Putri Kirana
Terbiasa hidup dalam kesederhanaan dan menjadi tulang punggung keluarga, membuatnya menjadi sosok gadis yang mandiri dan dewasa. Tak ada waktu untuk cinta. Ia harus fokus membantu ibu. Ada tiga adiknya yang masih sekolah dan butuh perhatiannya.
"Put, aku gak bisa menunggumu tanpa kepastian." Satu persatu pria yang menyukainya menyerah karena Puput tidak jua membuka hati. Hingga hadirnya sosok pria yang perlahan merubah hari dan suasana hati. Kesal, benci, sebal, dan entah rasa apa lagi yang hinggap.
Rama Adyatama
Ia gamang untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan mengingat sikap tunangannya yang manja dan childish. Sangat jauh dari kriteria calon istri yang didambakannya. Menjadi mantap untuk mengakhiri hubungan usai bertemu gadis cuek yang membuat hati dan pikirannya terpaut. Dan ia akan berjuang untuk menyentuh hati gadis itu.
Kala Cinta Menggoda
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Terkejut Berkali Lipat
Rama mengetuk pintu rumah yang nampak sepi di luar, diiringi ucap salam. Cia berdiri di belakangnya memperhatikan pohon jambu merah yang sedang berbuah lebat. Belum ada sahutan dari dalam. Namun dari arah luar terdengar senandung riang seorang anak. Membuat Rama dan Cia menoleh ke asal suara.
"Ini pasti Rahmi ya?!" Cia menebak dengan mata berbinar begitu anak gadis berseragam biru muda dengan kerudung warna senada datang mendekat. Merupakan seragam sekolah agama atau madrasah. Ia tahu nama-nama adiknya Puput dari sang kakak yang sudah hafal di luar kepala.
Yang ditanya menganggukkan kepala dan memperhatikan tamu yang berdiri di depan pintu itu.
"Aku Kak Cia....ini Kak Rama. Waktu dua hari yang lalu pernah ke sini. Ingat gak?!" Lanjut Cia yang melihat Rahmi masih diam dan terus menatap.
Lagi-lagi anggukkan sebagai jawaban yang diberikan Ami. Kali ini diiringi senyum lebar dengan mata berbinar.
"Kakak pacarnya Teh Puput kan?!" Ami menebak penuh percaya diri.
Membuat Cia melongo dan membelalakkan mata menatap Ami, beralih menatap kakaknya yang kentara menahan senyum.
"Kok Rahmi bisa nebak gitu sih?!" Cia yang malah heboh dan bersemangat untuk mendengar alasan adik bungsunya Puput.
"Soalnya kemarin bawa oleh-oleh banyak sekali untuk Teh Puput. Kata temen aku kalau ada cowok bawa oleh-oleh banyak untuk Teteh pasti itu pacarnya. Kan selama ini cowok yang bertamu ke Teteh paling bawa martabak atau bakso, kadang gak bawa apa-apa. Pasti mereka cuma temen aja."
"Oh gitu ya.....ha ha ha---" Cia tertawa lepas. Merasa terhibur dengan pola pikir Ami yang polos dalam membuat kesimpulan. Kembali melirik kakaknya, Rama yang masih dalam mode sama dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Tidak membantah juga tidak mengiyakan. Tapi eh, kini hidungnya nampak kembang kempis.
"Tapi Teteh jam segini belum pulang, Kak." Lanjut Ami sambil menurunkan tas yang digendongnya beralih ditenteng. Bersiap masuk ke dalam rumah.
"Gak papa. Kakak mau ketemu sama Ibu. Ibunya ada kan?!" Kali ini Rama mulai bersuara sambil memperhatikan wajah Ami yang memerah dan berkeringat. Sepertinya pulang dari sekolah berjalan kaki.
"Ibu ada. Sebentar ya aku masuknya lewat belakang. Kakak tunggu dulu di sini!" Ami berlalu setengah berlari melewati halaman samping selebar 1,5 meter beralaskan rumput taman dan ada tanaman hias berjajar sepanjang sisi tembok rumah. Merupakan jalan yang tembus ke halaman belakang dan pintu dapur.
Ditinggalkan oleh Ami, Cia dengan sengaja mendekatkan wajah ke depan muka sang kakak. Memandang lamat-lamat. "Pasti dalam hati diaminin ya?!" ujarnya dengan mimik menggoda.
"Sok tahu!" Rama menyentil kening adiknya itu. Wajahnya tetap dibuat setenang mungkin. Tapi tidak dipungkiri dalam dadanya terasa hangat.
Tak perlu menunggu lama, terdengar suara kunci yang diputar dan pintu pun terbuka. Sosok ibunya Puput muncul dengan tersenyum dan bersikap ramah. Membalas ucap salam Rama dan Cia dan mempersilakan sang tamu masuk.
"Silakan duduk dulu Neng Cia sama...." Ibu Sekar menggantungkan ucapan karena lupa dengan nama kakaknya Cia itu.
"Rama, Bu. Panggil Rama aja. Jangan Den Rama atau Cep Rama ya, Bu!" Rama lebih dulu menolak panggilan dengan embel-embel seperti yang biasa dilakukan asisten rumah tangga baik di Jakarta ataupun di rumah Enin. Ia ingin menjalin hubungan lebih kekeluargaan dengan ibunya Puput itu.
Ibu Sekar terkekeh. "Baiklah, Rama."
"Nah, kalau gini kan kesannya aku kayak anaknya Ibu." Rama tersenyum cerah. Ia mengabaikan cubitan tangan Cia di balik punggungnya. Tahu, jika sang adik meledeknya.
Lagi-lagi Ibu Sekar terkekeh. " Pepesnya udah siap. Udang asam manisnya baru matang masih panas. Tunggu ya sebentar belum dimasukin cup."
Rama mencegah Ibu Sekar yang akan beranjak. Meminta beliau duduk lagi. "Santai aja, lagian aku mau ngobrol dulu sama Ibu."
Dari arah ruang tengah muncul Aul membawa nampan berisi tiga gelas teh hangat. Menyimpannya di meja sambil tersenyum ramah. Lalu menyalami dua orang tamu tersebut. Ia sedang bersama Ibu di dapur saat Ami dengan heboh memberi tahu ada pacarnya Teh Puput di depan. Ami menyusul datang sudah berganti baju dan ikut duduk menggelayut di lengan ibunya.
"Ini adiknya Puput juga ya, Bu?!" Cia menatap seksama wajah Aul. Anak perempuan Ibu Sekar semuanya cantik-cantik. Kentara warisan kecantikan turun dari ibunya yang memiliki wajah putih bersih minim keriput.
"Iya. Puput punya tiga adik. Dua perempuan, satu laki-laki." Kemudian Ibu Sekar menyebutkan nama-nama anaknya.
"Kalau Zaky lagi di halaman belakang. Lagi bikin kerajinan." Pungkas Ibu Sekar.
"Aa Zaky jago bikin miniatur dari kayu lho. Sekarang aja lagi ada order miniatur mobil sport." Ami dengan bangga memberitahukan keahlian sang kakak.
"Wah, jadi penasaran pengen lihat. Bu, boleh gak aku ke belakang?" Cia meminta izin. Sekaligus memberi jalan pada kakaknya agar leluasa berbicara empat mata dengan Ibu Sekar.
"Tentu saja boleh." Ibu menyuruh Aul menemani Cia ke halaman belakang. Dan Ami pun beranjak mengekori.
"Eh, sebentar ada yang lupa." Cia menghentikan langkah dan berbalik badan.
"Rahmi, kakak bawa oleh-oleh buat semuanya. Bantuin bawa yuk! Masih di mobil."
Ami dengan semangat mengikuti langkah Cia yang meminta kunci mobil dari tangan Rama. Begitu pintu mobil dibuka, matanya membelalak sempurna melihat banyaknya kantong makanan memenuhi jok tengah.
"Hemmm, wangi aroma pizza, Kak." Hidung Ami mengendus-ngendus. Tercium aroma pizza dari brand terkenal, harum menggoda untuk dicicipi.
Cia terkekeh dengan tingkah polos bocah yang sebentar lagi lulus SD itu. "Wow bisa ketebak. Pinter deh." Ia pun menyerahkan kotak pizza ukuran jumbo untuk dibawa lebih dulu oleh Ami. Sisanya ada buah-buahan dalam dua kantong plastik dan aneka jajanan lainnya.
Di ruang tamu.
"Bu, sebelumnya aku mau cerita soal Puput." Rama memperhatikan raut muka Ibu Sekar yang serius menatap dan mendengarkan ucapannya.
"Saya baru tahu jika Puput bekerja di RPA. Itu artinya aku dan Puput rekan kerja." Rama tidak memperkenalkan diri sebagai owner RPA. Biarlah nanti Ibu Sekar tahu sendiri dari Puput.
Ibu Sekar membelalakkan mata. Terkejut sekaligus senang mendengarnya. Tapi kemudian mengerutkan kening tanda heran. "Tapi kok kenapa kalian tidak saling tahu ya?!"
"Kalau aku kerjanya di pusat, di Jakarta. Baru beberapa hari tinggal di sini. Menengok Enin sekaligus tugas kunjungan ke cabang Ciamis. Ketemu dengan Puput di kantor baru tadi pagi." Jelas Rama yang membuat Ibu Sekar mengangguk mengerti.
"Rama sudah menikah?!" Ibu Sekar beralih bertanya hal pribadi.
"Belum, Bu."
Aduh kenapa jadi deg-degan. Bu Sekar maksudnya apa?!
Rama harap-harap cemas menunggu kelanjutan ucapan Bu Sekar.
Kalau mau jodohin sama Puput, dengan senang hati, Bu.
"Eh, silakan diminum dulu! Keburu dingin tehnya. Kuenya juga dicicipi ya!" Bu Sekar beralih menawarkan sajian yang ada di meja, minuman teh dan sepiring lapis legit.
"Makasih, Bu." Dalam hati Rama tertawa sumbang. Mengira akan ada kelanjutan dari pertanyaan soal status tadi. Lagi-lagi ekpsektasinya menyangkut Puput terlampau ketinggian. Teh aroma melati diteguknya beberapa kali.
...***...
Puput sampai di rumah menjelang magrib. Langsung memasukkan motor kesayanganya ke garasi. Sempat penasaran melihat pintu utama terbuka lebar. Mengira di dalam sedang ada tamu.
Masuk sambil berucap salam, namun tidak ada sesiapa di ruang tamu. Sahutan kompak terdengar dari ruang keluarga. Ada Ibu dan ketiga adiknya duduk di karpet sedang membongkar isi dari setiap kantong kresek putih.
"Walah.....siapa yang abis belanja?! Banyak amat kayak mau hajatan." Puput bergabung duduk sila di samping Ami. Ada box pizza yang terbuka lebar dan sudah hilang isinya beberapa slice. Melihat Ami yang menggigit pizza penuh ekspresi saat lelehan keju mozarela dijilat, ia pun tertarik mengambil satu potong. Pas sekali perutnya mulai orkes saat mencium aroma harum pizza itu.
"Yaahh....Teteh pulangnya telat 5 menit deh. Baru aja pulang----" Aul menyayangkan. Sebenarnya sang kakak pulang di jam teratur. Hanya sang tamu yang tergesa pulang dengan alasan pesanan pepesnya sudah ditunggu Enin. Meski bisa dibilang tamu tadi cukup lama berada di rumah mengobrol santai dengan semua orang rumah dengan sangat menyenangkan.
"Oh, abis ada tamu ya?! Siapa?!" Puput menambahkan saus ke permukaan pizza yang sudah digigitnya separo. Saos sambal yang pedas menambah nafsu memakan pizza dengan lahap dan cepat.
"Masa Teteh gak tahu. Kalau tamu yang bawa buanyak oleh-oleh berarti apa hayoh?!" Ami menggoyang-goyangkan telunjuknya di depan muka Puput. Mengira kakaknya itu iseng pura-pura tidak tahu.
"Idih malah tebak-tebakan. Ada siapa sih, Bu?!" Puput mendelik, beralih menatap ibunya. Rasa penasaran makin menguat.
"Ada Kak Rama sama Kak Cia. Lumayan lama main di sini. Miniatur buatan aku juga sempat di foto-foto sama Kak Cia. Katanya mau bantu dipromosiin." Zaky mewakili menjawab. Ia sudah habis 5 butir jeruk santang selama duduk bersama. Ada buah naga, anggur, apel, yang belum tersentuh. Begitu banyak rupa buah tangan yang dibawa sang tamu. Lebih banyak dari kedatangan pertama.
Membuat Puput urung menelan pizza yang sudah lumer di mulut. Terkejut.
"Pacar Teteh baik banget deh. Taraaaa....aku dikasih ini sama Kak Rama." Ami berdiri dan mengeluarkan dua lembar uang gambar presiden Soekarno dari saku bajunya. Sebelumnya tidak ada yang mengetahui waktu uang itu diselipkan ke sakunya.
"Kak Rama bilang kalau nilai ujian bagus bakalan dikasih hadiah. Iyes!!!" Ami mengepalkan tangan dan meninju udara penuh semangat.
Rasa terkejut Puput berlipat dua. Kini mulutnya menganga.
"Syukurlah ternyata Teteh sama Rama kerja di tempat yang sama. Ibu sempet kaget tapi seneng dengernya. Rama bilang mulai besok bakal sering kerja bareng Teteh sebelum pulang lagi ke pusat."
Ucapan sang Ibu membuat Puput terkejut berkali lipat. Tidak hanya mulut menganga, tapi mata melotot seolah mau loncat. Pizza yang sudah mencair di mulut perlahan mengalir ke tenggorokan dan masuk sebagian ke rongga hidung. Alhasil ia tersedak dan terbatuk-batuk sampai muncrat mengenai baju Ami.
"Ihhh....si Teteh mah jorok!" Ami berteriak protes sambil mengibas-ngibaskan baju yang terciprat bubur pizza dari mulut kakaknya itu.
"Aer....aer....uhuk-uhuk----" Puput meminta minum ke arah Aul sambil terbatuk-batuk. Rasa pedas saos terasa memenuhi hidung. Sampai-sampai matanya berair.
"Hadeuh....kaget sampe segitunya denger Ayang datang!" Zaky dengan sengaja memancing dengan posisi siaga kuda-kuda. Teh Puput biasanya tidak segan-segan menyerangnya dengan adu jurus meski tidak sungguh-sungguh untuk melukai.
Perkiraannya tidak meleset. Usai meneguk segelas air sampai habis, kakak sulungnya itu menatap tajam seolah hendak memangsa. Dalam sepersekian detik kejar-kejaran tidak bisa dielakkan. Zaky berlari sambil tertawa-tawa menghindari serangan sang kakak sampai keluar rumah dan naik pohon jambu dengan cepat. Tempat yang aman karena sang kakak tidak mungkin naik. Trauma naik pohon karena saat seusia Ami pernah jatuh telungkup di tanah sampai keningnya mendapat banyak jahitan.
Ibu hanya menghela nafas panjang dan geleng-geleng kepala melihat Aul dan Ami malah menyoraki kelakuan dua saudaranya itu.