Kematian yang menyedihkan kembali membawanya hidup dalam sosok yang lain. membalaskan dendam yang belum usai kepada orang-orang yang sudah menyakitinya tanpa ampun. Penderitaan yang ditanggung begitu besar, hingga bernapas rasanya menyakitkan.
Namun, itu dulu. Kini ia kembali dengan penampilan yang baru. Kelemahan terbesarnya kini telah musnah. Semua yang dulu menganggapnya sampah akan dia singkirkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hairunnisa Ys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Senyum Terakhir (SR)
"Arg...." ringisnya perlahan. "Sepertinya harus ngesot."
Ia turun dengan penuh perjuangan, menumpukan tangannya pada sisi nakas. Kini ia sudah berada di latai. Dengan pelan ia melakukannya. Tepat saat ia sudah di depan pintu kamar mandi. Sosok Aksa terlihat sambil membawa sarapan.
"Kau mau kemana sampai ngesot-ngesot." Aksa bertanya datar sambil meletakkan nampannya.
"Ke kamar mandi, Kak." cicit Saira membuat Aksa menganguk.
"Terus kenapa ngesot?"
"Kakak tidak lihat, kakiku tidak bisa diajak berjalan."
"Makanya jadi wanita nggak usah gengsi buat manggil suami sendiri." Aksa segera menyadari ucapannya. Ia sedikit kikuk. Namun, sedetik kemudian ia kembali seperti biasa.
"Nggak usah kegeeran, kau hanya istri di atas kertas dan tidak bersifat selamanya."
Untuk kesekian kalinya Saira dipatahkan dengan argumen Aksa. Pria itu segera menggendong tubuh Saira menuju kamar mandi dan meletakkan tubuh itu di atas closet duduk.
"Kalau udah selesai, bilang." Ia langsung keluar dan duduk di ranjang Saira.
Sekitar sepuluh menit Saira sudah selesai dengan aktivitasnya. Ia enggan memanggil Aksa. Perlahan ia mencoba berjalan dan kembali jatuh. Ia meringis kesakitan dan hal itu membuat Aksa berlari ke sana.
"Astaga, Saira! Kau benar-benar merepotkan."
"Maaf," isak Saira saat rasa sakitnya kembali menderanya.
"Kita ke rumah sakit sekarang."
Aksa membawa Saira ke rumah sakit agar kakinya segera di tangani dengan baik dan benar. Ia tidak mau Saira menjadi beban untuknya jika wanita itu sakit. Siapa yang akan membersihkan rumah mereka kalau bukan Saira. Ia segera mendapatkan perawatan intensif. Beberapa jam kemudian, Aksa dan Saira sudah diperbolehkan pulang. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Saira sudah sangat mengantuk dan tidak kuat berjalan. Akhirnya Aksa menggendongnya.
"Buruan naik ke punggungku."
"Tapi aku berat, Kak."
"Mau jalan dengan kaki ngesot? Kapan kita sampainya kalau begitu. Aku udah ngantuk. Buruan!"
Saira naik ke punggung Aksa dengan hati berbunga. Ia merasa betapa beruntungnya Saira memiliki pria seperhatian ini. Kapan ia bisa benar-benar bisa merasakan momen langka tersebut. Ia juga ingin sesekali mencecapi rasanya.
Sesampainya di mobil, Aksa segera mendudukkan Saira di kursi depan. Lalu segera berlari kecil menuju kursi pengemudi dan menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Sesampainya di rumah, Aksa kembali menggendong tubuh Saira dan membawanya ke kamar. Setelah selesai ia kembali ke kamarnya. Di sana ia memukul kepalanya karena sudah menjadi pria sok baik dan menjadi suami yang teladan.
"Brengsek! Saira berhasil membuatku khawatir. Tidak, aku hanya sebatas khawatir. Satu-satunya wanita yang kucintai adalah Izora."
Senyum Siara tidak pernah luntur. Apalagi saat membayangkan betapa perhatiannya Aksa padanya. Ia rela sakit jika Aksa memperhatikannya seperti ini.
"Jadi begini rasanya saat Aksa berperan sebagai suami sungguhan." bisiknya pelan.
Ia bahkan sampai merasa musibah yang ia alami adalah sebuah berkah. Karena Aksa menjadi sangat memperhatikannya layaknya seorang istri.
Ia tersenyum kemudian tidur dalam damai. Ia bahagia karena setidaknya Aksa sudah mulai memperhatikan dirinya, meski kata-kata suaminya sangat menyelekit dan menyakitkan tapi Saira tahu bahwa Aksa sangat peduli terhadapnya. Saira merasa hal ini akan menjadi pertanda baik untuk hubungannya ke depannya. Namun, ia melupakan satu hal.
"Ini hanya tentang sebuah permainan catur, di mana aku tuannya dan kamu biduk caturnya."
Awal yang Saira pikir adalah awal sumber bebahagiaannya, tidak lain hanyalah awal deritanya.
"Aku semakin penasaran, bagaimana reaksimu saat mengetahui bahwa semua hanya ilusi semata. Sungguh wanita yang malang dan sangat kasihan."
Aksa menampilkan senyum devilnya. Sebuah senyuman yang sudah lama tidak terbit di bibir seksinya. Kini berkat Saira ia kembali memamerkan senyumnya. Ia akan pastikan sampai kapan pun Saira akan mengganti rasa sakitnya.
------
Sudah direvisi disingkat SR
kenapa jadi abu-abu 🤔
cuiiiiiihhh 🖕🖕
apa itu masuk ya Thor🤔
cuuiiiiiiihhhh 🖕🖕🖕🖕🖕