TAHAP REVISI PERBAIKAN MUNGKIN AKAN ADA BANYAK KATA YANG DI UBAH BIJAK LAH DALAM MEMBACA 🙏
Menceritakan kisah seorang gadis bernama Adinda Amaliya yang rela menggantikan kakaknya menikah karena kabur di hari pernikahan nya, karena belum mengenal calon suaminya bahkan bertemu saja tidak .
Farel Maherza Argadinata, itulah nama nya, pria yang terkenal Dingin dan Arogan, pria yang bahkan sangat membenci pernikahan, karena luka di masa lalu nya, dan karena desakan Papanya pun pria itu mau menikah, dengan gadis yang sangat mirip dengan masa lalu nya.
Apa kah Dinda sanggup menghadapi kemarahan pria itu, jika pria itu tahu kalau wanita yang akan menikah dengan nya kabur atau justru Dinda bisa merubah pria itu?
Dan bagaimana setelah kakaknya tahu jika pria yang di tinggalkannya adalah pria kaya dan sangat tampan? .
Di bumbui dengan kisah persahabatan dan konflik .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anisa Kalista putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keberanian Dinda
SETELAH BEBERAPA SAAT KEMUDIAN
Dinda sudah sampai di depan rumah nya, Dinda segera masuk ke dalam setelah gerbang di buka, rupanya Stella sudah berada di depan pintu,membuka kan pintu dengan melipat tangan di dada nya .
"Dasar gadis kampung, semalam kau ngapain saja bersama kakak?" tanya nya dengan menatap tajam gadis di hadapannya .
Dinda melihat ke arah Stella menatap gadis itu dengan tersenyum .
"Kenapa? Nona, kepo sekali dengan ku?" ucap Dinda bertanya balik tanpa sedikitpun ingin menjawab pertanyaan Stella.
"Kau beraninya!" hardik Stella hendak menampar Dinda karena merasa kesal, namun Dinda terlebih dulu menangkap tangan Stella, entah keberanian dari mana gadis itu tidak sedikit pun takut dengan Stella .
"Jangan mencari gara-gara Nona," ujarnya dengan tersenyum tipis, hal itu membuat Stella semakin marah .
"Kau yang mulai duluan!" tuduh Stella balik sambil menunjuk gadis di hadapannya itu.
"Aku, bukan nya Anda Nona, yang lebih duluan?" balas Dinda tak mau kalah .
"Dasar gadis kampung, ngga tau diri, beraninya melawan ku? kau pikir kau siapa? haaah!" hardik Stella sambil menatap tajam gadis di hadapannya itu karena merasa sangat begitu kesal di buatnya.
"Aku, Adinda Amaliya, gadis kampungan tapi tidak ada satu orang pun yang boleh menindas ku, termasuk Anda, Nona Stella," jawab Dinda sambil tersenyum getir .
Dinda terus saja berani, entah mengapa keberanian itu muncul tiba-tiba .
"Cih, Ha-Ha-Ha.... sebentar lagi pasti kau akan di tendang dari sisi kakak ku," cibir Stella sambil berkacak pinggang lalu tertawa jahat ke arah Dinda.
"Oya, sepercaya diri itu Nona? adik jahat mana sih? yang mendoakan Kakaknya menjadi duda, di saat menikah baru beberapa hari," ucap Dinda dengan santai menatap Stella sambil geleng-geleng kepala.
"Kau, berani berkata itu pada ku!" Stella sangat marah kepada Dinda, Stella hendak menarik rambut Dinda, namun gadis itu langsung segera menyusup masuk ke dalam dan menyeret kakinya yang masih sakit .
Kejadian itu tak luput dari Pa Beni yang segera merekam apa yang mereka katakan, Dinda segera menaiki anak tangga walaupun kakinya masih sakit, lalu segera mengunci kamar nya.
"Gadis sialan! buka pintu nya!" teriak Stella dengan marah sambil menggedor-gedor pintu.
Dinda yang berada di balik pintu, menghela nafas panjang, lalu mendudukkan dirinya di lantai, bersandar di pintu, tak memperdulikan teriakan Stella yang terus menggedor-gedor pintu dengan kerasnya.
"Aku, tidak menyangka bisa berkata seberani itu padanya?" gumamnya tak percaya dengan apa yang di lakukan nya .
MALAM HARI NYA
Dinda yang ketiduran di depan pintu pun terbangun, saat ada seseorang yang menggedor-gedor pintu. Dinda membuka matanya perlahan, lalu segera bangun dan membuka pintu, Pa Beni berdiri tegap di depan pintu .
"Nona, Tuan Muda, dia dari tadi menunggu anda di ruangan kerja nya," jelas Pa Beni panjang lebar, Dinda membulatkan matanya sempurna, saat melihat jam sudah menunjukkan pukul 07,00 Malam, berarti sudah berapa lama dia tertidur di depan pintu? Dinda segera mengikuti Pa Beni dengan masih mengenakan seragam nya .
Pintu sudah di buka Dinda segera masuk sementara Pa Beni pun pamit untuk keluar.Dinda sudah masuk dengan menunduk tanpa sedikitpun ingin menatap wajah pria yang berstatus suami nya itu.
"Apa yang kau lakukan di kamar? sampai kau beraninya mengunci kamar!" tanya Farel menatap tajam ke arah Dinda .
"Maaf Tuan, Saya ketiduran saat pulang sekolah," jawab Dinda masih menunduk .
"Jadi kau belum mandi?" tanya Farel melihat Dinda masih memakai pakaian sekolah nya. Dinda jadi merasa takut mundur beberapa langkah, saat Farel mulai mendekat. Farel terus saja mendekat membuat Dinda terus mundur, hingga mentok ke tembok . Dinda menutup matanya dengan takut, jika pria itu akan membunuh nya atau semacamnya .
"Apa kau takut? jika aku menjadi duda?" tanya Farel tiba-tiba, membuat Dinda membuka matanya, Dinda bengong dengan apa yang Farel katakan, kenapa pria itu bisa tahu?
tentang percakapan nya dengan adik nya .
"Kenapa kau hanya diam? tidak berbicara, apa kau tidak ingin mengatakan sesuatu pada ku?" tanya Farel dengan seringai jahatnya . Hal itu membuat nyali Dinda menciut.
"Apa yang harus Saya katakan Tuan?" jawab Dinda dengan takut, jantung nya sudah tak beraturan .
"Apa perlu? Aku yang mengatakan semua nya," ujar Farel dengan seringai jahatnya, lalu maju lagi ke arah Dinda, namun Dinda tidak bisa sedikit pun untuk mundur, karena sudah mentok ke tembok .
Dinda menghela nafas panjang, berusaha menenangkan jantung nya yang tak beraturan .
"Jantung, jangan berdetak begitu kencang? kalau begini, Aku bisa pingsan," gumam Dinda yang terdengar jelas oleh Farel .
"Apa yang kau katakan, cepat katakan!" ujar Farel lagi dengan menatap tajam, membuat Dinda berusaha berani dan menarik nafasnya panjang .
"Kenapa Tuan ingin mendengar apa yang saya katakan? Saya takut Tuan akan menolak, apa yang saya katakan," jawab Dinda berusaha tenang .
Hal itu membuat Farel mengangkat sebelah alisnya dengan bingung, niat ingin mengerjai gadis di hadapannya malah gagal .
"Katakan saja," jawab nya singkat.
"Saya tidak takut, jika anda menjadi duda, tapi yang Saya takuti adalah diri Saya sendiri, yang sudah berstatus janda tapi masih perawan," jawab Dinda panjang lebar sambil menunduk .
"Kau berani berharap menjadi janda? jangan mimpi, kau bisa lepas dari ku!" ucap Farel dengan meninggi entah mengapa merasa tidak terima.
"Tuan, kenapa anda marah? Saya hanya menjawab apa yang anda katakan, Tuan seburuk apapun Anda memperlakukan saya, menganggap Saya hanya pelayan. tapi di mata hukum dan agama, Tuan tetap lah suami Saya suami yang harus di jaga aibnya," jelas Dinda panjang lebar, membuat Farel tak percaya dengan penuturan gadis kecil di hadapannya ini .
Beberapa saat kemudian, mereka berdua pun hanya diam. Dinda yang baru sadar segera membuka pintu Dan keluar .
"Permisi Tuan, Saya mandi dulu," pamit nya langsung membuka pintu dan keluar dari ruang itu. lalu segera berjalan ke kamarnya menuju walk in closet, untuk mengambil handuk dan meletakkan tas sekolah nya .
Setelah itu Dinda segera bergegas ke kamar mandi. Dinda merendam tubuh nya sambil sesekali memejamkan mata nya, Pikiran nya terus bertanya- tanya, mengingat kejadian tadi kenapa bisa dirinya berkata seberani itu .
Sementara Farel terus memikirkan apa yang gadis itu katakan, lalu segera bergegas ke kamar nya . Farel duduk di sofa sambil menyenderkan kepalanya yang terasa pusing dengan semua hal yang terjadi pada diri nya .
Tak beberapa lama kemudian, Dinda keluar dari kamar mandi, melihat Farel menyenderkan kepalanya di sofa. Farel yang melihat Dinda keluar dari kamar mandi, segera menoleh ke arah Dinda yang sudah berlari kecil menuju ke walk in closet
"Dasar gadis kecil" gumamnya di dalam hati sambil geleng-geleng kepala.
BEBERAPA LAMA KEMUDIAN
Setelah menyelesaikan tugas nya, Dinda dan Farel pun turun untuk makan malam, meski sedikit telat, karena jam sudah menunjukkan pukul 20.10, semua nya sudah pada kumpul di meja makan. Dinda berjalan dengan mengikuti Farel dari belakang. Dinda melihat Stella yang menatap nya dengan tajam, itu pun tak luput dari pandangan Farel. Farel terlebih dahulu duduk di samping Stella membuat semua nya heran dengan Farel .
"Ku duduk di sini saja!" perintah Farel menunjuk kursi yang biasa di duduki nya, yang letaknya di samping Amanda, saat Dinda hendak duduk .
Semua orang hanya diam saja, melihat interaksi ke duanya tanpa sedikitpun menyapa, karena masalah tadi pagi masih jadi masalah, tapi keluarga itu masih tetap makan malam bersama, meski pun masih perang dingin. Semuanya makan tanpa ada sedikit pun suara, hanya suara sendok yang terdengar, hingga selesai makan Farel dan Dinda pun langsung kembali ke kamar nya setelah selesai makan, begitu juga dengan yang lain nya .
Farel hanya diam tak sedikit pun berbicara saat Dinda baru ingat untuk mengganti sprei, setelah mengganti sprei, gadis itu pun langsung berganti pakaian dan menyikat gigi nya. setelah itu segera mengambil tempat yang biasa untuk tidur.
Dinda mengambil beberapa buku untuk belajar, sementara Farel hanya diam tak sedikit pun berbicara, sambil melanjutkan beberapa pekerjaan nya di laptop, hingga dering ponsel Dinda membuat gadis itu melihat siapa yang menelpon nya, Dinda membulat kan mata sempurna saat nama Juan ada di sana, karena tadi siang Juan memaksa meminta nomor telepon nya .
BERSAMBUNG