"Berapa uang yang harus saya keluarkan untuk membeli satu malam mu?"
Erick Davidson, pria tajir dengan sejuta pesona, hendak menjebak seorang gadis yang bekerja sebagai personal assistan nya, untuk jatuh ke dalam pelukannya.
Elena cempaka, gadis biasa yang memiliki kehidupan flat tiba-tiba seperti di ajak ke roler coster yang membuat hidupnya jungkir balik setelah tuan Erick Davidson yang berkuasa ingin membayar satu malam bersama dirinya dengan alasan pria itu ingin memiliki anak tanpa pernikahan.
Bagaimana kisah cinta mereka? ikuti bersama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Park alra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GCTE | Bab 18
"Hei siapa kau berani-beraninya masuk sembarangan ke sini?!"
Elena tersentak, karena kaget membuat ia membalikkan tubuh secara spontan hingga tak sengaja menubruk wanita yang menegurnya itu, membuat ia terpekik dan keranjang buah yang berada di genggaman Elena terjatuh, menyebabkan buah-buah di atasnya berhamburan seketika di atas lantai.Hal itu membuat wanita yang menegurnya menggeram kesal.
"Kau? Apa kau tidak bisa melihat dengan benar?!" hardik wanita itu.
"Maaf saya tidak sengaja," kata Elena, kemudian ia membungkuk untuk menyelamatkan buah-buah yang berhamburan.
"Iyuu ... kau memunguti lagi buah yang sudah jatuh? menjijikkan sekali." ejek wanita itu memandang rendah.
Elena tak menggubris, ia tetap sibuk mengambil satu persatu buah yang berceceran dan meletakkan nya kembali ke keranjang, lantas mendongak demi melihat siapa yang membuatnya kaget setengah mati. Seorang wanita berpostur tinggi dan tentu wajah cantik dengan makeup kebarat-baratan kini berada di pandangan nya, wanita itu memandang pongah sambil melipat tangan di dada.
"Kenapa kau melihat ku seperti itu hah? tidak senang karena aku menyebut mu disgusting?"
"Tidak bu, maafkan saya." Elena yang sudah berdiri kembali, menggeleng lalu menundukkan wajah lebih memilih mengalihkan pandangannya ke lantai keramik daripada harus berhadapan dengan wajah angkuh penuh tatapan tajam itu.
"What's?! hello, aku gak salah dengar? kau memanggilku bu? ibu?" kesal, wanita berpakaian seksi itu memanggil ulang kalimat yang di ucapkan Elena hingga dua kali.
"I'm sorry nona," ucap Elena sesal. Dari bagaimana wanita itu bersikap seperti nya dia orang penting yang datang ke mansion Davidson. Cara bicara dan tatapan wanita itu menimbulkan aura intimidasi yang membuat Elena bergidik.
"Mona, what happen, darling?!" dari arah belakang sesosok pria berbadan tegap muncul, menyadari siapa yang datang Elena tersentak langsung membungkuk hormat.
"Tuan besar." sapanya penuh penghormatan.
"Oh, ternyata kau." Pria itu agak terkejut menyadari Elena ada di sini.
"Kenapa Daddy? kau mengenal gadis kumuh ini?" tanya Mona, Ya wanita itu adalah Mona, adik Erick. Mona awalnya hendak menuju kamarnya di lantai atas namun terhenti ketika melihat punggung seorang wanita yang tiba-tiba masuk membuat ia curiga hingga mengikutinya dan dengan sengaja mengagetkan nya.
"Hahaha, oh come on my sweety, jangan memanggil nya kumuh. Dia itu personal assistan kakak mu," tutur pak Rey memberitahu seraya tergelak.
Menyadari apa yang di ucapkan pak Rey Elena seketika mengangkat wajah, matanya membelalak sempurna, jadi wanita yang tak sengaja dia tabrak ini adalah adiknya Erick? seketika Elena merasa sangat teledor. Padahal walaupun belum pernah bertemu sebelumnya tapi ia sudah pernah melihat adik Erick beberapa kali, ah, bodohnya ia tak langsung menyadari nya.
"Ew, wanita seperti ini yang kakak ku angkat sebagai asisten pribadi?" sarkas Mona, dengan gamblang ia menunjukkan ketidaksukaan nya pada Elena. Entah, ia merasa tersaingi ketika menyadari kecantikan yang terlihat alami dari wanita itu. Pada dasarnya Mona adalah gadis yang tumbuh seperti tuan putri, selalu merasa lebih unggul membuat ia mempunyai rasa dengki ketika menyadari ada wanita lain yang terlihat cantik berada di ranahnya. Tentu, Mona tidak akan menyukai itu.
"Oh stop it sayang, jangan seperti itu." pak Rey mengusap pundak putrinya agar gadis itu tidak bertindak lanjut dengan kata-kata kasarnya.
"Maafkan putri ku, dia agak sensitif dengan orang baru."
"Tidak apa-apa tuan. Justru saya minta maaf karena tidak sengaja menabrak nona Mona," ujar Elena, kedua tangan nya gemetar mengenggam pegangan keranjang. Aura kolongmerat yang mereka keluarkan membuat Elena gentar tak berkutik.Apakah setiap orang berkasta tinggi seperti ini? mampu membuat orang biasa seperti nya merasa mati kutu dengan hanya saling berhadapan di ruangan yang sama. Aura rich yang melekat di diri mereka sungguh kentara sekali. Membuat Elena merasa rendah diri.
Meski sudah di tenang kan oleh sang daddy, Mona masih merasa kesal apalagi ketika Elena memanggil nya bu, demi Tuhan membuat ia merasa begitu tua. Mona tidak akan memaafkan ketidaksopanan wanita itu.
"Mungkin kau ingin bertemu Erick, dia berada di kamar nya," ucap pak Rey memberitahu, agar Elena segera pergi, demi tidak membuat kerecohan tidak kembali terjadi, apalagi ia sangat tahu watak putrinya yang tidak mudah di tenang kan jika marah.
"Baiklah, saya permisi kalau begitu. tuan besar, nona Mona." tandas Elena lantas undur diri melewati mereka dengan masih menunduk sopan.
"Huft, kakak harus segera memecat wanita itu dad. Tidak punya attitude, sudahlah menabrak ku di tambah memanggil ku bu, like what? dia pikir aku setua itu? menyebalkan sekali!" gerutu Mona seraya bola matanya bergerak mengikuti langkah Elena yang berjalan melewatinya.
"Sudah. sudah, lebih baik sekarang ke kamar mu ya." pak Rey kemudian menuntun putrinya yang masih dalam keadaan kesal ke kamarnya.
***
Elena akhirnya bisa bernafas lega setelah berhasil menghindar dari sana, ia sedikit terkejut ketika mengetahui kepribadian adik Erick, bukan maksud dirinya menilai buruk hanya saja seperti ada perbedaan yang sangat jomplang dari bagaimana sikap Erick dan adiknya yang sangat jauh berbeda. Elena pun tidak bisa menyalahkan, mungkin lingkungan nya juga yang membentuk kepribadian seseorang, mengingat nona Mona adalah anak bungsu keluarga besar kolongmerat di negara ini, hingga sikapnya seperti itu. Entah, ini hanya spekulasi tak mendasar Elena. Semoga saja, pertemuan kembali mereka nanti, nona Mona bisa sedikit ramah, bagaimana pun dia adalah adik dari bosnya. Elena harus menjaga hubungan di antara mereka tetap baik.
Setelah sampai di depan pintu kamar Erick, Elena mengetuk pelan, lalu terdengar suara berat dari dalam yang memerintahkan nya untuk masuk, lalu ia mendorong daun pintu dengan hati-hati.
Terlihat atasannya itu sedang berada di atas pembaringan nya.
Menyadari siapa yang datang, Erick tertegun, ia baru saja akan bangkit namun Elena sigap menghalangi.
"Tidak pak, bapak tiduran saja." pinta Elena membuat Erick urung dengan tindakan nya dan kembali terlentang dengan posisi punggung yang menyandar di bahu ranjang.
"Bagaimana kondisi pak Erick?"
"Saya lebih baik sekarang."
Syukurlah." Elena menghela nafas lega. Terjeda sejenak, hening menyelimuti mereka.
"Bapak sudah minum obat?" Elena bertanya kikuk, mungkin hanya berbasa-basi karena tidak tau harus bicara apalagi.
"Belum," kata Erick membuat Elena terkejut.
"Kenapa belum pak?" dari intonasi nada gadis itu seperti terselip kekhawatiran yang begitu tulus membuat Erick merasa ada yang berdesir di dalam sana.
"Saya belum makan apapun untuk mengisi perut."
"Ini ada bubur pak, juga air dan obat." tunjuk Elena di nampan yang berada di samping pria itu.
"Ya, awalnya saya memang akan makan bubur itu, tapi kamu datang membuat urung mengambilnya."
"Eh, saya kira bapak tadi bangkit karena mau menghampiri saya."
Erick mendengkus. "makanya jangan kegeeran." terdengar nada mengejek, membuat Elena misuh-misuh.
Jujur, menyadari gadis itu ada di sini di sampingnya sekarang, membuat Erick sangat senang bahkan terlampau senang. Tapi sebisa mungkin ia membuat dirinya tetap tenang.
"Ekhem, bisakah kau menyuapi saya. Tangan saya terlalu sulit sekarang untuk menjangkau mangkuk itu," ucap Erick meminta, yang sebenarnya alasan pria itu hanya alibi.
Elena tersenyum. "Baik pak." seperti biasa ia tak akan menolak perintah atasannya. Toh hanya menyuapi kan?
Erick terperangah, ia pikir Elena akan menolak. Senyum yang di tampilkan gadis tersebut begitu tulus menimbulkan rasa berdebar kembali di dada Erick.
Elena mengambil mangkuk berisi bubur yang masih hangat itu dan mulai menyuapi Erick.
Erick menerima suapan dari tangan Elena dengan tatapan pria itu yang begitu dalam.
Elena, jika bisa aku ingin kau menyuapi ku setiap saat sepanjang yang ku mau, sepanjang hidup kita.