NovelToon NovelToon
Pawang Dokter Impoten

Pawang Dokter Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:18.6k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Dokter Arslan Erdem Mahardika, pria tampan dan cerdas berusia 33 tahun, memiliki segalanya kecuali satu hal yaitu kepercayaan diri untuk menikah.

Bukan karena dia playboy atau belum siap berkomitmen, tapi karena sebuah rahasia yang ia bongkar sendiri kepada setiap perempuan yang dijodohkan dengannya yaitu ia impoten.

Setiap kencan buta berakhir bencana.
Setiap perjodohan berubah jadi kegagalan.

Tanpa cinta, tanpa ekspektasi, dan tanpa rasa malu, Tari Nayaka dipertemukan dengan Arslan. Alih-alih ilfeel, Tari justru penasaran. Bukannya lari setelah tahu kelemahan Arslan, dia malah menantang balik sang dokter yang terlalu kaku dan pesimis soal cinta.

“Kalau impoten doang, bisa diobatin, Bang. Yang susah itu, pria yang terlalu takut jatuh cinta,” ucap Tari, santai.

Yang awalnya hanya pengganti kakaknya, Tari justru jadi pawang paling ampuh bagi Arslan pawang hati, pawang ego, bahkan mungkin pawang rasa putus asanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 17. Nobar

RUANG KERJA KHUSUS – CEO ERDEM MEDICARE

Jam makan siang biasanya jadi waktu rehat. Tapi tidak untuk Arslan Han Mahardika. Ruangan kerjanya senyap, nyaris tak terdengar detak jam dinding sekalipun. Layar monitor menampilkan laporan mingguan dari dua rumah sakit cabang di luar kota. Di meja, kopi hitam masih utuh. Dingin.

Di hadapannya, Kenzi berdiri santai sambil mengecek ponselnya.

“Pasien VIP dari Singapura udah confirm. Mereka minta lo yang pegang langsung,” ujar Kenzi.

Arslan hanya mengangguk. Singkat.

“Dan gue izin dulu, ya. Adik gue nelpon. Nggak biasanya dia minta ketemu jam segini,” imbuh Kenzi sambil menyimpan ponselnya ke saku.

“Pergi,” ucap Arslan datar tanpa memalingkan wajah dari layar.

Kenzi terkekeh pelan. “Kadang gue bingung, lo tuh manusia atau software.”

Begitu pintu tertutup, Arslan menghela napas pendek. Bukan karena lelah, tapi karena akhirnya bisa sendiri.

Namun ketenangan itu cuma sebentar.

Pintu terbuka perlahan. Tanpa ketukan. Tanpa izin. Tanpa suara.

Seorang perempuan melangkah masuk. Angkuh, percaya diri, dan terlalu wangi. Dress hitam mini membalut tubuhnya. Rambut bergelombang panjang diangkat sebelah. Bibir merah menyeringai.

“Arslan…”

Suara itu menggelitik udara. Pemiliknya: Juwita Amanda.

Arslan berdiri, kaku. Rahangnya mengeras.

“Kamu nggak punya hak masuk ke sini,” ucapnya pelan tapi tajam.

Juwita tidak menggubris. Langkahnya semakin mendekat. Sepatu haknya bergema di lantai marmer. Dalam hitungan detik, ia berdiri di depan Arslan. Tanpa aba-aba, tangannya langsung melingkari leher pria itu, lalu tubuhnya menempel. Sekali sentuh, bibirnya menempel ke bibir Arslan tanpa ampun.

Arslan refleks mendorong. Tapi sebelum tangannya sempat bergerak lebih jauh, pintu kembali terbuka.

Nayaka berdiri di ambang pintu.

Di belakangnya, Kenzi yang baru kembali langsung membeku.

Detik itu, dunia seperti berhenti berputar. Semua membisu.

Juwita tersenyum sinis, lalu berbalik ke arah Nayaka.

“Oh… ini ya cewek favoritmu? Wah, pantas aja. Mukanya kayak perawat di sinetron, bicaranya kayak anak racing, tapi percaya diri kayak ratu,” sindirnya tajam.

Nayaka tidak melangkah. Tidak menangis. Tidak shock.

Ia maju perlahan, dengan dagu terangkat. Sampai akhirnya berdiri di hadapan Arslan.

“Diam,” ucap Nayaka pelan pada Juwita, “sebelum aku lupa caranya bersabar.”

Juwita mendengus. “Kamu pikir kamu bisa tahan lama sama pria yang bahkan—”

Kalimat itu tidak selesai.

Karena Nayaka sudah menarik leher jas Arslan. Tanpa ragu. Tanpa malu.

Seketika, bibirnya melumat bibir pria itu. Dalam. Berani. Tegas. Bukan untuk pamer. Tapi untuk mengingatkan siapa yang ia cintai dan siapa yang mencintainya, meski lelaki itu kaku, impoten, atau sepi dari pujian.

Arslan terdiam. Tapi tangannya akhirnya terangkat pelan, menyentuh pinggang Nayaka. Matanya tetap datar, tapi ada satu tarikan napas yang berbeda: lebih dalam.

Setelah beberapa detik, Nayaka melepaskan ciumannya.

Lalu ia menoleh pada Juwita.

“Kalau kamu pikir aku bakal percaya cuma karena kamu peluk dia tanpa izin, kamu salah besar,” ucapnya.

Tatapannya tajam, tapi nadanya tenang.

“Kamu bisa beli gaun mewah. Kamu bisa pakai parfum mahal. Tapi kamu nggak akan pernah punya keberanian untuk berdiri di samping Arslan… bukan di belakangnya, bukan di bawah bayangannya, tapi sejajar.”

Juwita terdiam. Tertampar tanpa disentuh.

“Dan satu lagi,” imbuh Nayaka sambil tersenyum tipis, “saya bar-bar, iya. Tapi saya tahu bedanya harga diri sama nafsu.”

Tanpa berkata apapun lagi, Nayaka menggandeng tangan Arslan lalu melangkah keluar.

Kenzi menahan senyum sambil menutup pintu perlahan di belakang mereka.

Setelah beberapa langkah, Nayaka baru sadar Arslan belum bicara sepatah kata pun.

Ia menoleh. “Mas nggak marah?”

Arslan hanya menatapnya sebentar.

Lalu ucapkan pelan, nyaris berbisik, “Kamu terlalu berani.”

Nayaka tertawa kecil. “Bukannya Mas yang ngajarin jangan mundur dari apapun yang kita yakin?”

Arslan menatap jalan di depan mereka, lalu menyelipkan tangan Nayaka ke dalam genggamannya.

Pelan.

Diam.

Tapi pasti.

Dan bagi Nayaka, itu sudah lebih dari cukup.

KORIDOR RUMAH SAKIT – BEBERAPA MENIT SETELAH INSIDEN DI RUANG CEO

Langkah mereka akhirnya melambat. Arslan berjalan di depan, sedangkan Nayaka mengikut dengan satu tangan masih berada di dalam genggaman kekasihnya yang dingin itu.

Sampai di lorong sepi, Kenzi akhirnya mengejar mereka dari belakang. Ia berhenti tepat di samping Nayaka, lalu menatap perempuan itu dari ujung kepala sampai sneakers-nya yang sedikit kotor.

“Astaga, Nay…” ucap Kenzi, tangannya langsung menepuk pelan dadanya sendiri, “kalau gue bukan cowok normal, gue udah naksir lo dari zaman lo magang.”

Nayaka tertawa pendek. “Gue bersyukur lo masih normal, Ken.”

“Serius,” katanya sambil melirik Arslan yang berjalan datar di depan mereka, “cewek lain kalau lihat pacarnya dicium perempuan lain, langsung drama, nangis, atau marah-marah lebay. Tapi lo? Lo malah nyosor balik dan bikin Juwita nggak bisa ngelawan. Itu… gila sih. Hormat gue nambah dua level.”

Nayaka mengangkat alisnya, tersenyum setengah.

“Emang harus segitunya, Ken? Bukannya diam itu juga bisa jadi elegan?”

“Elegan? Lo barusan lebih dari elegan. Lo jadi tamparan hidup buat cewek model kayak Juwita. Dan ya, bukan cuma itu,” Kenzi menambahkan, nadanya berubah sedikit lebih serius, “lo satu-satunya cewek yang bisa bikin si robot bedah itu ngelirik seseorang lebih dari tiga detik.”

Arslan berhenti. Menoleh. Tatapannya menusuk, tapi tetap datar.

“Kenzi,” ucap Arslan pelan, “kerja lo udah selesai?”

Kenzi mengangkat tangan setengah tinggi.

“Udah, Pak Direktur. Saya pamit. Ngganggu waktu pacaran kalian berdua itu dosa,” katanya sembari melipir cepat dengan gaya bercanda.

Nayaka melirik Arslan, lalu menyenggol lengan kekasihnya pelan.

“Liat, kan? Bahkan temen lo yang paling logis aja ngaku gue hebat.”

Arslan menatapnya datar. “Kamu berisik.”

“Berisik tapi kamu nggak nolak digandeng,” ucap Nayaka sambil tertawa kecil.

Arslan hanya menghela napas. Tapi jari-jarinya menggenggam lebih erat.

Itu caranya berkata ya tanpa suara, tanpa kalimat panjang, tapi terasa sampai ke tulang.

STADION UTAMA GELORA BUNG KARNO – MALAM FINAL U-23

Dering ponsel membelah obrolan ringan di dalam mobil. Nayaka melirik layarnya, lalu terkekeh pelan saat nama "Odelia" muncul.

“Kenapa?” tanya Arslan tanpa mengalihkan pandangan dari jalan.

“Temen aku ngajakin nonton bola. Final Indonesia lawan Vietnam. Di GBK,” jawab Nayaka sambil mengangkat bahu.

Arslan tetap diam. Fokus pada kemudi. Tapi Nayaka tahu, pria itu sedang mencerna.

“Dia sama pacarnya. Kiara juga ikut, sama si DJ Raymeer. Seru, kan?” tambahnya.

“Kamu mau pergi?” ucap Arslan datar.

Nayaka menoleh cepat. “Kalau kamu izinin, ya.”

Butuh beberapa detik sebelum Arslan menjawab. “Kamu boleh pergi... asal sama aku.”

Alis Nayaka terangkat, bibirnya langsung mengembang.

“Berarti kita harus nyari jersey dulu dong! Kita couple-an dari kepala sampai kaki!” serunya penuh semangat.

**

PUSAT PERBELANJAAN – SATU JAM SEBELUM PERTANDINGAN

Rak-rak jersey merah putih mulai kosong. Tapi Nayaka tidak kehilangan semangat. Ia menyusuri satu toko ke toko lain sambil menyeret Arslan yang tampak lebih cocok jadi model daripada pembeli.

Celana putih, sepatu sneakers merah, jersey timnas edisi spesial, dan gelang karet bertuliskan "Garuda Muda" kini membungkus tubuh Arslan yang biasa hanya mengenakan setelan dokter atau kemeja kelabu.

Nayaka berdecak puas. “Kalau Mas Arslan masuk tribun sekarang, fix orang-orang mikir lo atlet naturalisasi!” katanya sambil menepuk bahu pria itu.

“Jangan lebay,” ucap Arslan singkat.

“Aku serius! Liat, deh, kamu cakep banget begini.”

Arslan hanya menarik napas perlahan. Tapi matanya melirik ke arah bayangan kaca, lalu ke arah Nayaka yang masih sibuk memasukkan aksesoris ke dalam tas kecilnya.

“Udah siap?” tanyanya kemudian.

“Belum,” ucap Nayaka cepat. “Aku undang satu orang lagi. Kakakku.”

“Kakak kamu?”

Nayaka mengangguk. “Aylara. Dia juga dokter. Lagi butuh hiburan.”

**

STADION GBK – TRIBUN TIM INDONESIA

Sorak sorai membahana. Penonton berdiri. Genderang dipukul. Suasana begitu padat, penuh, dan riuh.

Nayaka sudah duduk di antara Arslan dan kakaknya, Aylara. Di baris belakang, tampak Odelia bersandar di bahu kekasihnya, Uwais. Satu baris di sebelah kanan, Kiara dan DJ Raymeer sibuk merekam momen.

“Mas,” panggil Nayaka sambil menyikut pelan lengan Arslan.

“Hmm?”

“Seru, ya? Kamu nggak nyesel ikut?”

“Belum,” ujarnya datar.

Nayaka tertawa. “Tunggu sampai kamu liat gol pertama. Baru kamu nyesel kenapa nggak nonton dari zaman Piala AFF.”

Tiba-tiba suara dari belakang menyapa keras. “Dr. Mahardika?”

Arslan menoleh. Seorang pria berseragam polisi lengkap mendekat. Di sisi lainnya, Aylara langsung berdiri setengah kaget.

“Kamu?” gumamnya.

Pria itu tersenyum simpul. “Kita pernah ketemu di jalan Sudirman. Hampir saya tilang kamu waktu itu. Gara-gara mantan kamu selingkuh, ya?”

Arslan mengernyit, tapi Nayaka malah menahan tawa.

1
Midah Zaenudien
semngat berkarya jgn bt cerita x stuk2 d tempat x
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: siap kakak... kedepannya akan muncul konflik
total 1 replies
Ummi Sulastri Berliana Tobing
lagi donk 🥰🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak sekitar jam 12 WITA sudah update
total 1 replies
Lukman Suyanto
lanjuttt
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah, besok makasih banyak masih setia baca
total 1 replies
Lukman Suyanto
lanjutt
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Sholikhah Sholikhah
wong mantune Bu Retno juga orang biasa gitu kok gak ngaca. tolong dong kirim kaca ke Bu Retno
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: irinya Segede gabang kak 🤭
total 1 replies
Sholikhah Sholikhah
yah nyindir nih, yg bisanya hanya baca dan like 😄😄😄😄
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣🙏🏻
total 1 replies
Eva Karmita
Naya tersengat belut listrik nya pak dokter 🤣🤣🤣💓💓
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha mati dong 🤣
total 1 replies
Daeng
sangat menghibur
Yani
pwngantin baru oiii pengantin baruu.. yikes sapa dluan yg dpt bonusan malam pertama.. 😁😁
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: semuanya dapat yang gede dan panjang 😂🤭
total 1 replies
Yani
pernikahan semua netizen ini Mah
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: mewakili yah 🤣
total 1 replies
Yani
waduh Merissa tercubit diriku ha ha haha
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha 😂🤭
total 1 replies
Maulida greg Ma
hahaha segitunya
Maulida greg Ma
nggak apa-apa istri sendiri
Maulida greg Ma
nikahnya barengan semoga hamil juga barengan
Farhana
ya Allah mereka benar-benar random
Farhana
benar godaan istri luar biasa
Farhana
semoga samawa
Naila
haha kaget tapi penasaran 🤭🤣
Naila
akhirnya sah juga
Inha Khaerunnisa
Haha
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!