Pertemuan yang tidak sengaja dengan orang yang sangat menyebalkan menjadi awal sebuah takdir yang baru untuk dr. Fakhira Shakira.
Bruukk
"Astaghfirullah." Desis Erfan, ia sudah menabrak seorang dokter yang berjalan di depannya tanpa sengaja karena terburu-buru. "Maaf dok, saya buru-buru," ucapnya dengan tulus. Kali ini Erfan bersikap lebih sopan karena memang ia yang salah, jalan tidak pakai mata. Ya iyalah jalan gak pakai mata, tapi pakai kaki, gimana sih.
"It's Okay. Lain kali hati-hati Pak. Jalannya pakai mata ya!" Erfan membulatkan bola matanya kesal, 'kan sudah dibilang kalau jalan menggunakan kaki bukan mata. Ia sudah minta maaf dengan sopan, menurunkan harga diri malah mendapatkan jawaban yang sangat tidak menyenangkan.
"Oke, sekali lagi maaf Bu Dokter jutek." Tekannya kesal, kemudian melenggang pergi. Puas rasanya sudah membuat dokter itu menghentakkan kaki karena kesal padanya. Erfan tersenyum tipis pada diri sendiri setelahnya.
Karena keegoisan seorang Erfan Bumi Wijaya yang menyebalkan, membuat Hira mengalami pelecehan. Sejak kejadian itu ia tak bisa jauh dari sang pria menyebalkan.
Rasa nyaman hadir tanpa diundang. Namun sayang sang pria sudah menjadi calon suami orang. Sampai pada kenyataan ia sudah dibeli seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
Hira sudah menyelesaikan tugasnya saat Guntur dan Erfan kembali ke ruang tamu. Ia menyerahkan laptopnya pada Erfan. "Lo cek dulu kalau salah bilang, gak usah pake marah-marah." Katanya dengan tersenyum tipis.
Selelah apapun Hira harus tetap jaga sikap agar tidak tersulut emosi. Guntur duduk di samping kiri Hira. "Makan dulu, nanti sakit. Masih ada enam hari lho Ra." Hira menggeleng lalu beberapa detik kemudian tersenyum. "Nanti aja," beberapa detik kemudian ponselnya berdering. Ringgo, kenapa lagi manusia satu itu harus mengganggu saat moodnya sudah diambang batas dan susah payah mempertahankannya.
"Angkat," titah Erfan, "atau matikan ponselnya sekalian, berisik." Hira memilih menjawab telpon Ringgo, dari pada tambah panjang kalau ia mematikan ponselnya.
"Beb..."
"Ya!"
"Sudah pulang Ra?"
"Belum."
"Sudah makan?"
"Belum."
"Kenapa semua belum, nanti kamu sakit. Kamu dimana biar aku jemput, tadi gak bawa mobilkan?"
"Gak perlu, aku bisa sendiri." Jawab Hira ketus, kalau boleh nangis sekarang ia pengen nangis. Untuk meluapkan segala kekesalannya dari perlakuan Erfan yang nauzubillah. Sekarang ditambah gangguan dari Ringgo.
"Jangan membantah Ra, aku khawatir tau." Hira menye-menye, kalau Ringgo bisa melihat wajahnya saat ini pasti tidak akan selamat dari jitakan.
"Gak perlu khawatir!"
"Udah deh Ra, jangan membantah, shareloc!" Siapa Ringgo jadi Hira harus peduli dengan setiap perkataan lelaki itu.
"Gue males ribut Go, gue capek jangan ganggu lagi." Hira memutus sambungan telponnya. Beberapa detik kemudian Ringgo mengubunginya kembali. Hira menghela napas panjang lalu memblokir kontak Ringgo setelah mereject panggilannya. Guntur yang melihat membulatkan mata, Erfan melihat ekspresi Guntur ikut penasaran.
"Kenapa di blokir Ra, kalau ada yang penting nanti gimana?" Pertanyaan Guntur membuat Erfan paham.
"Males debat." Jawab Hira dengan tenang. Guntur meneguk ludah, orang secantik Hira ternyata kalau keluar sisi garangnya ngeri.
"Udah selesai urusan pribadinya?" Ya Allah, jujur Hira sangat ingin menendang mulut Erfan sekarang. "Kerjain ulang!"
"What?" Hira mengambil laptop yang diberikan Erfan, matanya langsung membulat saat kolom-kolom itu bersih. Lalu semua yang sudah selesai dikerjakan Hira tadi dihapus Erfan. "Lo hapus?"
"Salah semua, lo gak fokus." Guntur menepuk jidatnya, sekarang sudah jam sembilan malam dan Erfan masih mencari masalah.
"Lo kalau gak mau gue ada di sini ngomong baik-baik, bukan gini caranya. Gue juga capek, lo kekanakan banget Fan." Hira masih bisa mengontrol emosinya, kalimat yang diucapkannya tanpa tekanan.
"Sini gue bantu Ra." Guntur menawarkan bantuannya sekarang bukan saatnya berdebat. Ia tau semua sudah kelelahan sekarang.
"Biarin Hira ngerjain, Guntur! Lo bisa kerjain yang lain." Sentak Erfan, tidak dengan nada tinggi hanya saja penuh penekanan.
"Gue udah gak ada kerjaan lagi Fan."
"Guntur!!" Suara Erfan naik satu oktaf, Guntur meluruhkan bahunya. Sungguh ia tak paham dengan jalan pikiran Erfan, beginikah cara lelaki di depannya ini melakukan balas dendam. Untung Hira anteng jadi tidak ada perang yang terjadi malam ini.
"Gue bisa kok Tur, santai aja." Hira tersenyum, sialnya Erfan menghapus semuanya, tak ada yang tersisa. Tidak ada kata lain selain bersabar.
Tahan Hira baru satu hari, masih ada enam hari lagi. Perjalanan masih panjang, harus banyakin stok sabar. Sekali menyebalkan ya tetap menyebalkan itu predikat yang Hira berikan untuk Erfan.
Tadi itu sebenarnya Hira hanya merekap data yang dikirim dari rekan-rekan dokternya jadi bisa cepat. Tapi sekarang sudah dihapus Erfan semua, tidak ada jejak lagi. Erfan memang berniat menyiksanya, baiklah Hira akan menikmati.
Suara ruang tamu hening, Hira harus mengklasifikasikan ulang data pasien dan keluhannya. Harusnya malam ini cuma evaluasi, ini bukan kerjaan Hira. Semua ini hanya sebagai alasan Erfan saja untuk menyiksanya. Ya Hira tau itu.
Jarinya sudah keriting, Hira melemaskan otot-otot tangannya. Lelah sekali keluhnya, lalu tersenyum. Percumakan kalau mengerjakan dengan marah-marah, yang ada energi Hira tambah terkuras.
Setelah berjuang selama empat jam akhirnya selesai juga. Erfan dan Guntur tertidur di sofa, lagi-lagi Hira hanya bisa tersenyum dalam kesalnya. Tadi Hira cuma tidur sebentar Erfan sudah marah-marah. Sekarang ia cuma kerja sendirian selama berjam-jam. Huft, kalau boleh marah sekarang sudah Hira tendang kepala Erfan.
Hira membangunkan Guntur pelan, sekarang jam satu dini hari. Ia harus pulang, badannya sudah lengket dan bau kecut. Walau tidak tega Hira tetap membangunkan Guntur. Pulang sendiri tengah malam begini, Hira tidak seberani itu.
"Guntur, tolong antar gue pulang ya." Bisiknya setelah Guntur mengerjapkan mata, Hira juga sudah memindahkan file yang selesai dikerjakannya ke ponsel. Jaga-jaga kalau dihapus Erfan lagi. Guntur mengangguk setelah kesadarannya penuh.
"Maaf ya ngerepotin, nanti besok gue bawa mobil sendiri aja." Ucapnya setelah berada di mobil Guntur, kalau tidak ada Guntur mungkin Hira sudah meluapkan kekesalannya pada Erfan.
"Gak ngerepotin kok Ra, tadi sudah selesai?"
"Udah kok." Hira tersenyum menyembunyikan lelahnya. Ia tak ingin dikasihani, apalagi Guntur membelanya. Itu akan membuat Erfan semakin menjadi-jadi.
"Maaf ya, gak bantuin malah ninggalin tidur." Guntur tidak dapat berbuat apa-apa, semakin ia menantang Erfan. Erfan akan semakin menyiksa Hira.
"Udah kewajibanku Tur." Lagi-lagi Hira tersenyum sangat manis."Makasih ya, hati-hati Guntur," ungkapnya setelah sampai apartemen dan keluar dari mobil Guntur.
"Langsung istirahat ya, lo tadi juga belum makan." Baik sekali lelaki itu mengingatkan Hira, andai Erfan juga bersikap seperti itu Hira tidak akan tersiksa.
"Iya, habis ini langsung makan dan tidur. Kalau gak kebalik tidur dulu baru makan." Guntur tersenyum, dalam keadaan selelah itu Hira masih bisa bercanda. Ia merasa bersalah karena sudah terlibat dalam menyiksa batin gadis itu.
"Bye!" Guntur melambaikan tangannya pada Hira, memastikan gadis itu hilang dari pandangannya baru melajukan mobil.
Selesai membersihkan badan, Hira membuat segelas susu dan mengambil roti. Asal perutnya sudah diisi insyaAllah aman. Setelahnya ia langsung meluruskan pinggang, lelah sekali hari ini. Sekarang sudah pukul dua pagi, Hira bernapas berat. Hanya bisa tidur tiga kurang dari tiga jam malam ini, besok tenaganya harus dikuras lagi.
Alarm membangunkan Hira jam setengah lima pagi, artinya baru dua jam setengah ia tidur. Selesai mandi dan sholat Hira membuat sarapan. Masih ada waktu sebelum Guntur menjemputnya, bisa Hira gunakan untuk melanjutkan tidur. Pria itu tidak membolehkan Hira membawa mobil sendiri. Kali ini Hira jadi gadis penurut pada Guntur, gak salahkan karena Guntur sangat baik padanya walau baru kenal.
"Astaghfirullah." Hira melirik jam di atas nakas, pukul sembilan pagi. Ia benar-benar tertidur pulas setelah sarapan pagi-pagi buta.
Ah, Erfan pasti sangat marah padanya. Hira telat, itu tidak bisa ditoleransi. Ponselnya dalam mode silent, jelas ia tak tau kalau Guntur menelponnya puluhan kali.
Huft Hira beranjak ke kamar mandi lalu bersiap. Kuatkan mental dari sekarang Hira, jangan harap Erfan memaafkan kesalahanmu di hari kedua ini.
udah untung suami mendukung pekerjaan nya,malah mau di bikinin tempat praktek sendiri, kurang apa coba si erfan