Anyelir Almera Galenka, tapi sudah sejak setahun yang lalu dia meninggalkan nama belakangnya. Wanita bertubuh tinggi dengan pinggang ramping yang kini tengah hamil 5 bulan itu rela menutupi identitasnya demi menikah dengan pria pujaan hatinya.
Gilang Pradipa seorang pria dari kalangan biasa, kakak tingkatnya waktu kuliah di kampus yang sama.
"Gilang, kapan kamu menikahi sahabatku. Katanya dia juga sedang hamil." Ucapan Kakaknya membuat Gilang melotot.
"Hussttt... Jangan bicara di sini."
"Kenapa kamu takut istrimu tahu? Bukankah itu akan lebih bagus, kalian tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi untuk menutupi hubungan kalian. Aku tidak mau ya, kamu hanya mempermainkan perasaan Zemira Adele. Kamu tahu, dia adalah perempuan terhormat yang punya keluarga terpandang. Jangan sampai orang tahu jika dia hamil di luar nikah."
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mendengar semua pembicaraan itu.
"Baiklah, aku akan ikuti permainan kalian. Kita lihat siapa pemenangnya."
UPDATE SETIAP HARI.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Surat Cerai
Arrayan diam di kamar mandi. Hari ini dia sudah harus mendapatkan tanda tangan dari Gina. Waktu yang diberikan Anye kurang dari seminggu lagi, pikir Arrayan.
Pria dewasa itu keluar dari kamar mandi, mengernyit heran melihat secangkir kopi di atas meja.
"Sejak kapan Gina perhatian denganku? Pasti ada sesuatu yang disembunyikannya."
Arrayan tidak menyentuh kopi itu, dia justru sibuk mengemasi pakaiannya. Memindahkan dari kardus ke koper. Tapi tidak hari ini dia pergi dari rumah, belum saatnya.
"Mas, kamu sudah selesai mandi. Di minum dulu kopi susunya. Aku sendiri yang membuat untukmu." Ucap Gina kemudian mengambil cangkir kopi lalu menyerahkan pada suaminya.
"Terima kasih, letakkan saja kembali. Nanti aku minum." Ucap Arrayan. Lalu pria itu mengambil selembar kertas tanpa blanko kepada Gina.
"Aku membeli rumah, tanda tangani karena nanti rumah atas namamu. Tapi rumah masih tahap renovasi, karena aku belinya rumah bekas pakai bukan baru di perumahan. Semoga saja kamu menyukai rumahnya."
"Benarkah? Akhirnya, aku punya rumah sendiri. Mana yang harus aku tanda tangani." Ucap Gina langsung membubuhkan tanda tangan tanpa membaca.
"Kamu tidak membacanya dulu, Gina?"
"Tidak perlu, karena pasti aku bingung membaca kalimatnya." Jawab Gina.
"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu. Aku akan menginap di bengkel sampai rumah bisa ditempati."
"Ya... Ya... Ya... Lagian gak mungkin kamu tidur di lantai. Karena sofa di ruang tengah sudah untuk aku dan Mama." Ucap Gina seolah mengusir Arrayan.
Tanpa mengucap sepatah kata lagi, Arrayan menyeret sebuah koper besar berisi pakaian dan barang pribadinya. Bibirnya tersungging senyum tipis, saking tipisnya tidak ada yang melihatnya.
Gina tertawa lebar sangat lebar, bahkan tubuh berisinya goyang-goyang merasa bahagia atas rumah barunya.
"Ohhh... Rayan, dasar pria bodoh. Aku yakin sekarang dia mencintaiku, buktinya dia bertahan 5 tahun dalam pernikahan yang aku buat. Sekarang meskipun bukan istri CEO, aku punya rumah sendiri dan sebentar lagi aku punya anak."
"Sekarang hidupku sudah sangat sempurna, tak apa Jeremy tinggalkan aku. Karena ternyata suamiku sudah mulai luluh, tinggal membuat pria kaku itu mendesah di bawah tubuhmu. Maka aku tidak perlu khawatir lagi dengan kehamilanku." Ucap Gina. Karena merasa haus, wanita itu meminum kopi yang sudah dicampur obat perang sang dosis tinggi.
Tidak butuh waktu lama, Gina merasakan reaksi panas di tubuhnya. Bahkan lubang gorong-gorongnya berdenyut gatal ingin dimasuki batang pisang.
"Astaga, kenapa aku malah meminumnya. Bagaimana ini, ahhh... siapa... siapa yang mau memberikan aku kepuasan." Gina berjalan sempoyongan keluar kamar. Sepi, rumah dalam keadan kosong. Akhirnya Gina keluar dari rumah.
Gina menyusuri jalanan yang gelap, tidak ada satu pun orang. Hingga netranya melihat pos ronda sedang ada beberapa orang pria. Karena tidak bisa berfikir jernih, akibat efek obat yang membuat kesadarannya kian menghilang. Gina malah bertingkah sangat memalukan kaum perempuan. Wanita yang tengah hamil muda itu melepas satu persatu pakaiannya.
"Tolong... Tolong... Aku... Panas... Ahhh..."
Racau Gina membuat sebagaian orang melongo, sebagian lagi malah muntah.
"Apa wanita ini sudah gila?"
"Apa suaminya tidak di rumah?"
"Kamu mau pakai tubuh dia?"
"Ogah, lebih baik aku pulang. Tubuh istriku jauh lebih menggoda."
"Iya, lihat saja badannya gemuk."
"Tapi, aku suka yang gratisan."
Dari 10 orang lelaki dewasa yang duduk di pos ronda, kini terbagi menjadi dua kubu. Yang setia kepada istrinya memilih pulang sambil muntah di jalanan. Sedangkan yang tidak punya pasangan, saling tatap karena ada gratisan.
"Bawa ke semak-semak, kita bergiliran saja. Takut ada yang lihat. Bakal heboh kita semua."
"Kalau bergantian satu persatu bakal lama. Mending kita maju dua-dua." Ucap seorang pria berambut putih dengan tubuh setengah tua.
"Siapa yang bawa ponsel bagus? Kayaknya perlu direkam, jika wanita ini datang sendiri menyerahkan diri bukan kita yang paksa dia."
"Iya, ini sudah aku aktifkan mode video. Ayo cepat lakukan."
Tubuh Gina dihempaskan kasar di semak-semak belakang pos ronda. Dua pria lawan satu wanita, tapi karena efek obat berdosis tinggi membuat Gina menguasai permainan. Bagaikan singa yang ingin kawin, Gina bergerak liar tanpa malu. Cukup lama permainan itu dilakukan. Hingga tengah malam, semua pria itu pergi meninggalkan Gina sendirian.
Semburat mentari bersinar dari ufuk timur, menandakan hari sudah berganti. Seorang wanita tergeletak di rerumputan tanpa memakai selembar pun kain. Rambut acak-acakan, bekas percintaan di seluruh tubuh wanita itu.
Seorang yang sedang memunguti sampah tak sengaja melihat sosok yang tergeletak entah tidur atau pingsan.
"Apa dia korban pemerkosaan?" Gumamnya.
Karena tidak ingin terlibat masalah serius atau justru dijadikan saksi. Pemulung itu justru menjauh dari tempat perempuan tanpa pakaian tergeletak.
Mengerjap pelan, Gina membuka matanya. Mengumpat pelan karena tubuhnya remuk.
"Sialan... Bisa-bisanya aku malah tiduran di tempat seperti ini. Lalu di mana semua pakaianku." Gina celingak celinguk mencari pakaiannya.
Yang ternyata dibuang di tempat sampah dekat dengan pos ronda. Menahan nyeri di selang kangan, Gina memunguti pakaiannya lalu memakainya buru-buru kemudian langsung pulang. Beruntung hari masih sangat pagi, jadi tidak ada yang melihatnya. Setelah membersihkan badan dari sisa percintaan, Gina bersikap biasa layaknya tidak pernah melakukan hal memalukan.
Sementara itu di kantor Vano, Anye sengaja mengajak ketemuan Arrayan. Karena hanya di sana, tidak ada orang yang akan curiga.
"Vano, lihat aku sudah mendapatkan tanda tangan Gilang." Ucap Anye.
"Bagus, aku akan menyerahkan ke pengadilan agama hari ini juga. Seminggu lagi, akte cerai kalian akan keluar. Mas Ray bagaimana?"
"Sesuai janjiku, aku juga sudah mendapatkan tanda tangan Gina semalam. Apa akte ceraiku juga keluar dalam seminggu ini?" Tanya Arrayan.
"Benar, secara hukum kalian sudah akan bercerai. Tapi mas Ray harus tetap ucap kata talak untuk Gina supaya perceraian kalian sah di mata agama juga. Apalagi ada bukti perselingkuhan Gina."
"Ada, bahkan seseorang mengirimkan video Gina tadi malam berbuat ulah. Senjata makan tuan, dia meminum kopi berisi obat perang sang yang dibuatnya sendiri. Dan karena tidak ada pelampiasan, dia mencari orang di pos ronda komplek. Dan orang-orangku yang mengikuti Gina, mengatakan jika dia sempat di bawa ke Rumah Sakit."
"Bukan karena sakit, tapi karena hamil anak dari mantan kekasihnya." Ucap Arrayan berekspresi datar.
"Apa karena itu dia berusaha menjebak Mas Ray, supaya bertanggung jawab dengan kehamilannya?" Tanya Anye geram.
"Bisa jadi, tapi kamu tenang saja Honey. Aku tidak akan terjebak untuk kedua kakinya dengan penjahat yang sama." Tegas Arrayan.
"Honey...? Jadi kalian berdua sudah?" Vano tertawa geli sedikit syok melihat kedekatan Anye dan Arrayan.
"Calon janda dan calon duda... Astaga kalian berdua terlalu gercep. Asal jangan di depan umum, ingat hukum sosial lebih kejam daripada hukum negara." Ucap Vano.
"Pasti, kami berdua sepakat akan menyembunyikan status kami." Jawab Arrayan.
"Vano, aku dan mas Ray akan menikah seminggu lagi. Artinya hari pernikahanku dengan Gilang sama. Bedanya, aku masih nikah siri sampai masa iddahku selesai yakni setelah aku melahirkan. Bisa bantu aku menjadi saksi pernikahan kami?"
"Baiklah jika itu sudah menjadi keputusan kalian, asal jangan sampai menjadi masalah di kemudian hari."