NovelToon NovelToon
Dendam Keturunan Pendekar

Dendam Keturunan Pendekar

Status: sedang berlangsung
Genre:Perperangan / Action / Balas Dendam
Popularitas:722
Nilai: 5
Nama Author: Abdul Rizqi

Wira adalah anak kecil berusia sebelas tahun yang kehilangan segalanya, keluarga kecilnya di bantai oleh seseorang hanya karena penghianatan yang di lakukan oleh ayahnya.

dalam pembantaian itu hanya Wira yang berhasil selamat karena tubuhnya di lempar ibunya ke jurang yang berada di hutan alas Roban, siapa sangka di saat yang bersamaan di hutan tersebut sedang terjadi perebutan artefak peninggalan Pendekar Kuat zaman dahulu bernama Wira Gendeng.

bagaimana kisah wira selanjutnya? akankah dia mampu membalaskan kematian keluarganya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jurus Pamungkas Wira

***

Sementara itu di kedalaman alas Roban tepatnya di dalam sebuah Goa terlihat Wira dan Ratih yang tiba di goa itu.

Wira langsung meletakan Ratih di tempat yang sekiranya ia aman, Wira memandangi Ratih yang lumpuh dengab tatapan iba.

Siapa sangka ada manusia keji yang rela menumbalkan anak kecil demi meraih kesaktian yang sangat tinggi.

Sementara Ratih hanya bisa memandangi sosok manusia setengah monster di sampingnya dengab tatapan mendalam, tidak ada rasa takut di hatinya karena ia tahu anak ini adalah anak yang baik walaupun wujudnya menyeramkan bahkan lebih seram dari nenek tua yang menculiknya.

Wira kemudian bertanya kepada Owo, "Owo, apa yang harus aku lakukan agar anak ini bisa kembali menggerakan tubuhnya?" Tanya Wira.

"Hmm..." Owo bergumam pelan kemudian berucap, "di dalam tubuh anak ini terdapat racun Tuan, setiap racun pasti ada penawarnya. Kemungkinan penawar racun yang melumpuhkan otot ini ada di wanita tua itu." Jawab Owo.

Wira menganggukan kepalanya, kali ini tidak ada pilihan lain baginya, dia harus bisa mengalahkan nenek Pakande demi bisa mengambil penawar racun itu.

"Anak manis tunggulah sebentar di sini, aku berjanji akan kembali dan membawamu kembali pulang!" Ucap Wira kemudian berbalik tanpa persetujuan Ratih.

Ratih hanya bisa menatap tak rela kepergian dari anak kecil itu.

"Tidak jangan pergi! Aku takut di sini sendirian!" Sayang sekali Ratih hanya bisa mengucapkan hal itu di dalam hatinya.

Di tengah alas Roban terlihat Nenek Pakande melayang dengan wujud yang sangat menyeramkan, puluhan lidahnya menjuntai kemana mana bagaimana tentakel gurita.

Sementara mata mengeluarkan siluet merah nyalang, kali ini rambutnya tidak di gulung secara rapi, namun ia biarkan berkibar dan nampak semakin menyeramkan di kombinasikan wajah yang di penuhi dengan jerawat.

"Aarrrggghhhh!! Dimana kamu bocah bajingan..!!!" Teriak Nenek Pakande yang sangat murka.

Slat!

Siapa sangka dari balik rimbunnya semak semak, melesat bayangan hitam yang tiba tiba sudah berada di belakang Nenek Pakande.

Wira langsung mengayunkan tangan kirinya yang seperti monster ke arah nenek Pakande.

Nenek Pakande berbalik, ia melayang mundur menghindari serangan dari Wira.

Sesaat mereka berdua saling tatap, Wira mendongak menatap nenek Pakabde yang melayang di udara.

Ia mengamati setiap inci tubuh nenek Pakande, namun Wira sama sekali tidak menemukan adanya serbuk penawar racun pelumpuh otot itu.

Siapa sangka nenek Pakande menyeringai dengan lebar melihat tatapan dari Wira, tangannya kanannya meraih sebuah lipatan kain yang ia simpan dari balik bajunya.

"Hehe, kamu pasti mencari ini bukan? Keturunan Wira Gendeng!" Ucap Nenek Pakande dengan sebuah seringai.

Owo yang merasakan nenek Pakande hendak membakar penawar itu langsung berucap kepada Wira, "Tuan, nenek tua itu memiliki niat untuk membakar penawar racun itu!" Ucap Owo yang bisa memprediksi isi pikiran.

Wira kaget dia langsung mengangkat tangan kirinya yang berbentuk tangan monster.

Slash!

Wira kemudian mencakar udara kosong di depannya, siapa sangka sebuah siluet cakaran berbentuk petir hitam tercipta dan langsung melesat menuju ke Arah Nenek Pakande.

Nenek Pakande terkejut ketika melihat serangan ini, dia langsung melayang lebih tinggi lagi.

Kemudian nenek Pakande mencoba membakar penawar racun tersebut, namun siapa sangka Wira bergerak cepat terus menerus menerjang ke Arah Nenek Pakande hingga nenek Pakande tidak memiliki kesempatan untuk bisa membakar penawar racun tersebut.

Hingga di suatu kesempatan lengan kiri Wira berhasil mencengkeram tubuh Nenek Pakande secara sempurna.

"Aaarrrrggghhhhhh!!!!!" Wira berteriak keras sembari mencengkeram tubuh nenek Pakande dengan lebih erat lagi.

"Akkkhhhh!!!! Hentikan keparat!!" Teriak nenek Pakande yang merasakan tulang tulangnya mulai patah.

Kratak! Kratak!

Hingga akhirnya tubuh nenek Pakande remuk akibat cengkraman tangan monster dari Wira.

Wira menghela nafas lega ketika melihat musuh sudah mati, namun siapa sangka ketika Wira mengendurkan cengkraman tangannya nenek Pakande belum mati, dia membuka mulutnya lebar lebar.

Clak! Clak! Clak!

Puluhan lidah menjijikan dari nenek Pakande langsung melilit dan menutupi tubuh Wira bagaimana kelompoknya, namun hanya tubuh Wira saja yang terlilit sedangkan tangan mosnternya masih mencengkeram tubuh nenek Pakande.

Bola mata Wira masih bisa melihat penawar racun itu yang berada di tangan kanan nenek Pakande, "penawar itu!!"

Adu cengkraman terjadi, Wira merasa sakit bukan main seolah di lilit oleh ular ketika nenek Pakande mengertakan lilitan lidahnya.

"Hahaha... mari kita beradu cengkraman, kamu tidak mungkin bisa menang melawan diriku, karena aku adalah pemuja ilmu hitam aku tidak bisa mati!" Ucap Nenek Pakande sembari menyeringai.

Siapa sangka tangan monster Wira melepaskan cengkramannya dari tubuh nenek Pakande, kemudian Wira memegang lidah nenek Pakande.

Pakande menyeringai semakin lebar karena mengira wira mencoba menarik lidah tersebut, namun siapa sangka tangan Monster wira terlihat mengeluarkan aliran petir berwarna hitam.

"Mati!!!" Teriak Wira ia langsung mengalirkan petir hitam di lidah nenek Pakande.

"Aaarrrrggghhhhhh!!!" Nenek Pakande berteriak kesakitan, sementara wira walupun ia terkena petir hitam itu namun tidak berpengaruh terhadapnya karena ia adalah penggunanya.

Tubuh nenek Pakande kejang kejang, hingga akhirnya lipatan kain yang berisi penawar racun itu terjatuh ke tanah.

Mata nenek Pakande memutih tubuhnya mulai gosong kulit kulitnya melepuh karena tersengat aliran petir yang sangat tinggi.

Nampak lidah lidah yang sebelum ini sangat menjijikan berubah menjadi hitam gosong.

Setelah di rasa nenek Pakande telah tewas Wira melemparkannya ke samping begitu saja.

Wira kemudian berjalan mengambil lipatan kain yang berisi penawar racun tersebut, namun ketika Wira mengambil lipatan kain ini suara Owo membuat Wira terkejut.

"Tuan! Wanita tua itu belum mati, lihatlah baik baik tubuhnya semakin memulih, dia tidak bisa mati kecuali tubuhnya hangus menjadi abu!" Ucap Owo.

Sontak Wira terkejut, dia melihat ke arah nenek Pakande yang tergeletak di tanah, benar saja secara perlahan namun pasti tubuh nenek Pakande nampak kembali mendapatkan kesehatannya.

Kulitnya yang melepuh dan hangus secara perlahan memulih.

Nenek Pakande menggerakan kepalanya dan menatap Wira sembari menyeringai, "hehe... sudah aku bilang aku tidak bisa mati!" Ucap Nenek Pakande dengan nada yang terdengar sangat bangga.

Siapa sangka Wira membalas seringai nenek Pakande, "oh ya? Bagaimana kalau aku menghanguskan mayatmu hingga menjadi debu?" Tanya Wira dengan sebuah seringai.

Sontak Pakande membelalakan matanya karena Wira mengetahui kelemahannya, "Sialan! Dari mana bocah ini mengetahui kelemahanku?!" Tanya Pakande dalam hatinya dengan panik.

Pakande langsung berjalan tertatih menjauh dari Wira menggunakan sisa tenaganya.

Wira menyeringai semakin lebar dari kejauhan, dia mengangkat tangan kirinya ke langit.

Tiba tiba awan menghitam, di sertai dengan angin yang tiba tiba berhembus sangat kencang.

Lap!

Satu petir terlihat tercipta di langit, namun petir tersebut terlihat berwarna hitam pekat.

Lap!

Petir hitam kembali tercipta.

Lap!

Lap!

Lap!

Hingga ratusan petir terlihat bersahutan di atas awan mendung, beberapa detik kemudian awan mendung tiba tiba menyingkir dengan sendirinya.

Dari atas terlihat ular naga raksasa yang tercipta dari ratusan petir petir hitam.

Wira masih mengangkat tangan monsternya ke atas, dia kemudian menunjuk ke arah Nenek Pakande dengan tangan monsternya.

"Petir pemusnah!!" Teriak Wira.

Sontak ratusan petir hitam yang menyerupai ular naga itu langsung melesat menuju ke Arah Nenek Pakande yang berjalan tertatih tatih.

GRROAAAAAARRRR!!!!

Ruangan naga terdengar sangat keras ketika petir yang menentuk ular naga itu melesat sembari membuka mulutnya lebar lebar.

"Aahhh tidaaakkk!!!!" Nenek Pakande berteriak untuk yang terakhir kalinya, mustahil bisa menangkis atau menghindar serangan berskala besar seperti ini.

Nenek Pakande kini merasakan penyesalan di dalam hatinya, dia menyesal karena mengejar keturunan dari Wira Gendeng ini. Jika nenek Pakande tahu akan berakhir seperti ini ia tidak mungkin melawan keturunan wira gendeng.

Dhuaaaaarrrrgggggg!!!!

Ledakan besar terjadi, pohon pohon terlepas dari tanah, debu beterbangan di mana mana di sertai dengan angin badai yang berhembus kencang.

Tidak hanya itu petir petir hitam juga menyambar alas Roban secara random, lipatan lipatan cahaya bersahutan tak tentu arah. Membuat semua makhluk hidup termasuk burung beterbangan ketakutan dan para hewan hewan darat berlari ketakutan.

Wira menghela nafas panjang, ketika berhasil melenyapkan nenek Pakande, musuh pertama sekaligus musuh paling tangguh yang pernah Wira hadapi.

1
Tini Nurhenti
ada yg ngompol gk thor 😄😄🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!