon NovelToon
Alas Mayit

Alas Mayit

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Misteri / Horor / Rumahhantu / Hantu / Iblis
Popularitas:45
Nilai: 5
Nama Author: Mr. Awph

​"Satu detik di sini adalah satu tahun di dunia nyata. Beranikah kamu pulang saat semua orang sudah melupakan namamu?"
​Bram tidak pernah menyangka bahwa tugas penyelamatan di koordinat terlarang akan menjadi penjara abadi baginya. Di Alas Mayit, kompas tidak lagi menunjuk utara, melainkan menunjuk pada dosa-dosa yang disembunyikan setiap manusia.
​Setiap langkah adalah pertaruhan nyawa, dan setiap napas adalah sesajen bagi penghuni hutan yang lapar. Bram harus memilih: membusuk menjadi bagian dari tanah terkutuk ini, atau menukar ingatan masa kecilnya demi satu jalan keluar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr. Awph, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19: Nama yang terlarang di sela daun

Mata-mata di pohon itu kemudian mulai berbisik menyebutkan sebuah nama rahasia yang membuat jantung Baskara berhenti berdetak seketika. Nama yang diucapkan oleh ribuan bibir kecil di balik kelopak mata itu adalah nama asli dari ibunya yang selama ini disembunyikan oleh seluruh keluarga besarnya secara terus-menerus.

Gema suara itu menciptakan getaran yang sangat kuat hingga permukaan air muara yang berwarna putih susu mulai memercikkan uap panas ke wajah Baskara. Baskara terhuyung-huyung di dalam air yang kental tersebut sambil memegangi dadanya yang terasa sangat sesak seolah sedang ditekan oleh bongkahan batu besar secara berulang-ulang.

"Bagaimana mungkin pohon terkutuk ini mengetahui nama rahasia yang bahkan tidak pernah diucapkan oleh ayahku sendiri?" tanya Baskara dengan suara yang parau.

Sebuah mata raksasa di pusat batang pohon itu terbuka lebar dan memancarkan cahaya merah yang sangat tajam hingga menembus ke dalam ingatan terdalam Baskara. Bayangan ibunya muncul di atas permukaan air susu namun kali ini ibunya mengenakan mahkota yang terbuat dari duri beringin yang masih mengeluarkan darah segar secara berulang-ulang.

"Ibumu tidak pernah pergi meninggalkan kita, Baskara, ia hanyalah pulang ke rumah aslinya di jantung hutan ini," bisik sebuah suara yang muncul dari dalam air.

Baskara menoleh dan melihat ayahnya muncul dari balik kabut muara dengan kondisi tubuh yang perlahan-lahan mulai memudar menjadi butiran debu cahaya yang sangat halus. Ayahnya mencoba meraih tangan Baskara yang masih tertutup bulu hitam namun tangannya justru menembus tubuh Baskara seolah mereka berada di dimensi yang berbeda secara terus-menerus.

"Ayah, apa maksud dari semua ini? Kenapa ibu harus berada di tempat yang sangat mengerikan seperti ini?" teriak Baskara dengan penuh keputusasaan.

Ayahnya hanya mampu menunjuk ke arah akar pohon bermata yang kini mulai menjalar di atas permukaan air susu dan membentuk sebuah jembatan menuju ke arah kegelapan. Akar-akar tersebut tampak sangat licin dan dipenuhi oleh lumut yang bisa mengeluarkan suara tangisan bayi setiap kali tersentuh oleh sesuatu yang hidup secara berulang-ulang.

"Ibumu adalah ratu yang dikhianati, dan kamu adalah kunci untuk mengembalikan takhtanya yang telah dicuri oleh para bangsawan lelembut," ucap bayangan ayahnya sebelum benar-benar lenyap.

Baskara meraung keras hingga suaranya menggetarkan daun-daun bermata yang kini mulai menangis mengeluarkan cairan berwarna perak yang sangat harum namun mematikan. Ia melompat ke atas jembatan akar dengan sisa kekuatan monsternya yang mulai memudar akibat suhu air muara yang terlalu panas bagi tubuhnya secara terus-menerus.

Setiap langkah yang diambil Baskara memicu munculnya bayangan-bayangan hitam dari bawah air yang mencoba menarik kakinya untuk masuk ke dalam pusaran susu yang mendidih. Mahluk-mahluk tanpa wajah mulai merayap naik dari pinggiran jembatan akar sambil membawa jaring yang terbuat dari urat saraf manusia yang masih berdenyut secara berulang-ulang.

"Jangan biarkan mahluk-mahluk ini menyentuh kulitmu jika kamu tidak ingin menjadi bagian dari jembatan kematian ini selamanya!" perintah sebuah suara dari arah dahan pohon.

Baskara mendongak dan melihat Arini sedang duduk di atas dahan pohon bermata dengan kondisi tubuh yang sudah sepenuhnya ditutupi oleh sisik ular berwarna hijau tua. Arini melemparkan sebuah obor yang apinya berwarna biru pucat ke arah mahluk-mahluk tanpa wajah hingga mereka menjerit melengking dan jatuh kembali ke dalam air.

"Arini! Bagaimana kamu bisa berubah menjadi mahluk bersisik seperti itu?" tanya Baskara sambil terus berlari menghindari jaring-jaring saraf.

Arini tidak menjawab melainkan hanya memberikan isyarat agar Baskara segera mencapai pangkal pohon sebelum matahari gaib di langit Alas Mayit tenggelam sepenuhnya. Ia menjelaskan bahwa saat kegelapan total tiba, pohon bermata ini akan menutup seluruh kelopaknya dan menghancurkan siapa pun yang masih berada di atas akarnya secara berulang-ulang.

"Cepatlah, Baskara! Para pengumpul jiwa sudah mulai bergerak dari arah lembah tengkorak untuk menjemput nyawamu kembali!" seru Arini dengan suara yang semakin menderita.

Baskara mempercepat larinya hingga paru-parunya terasa seperti terbakar oleh udara yang mengandung serbuk sari dari bunga kamboja yang sudah busuk secara terus-menerus. Ia sampai di depan batang pohon utama dan melihat sebuah pintu kecil yang terbuat dari susunan gigi taring manusia yang sangat besar dan sangat tajam.

Di depan pintu tersebut, berdiri sesosok mahluk yang sangat tinggi dengan pakaian zirah yang terbuat dari cangkang kura-kura raksasa dan memegang pedang kayu hitam. Mahluk itu adalah Jenderal Penjaga Gerbang Pertama yang memiliki seribu telinga di sekujur tubuhnya untuk mendengarkan setiap detak jantung musuh-musuhnya secara berulang-ulang.

"Hanya mereka yang sudah melepaskan seluruh kemanusiaannya yang boleh melewati gerbang gigi ini," ucap Jenderal tersebut dengan suara yang berat dan berwibawa.

Baskara menghunus belati peraknya yang kini sudah mulai berkarat akibat terkena air susu namun ia tetap memasang posisi bertarung yang sangat kokoh. Ia menyadari bahwa taring dan kuku monsternya kini sudah menghilang sepenuhnya dan ia kembali menjadi manusia biasa yang sangat lemah dan sangat lelah secara terus-menerus.

"Aku tidak akan melepaskan kemanusiaanku, karena itulah satu-satunya senjata yang tidak dimiliki oleh mahluk-mahluk terkutuk seperti kalian!" tantang Baskara dengan sisa keberaniannya.

Jenderal itu bergerak dengan kecepatan yang tidak masuk akal dan mengayunkan pedang kayunya tepat ke arah leher Baskara hingga angin serangannya memotong dahan pohon. Baskara berguling di atas jembatan akar sambil mencoba menusukkan belatinya ke arah celah zirah cangkang kura-kura yang ada di bagian perut mahluk tersebut secara berulang-ulang.

Pertarungan sengit terjadi di atas jembatan yang mulai bergoyang hebat karena akar-akar pohon bermata mulai menarik diri masuk ke dalam tanah akibat matahari yang mulai tenggelam. Baskara terkena sabetan pedang di bagian bahunya hingga ia jatuh berlutut sambil memegangi lukanya yang terus mengeluarkan darah segar yang sangat merah secara terus-menerus.

"Kemanusiaanmu adalah kelemahanmu, dan hari ini kelemahan itu akan menjadi nisan bagimu di dasar muara susu ini," ejek Jenderal Penjaga Gerbang.

Baskara melihat Arini mencoba menolongnya namun Arini justru ditangkap oleh ribuan kelopak mata pohon yang mulai menutup dan menjepit tubuh bersisiknya dengan sangat kuat. Di tengah keputusasaan itu, Baskara melihat sebuah cahaya kecil muncul dari dalam saku seragamnya yang ternyata berasal dari potongan koin kuno yang pernah diberikan gadis kecil tanpa mata.

Koin itu memancarkan suara bisikan ibunya yang menyebutkan bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada raga melainkan pada nama yang telah diwariskan secara berulang-ulang. Baskara meneriakkan nama asli ibunya dengan sekuat tenaga hingga seluruh pohon bermata itu meledak mengeluarkan cahaya putih yang sangat menyilaukan mata secara terus-menerus.

Jenderal Penjaga Gerbang terlempar jauh karena gelombang energi suara tersebut hingga zirahnya hancur berkeping-keping dan tubuhnya berubah menjadi tumpukan daun kering. Gerbang gigi di depan Baskara terbuka lebar secara perlahan-lahan dan memperlihatkan sebuah lorong yang lantainya terbuat dari cermin yang tidak memantulkan bayangan apa pun.

Baskara merangkak masuk ke dalam lorong cermin tersebut dengan tubuh yang sudah sangat hancur dan kesadaran yang mulai timbul tenggelam secara berulang-ulang. Ia tidak lagi melihat Arini maupun pohon bermata tersebut melainkan hanya melihat sebuah bayangan wanita berpakaian putih yang sedang berdiri di ujung lorong yang sangat jauh.

Wanita itu kemudian berbalik dan memperlihatkan wajah yang sama persis dengan wajah Baskara namun dengan lubang peluru tepat di tengah keningnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!