Tidak ada tanggal sial di kalender tetapi yang namanya ujian pasti akan dialami oleh setiap manusia.
Begitupun juga dengan yang dialami oleh Rara,gadis berusia 21 tahun itu harus menerima kenyataan dihari dimana kekasihnya ketahuan berselingkuh dengan sahabatnya sendiri dan di malam itu pula kesucian dan kehormatannya harus terenggut paksa oleh pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Kehidupan Rara dalam sehari berubah 180 derajat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 17. Diam-diam Kagum
Pengantin baru itu terlelap tanpa keduanya sadari mereka berpelukan saling memberikan kehangatan hingga pagi hari.
Rara begitu nyaman dalam dekapan hangat suaminya, perlahan-lahan rasa trauma berdekatan dengan lelaki sedikit-sedikit berkurang.
Ayam berkokok lantang pagi hari itu mengusik ketenangan tidur kedua pasangan pengantin baru.
Rara yang sudah terbiasa bangun sebelum jam lima pagi, mengerjapkan matanya berulang kali karena terkena terpaan cahaya lampu sehingga membuat matanya silau. Rara mengambil jam weker yang sedari tadi berdering tepat di atas kepalanya.
“Sudah pukul empat lewat tiga puluh rupanya,” cicitnya sambil mengucek kembali kelopak matanya.
Tapi, ada sesuatu yang berat menimpa perutnya reflek Rara mengarahkan pandangannya ke arah perutnya.
Rara terkejut sontak berteriak,” ahhh!” Teriak lantang Rara saking terkejutnya karena ia melihat ada tangan yang melingkar di pinggangnya hingga ke perutnya.
Bara seketika bangun mendengar suara teriakannya Rara,” kamu kenapa meski teriak-teriak segala!? Aku masih ngantuk kodong.” Bara ngedumel karena tidur lelapnya terganggu.
Rara mengusap dadanya yang terkejut setengah hidup dan baru tersadar ketika mengingat bahwa dirinya sudah menikah dan pria yang memeluknya adalah suaminya sendiri pria yang sehari lalu menghalalkan hubungannya.
“Maaf, aku kaget melihat tangannya Mas yang memeluk perutku soalnya,” ucapnya Rara yang merasa bersalah.
Bara yang mendengar perkataan dari Rara, ia pun terkejut bukan main karena tidak menduga jika tangannya bisa bergerak sendiri memeluk istrinya.
Bara spontan menarik tangannya dari atas pinggangnya Rara, “Maaf, aku nggak bermaksud macam-macam kok.”
Bara salah tingkah atas ulahnya yang tak disangka-sangkanya. Padahal semalam ada beberapa bantal yang dipasangnya sendiri untuk menekan agar si Joni tidak berulah ketika tanpa sengaja dia bersentuhan dengan kulitnya Rara.
“Nggak apa-apa kok, aku saja yang mungkin terlalu lebay,” balasnya Rara sambil menyibak selimutnya dan mengecek suhu ac-nya yang cukup rendah sehingga membuat mereka kedingina.
Rara berjalan ke arah kamar mandi karena hendak mengambil air wudhu tapi terlebih dahulu mau mandi seperti kebiasaannya mandi pagi terlebih dahulu sebelum melaksanakan kewajibannya.
Rara memperhatikan bentuk tubuhnya yang memang sedikit gemoy. Bokong dan perutnya semakin menonjol.
“Apa sebaiknya aku melakukan tes saja yah? Lebih cepat lebih baik melakukannya untuk mengetahui dugaan kami,” cicitnya Rara.
Rara berjalan ke arah lemari kecil yang terdapat di samping cermin yang ada di pojok kanan kamar mandi.
“Apa aku nggak usah cek yah, nanti saja ceknya?” Rara ragu dan bimbang untuk mengecek kesehatannya.
Tangannya kembali menggantung di udara karena dia was-was dan ketakutan dengan hasilnya jikalau ternyata dugaannya benar adanya.
“Ya Allah, bantulah aku agar lebih kuat dan tabah jika memang ternyata aku harus hamil anak pria itu.” Lirihnya yang akhirnya memutuskan
Ia menampung air urinenya di dalam wadah kecil dan melakukan tes seperti anjuran dan aturan yang tertera di label bungkus alat testpack itu.
“Bismillahirrahmanirrahim,” cicitnya.
Beberapa kali Rara menggoyangkan alas itu hingga terlihatlah dua garis biru di alat tes kehamilan tersebut.
“Tidak! Ini tidak mungkin!?” Rara berteriak tapi telapak tangannya menutupi mulutnya setelah melihat hasilnya.
Tubuhnya seketika luruh ke atas lantai, air matanya lolos begitu saja tanpa aba-aba membasahi pipinya.
“Ya Allah, aku hamil anak pria itu. Bapak, ibu aku hamil,” lirihnya Rara sambil mengatupkan kedua bibirnya rapat-rapat.
Air matanya semakin menetes membanjiri wajahnya yang cantik itu meskipun tanpa polesan make up.
“Bagaimana kalau orang-orang tahu kalau aku hamil duluan sebelum menikah? Pasti mereka akan mencibir, menghina bapak dan ibu dan juga akan menghinaku,” ratap Rara yang terduduk di atas lantai dingin pagi itu.
Sedangkan di luar kamar mandi, Bara merutuki kebodohannya karena bisa-bisanya tangannya bergerak sendiri tak terkontrol.
“Astaga dragon! Apa semalaman kami tidur seperti ini terus? Kenapa tanganku senakal ini,” gerutunya Bara sambil menepuk pelan punggung tangannya sendiri.
Bara kemudian bangkit dari posisi duduknya karena ingin bersih-bersih sebelum melaksanakan shalat subuh.
Bara mondar mandir di depan pintu kamar mandi dikarenakan Rara yang tak kunjung keluar dari dalam sana. Tetapi dia enggan dan sedikit sungkan untuk mengetuk pintu.
“Kenapa Rara mandinya lama banget? Apa yang dilakukannya di dalam sana?” gumamnya sambil berjalan kesana kemari.
Sudah sekitar lebih dua puluh menit semenjak Rara masuk ke dalam kamar mandi, sedang pintu kamar mandi tidak terbuka.
“Apa dia pingsan di dalam sana? Nggak mungkin banget. Apa Rara ketiduran? Bisa jadi sih karena mungkin masih ngantuk,” terka Bara yang sudah berfikir aneh-aneh sembari berjalan ke sana kemari kayak setrikaan pakaian.
Bara tidak ingin mengusik apa yang sedang dilakukan oleh Rara di dalam sana.
“Intip-intip boleh yah istri sendiri juga,” putusnya.
Bara kemudian mendekatkan telinganya ke pintu kamar mandi untuk mencuri dengar apa yang terjadi di dalam sana. Hingga suara orang menangis tersedu-sedu terdengar dari dalam sana.
“Astaghfirullah aladzim, apa yang terjadi kepadanya?”
Bara memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar mandi, tetapi tidak ada jawaban dari dalam sana.
“Rara, Kamu kenapa, apa yang terjadi padamu?” Tanyanya Bara yang sedikit berteriak agar Rara mendengarkan ucapannya.
Tok.. tok..
“Ya Allah, apa gue dobrak saja, takutnya pintunya macet sehingga Rara menangis, tapi kenapa nggak teriak meminta tolong kalau memang seperti itu,” cicit Bara yang kembali kebingungan tetapi disisi lain terlihat mencemaskan kondisinya Rara.
Bara kemudian memutuskan untuk masuk ke dalam sana dengan mencoba memutar kenop pintu terlebih dahulu.
Handel pintunya berputar pertanda bahwa tidak terkunci rapat dari dalam. Senyumannya terbit setelah pintu itu tidak terkunci.
“Syukur Alhamdulillah,”
Bara bergegas masuk ke dalam dan melihat Rara terduduk di atas lantai dalam kondisi yang cukup memperihatinkan dan mengenaskan.
“Astaghfirullah aladzim, apa yang terjadi padamu Ra? Kamu baik-baik saja kan? Kamu kenapa?” Tanyanya Bara yang memberondong pertanyaan untuk istrinya yang terlihat panik.
Rara tanpa berfikir panjang langsung memeluk tubuhnya Bara,”A-ku hamil,” lirihnya Rara.
“Terus kalau kamu hamil kenapa?” tanyanya balik Bara dengan entengnya.
Rara melototkan matanya saking gemesnya mendengar perkataannya Bara yang sangat santai tanpa beban sama sekali.
“Aku sudah buat malu bapak sama ibu kalau orang-orang tau aku hamil Bara Yudha Nugraha!” Kesalnya Rara.
“Kenapa harus buat mereka malu? Malah itu hal yang sangat bagus kalau kamu hamil dan semoga saja kelak anak kita adalah cowok pasti bakalan menjadi cucu paling disayang di keluarga,” ujarnya Bara tanpa beban sama sekali.
Rara membelalakkan matanya mendengar ucapan Bara yang menganggap mudah,” ya Allah, kita itu baru sehari menikah masak langsung hamil! Apa kata orang Mas Bara!? Bisa-bisa mereka bergosip ria di luar sana kalau pengantin barunya sudah hamidun!”
Bara memeluk balik Rara,” jangan pernah pikirkan tanggapan negatif orang-orang mengenai kehamilanmu. Lagian kamu itu sudah punya suami dan aku akan bertanggung jawab atas kehamilan kamu ini dan mulai sekarang anak yang ada di dalam kandunganmu adalah anakku!”
“Seriusan Mas Bara akan menerima calon bayiku sebagai anaknya Mas dan nggak akan mempermasalahkan kehadirannya nanti?” Tanyanya Rara yang menatap intens ke dalam bola matanya Bara ingin melihat kesungguhan Bara melalui pancaran sinar kedua bola matanya.
Bara mengangguk,” aku serius dan aku bersumpah mulai detik ini anak yang ada di dalam kandunganmu adalah anakku darah dagingku sendiri jadi jangan pernah sekali-kali berkata lagi kalau anak ini adalah milik pria lain!”
Bara mengusap perutnya Rara yang sedikit mulai kelihatan membuncit.
“Aku berjanji selama kamu hamil, aku tidak akan meminta hakku sebagai seorang suami,” tekadnya Bara.
Rara kembali memeluk tubuhnya Bara dengan erat,” makasih banyak Mas.”
Bara tertawa sumbang,” OMG! Apa gue sanggup berpuasa kembali dan menahannya apalagi berduaan dengan Rara itu sungguh godaan yang sungguh terkadang sangat sulit,” gerutu dalam hati.
Bara baru tersadar setelah berbicara dan berjanji kepada Rara kalau dia tidak akan meminta haknya selama Rara hamil.
Keduanya berpelukan beberapa saat saling meresapi rasa yang ada hingga Bara ngedumel kesal karena bagian terbawah tubuhnya malah bereaksi karena dada bidangnya bersentuhan dengan bagian terdepan benda aset terpenting Rara yang sedikit menyembul dibagian depan piyamanya Rara.
“Shit! Kenapa Lo harus merusak moment kebersamaan kami sih!?” sungutnya Bara dalam hati ketika celana boxer pendek yang dipakainya terasa sesak penuh.
Bara buru-buru melerai pelukannya karena sepertinya si Joni bereaksi ketika dadanya Rara bersentuhan langsung dengan dada bidangnya.
Bara menghela nafasnya dengan gusar,” kenapa juga loh harus berdiri tegak sih dalam keadaan seperti ini!? Seharusnya Lo itu rebahan dan anteng-anteng saja di dalam sana.
Rara berdiri kemudian berjalan ke arah bawah shower karena sudah hampir berlalu waktu shalat subuhnya.
Bara menepuk keningnya,” kenapa gue bodoh banget yah harus berjanji untuk tidak menyentuhnya! Padahal kayaknya Rara sudah tidak trauma lagi ketika gue peluk!” Bara menyesali ucapannya sendiri.
Bara mengangkat kedua tangannya ke atas, “Ya Allah, masa harus kembali berpuasa sembilan bulan lamanya!?”
Siang harinya, Bara dan Rara berpamitan kepada kedua orang tuanya karena ingin mengunjungi rumah mereka dan sekalian berbelanja barang-barang perabot rumah.
Mereka juga akan menginap semalam di rumahnya ibu mertuanya khusus untuk malam ini seperti adat kebiasaan suku Makassar setelah bermalam di rumah sang mertua dari pihak perempuan, gilirannya malam ini di rumah mertua dari pihak suami.
Pak Rijal dan Bu Hartati sedih karena mereka akan berpisah rumah dengan putri sulungnya, tetapi mau tidak mau harus merelakan kepindahan mereka.
“Suamimu adalah tempat kamu untuk mendapatkan banyak pahala, jadi mulai hari ini berbaktilah dan hormatilah segala keputusan suamimu dan jangan sekali-kali untuk membantah kata-kata ataupun menentang keputusan suamimu,” nasehatnya Pak Rijal yang tak bisa menutupi kesedihannya melepas kepergian putrinya.
Rara memeluk pria yang menjadi cinta pertamanya sekaligus pejuang tangguh dalam keluarganya.
“Iye, makasih banyak Pak, aku sudah banyak salah dan dosa. Tanpa kalian berdua entah bagaimana jadinya hidupku,” balasnya Rara.
Bu Hartati tak sanggup berkata-kata hanya bisa menangis tersedu-sedu melepas kepergian putrinya.
Rara memeluk Bu Hartati,” ibu jaga diri baik-baik, insha Allah kalau akhir pekan kami akan menginap di sini.”
“Bara titip putrinya ibu, jangan pernah sakiti hatinya anakku,” Bu Hartati mengusap pelan lengan kokoh Bara yang sedikit keras karena berotot.
“Insya Allah, kami pamit pulang dulu Bu, bapak. Assalamualaikum,” pamitnya Bara sambil mengecup punggung tangan kedua mertuanya secara bergantian.
Bara berjalan ke arah mobilnya yang terparkir di dalam garasi mobilnya. Rara kembali dejavu ketika berada di dalam mobil tersebut.
“Ya Allah kenapa akhir-akhir ini aku berasa apa yang ada di sekitarku berkaitan dengan pria malam itu?” Rara membatin.
Bara melihat Rara terdiam tanpa memasang sabuk pengamannya.
“Mobil sudah jalan,tapi kamu belum pasang seat belt kamu loh,” ujarnya Bara yang mampu membuyarkan lamunannya.
“Maaf,” balas Rara lalu gegas memakai sabuk pengamannya.
Bara dan Rara mampir ke rumah baru dibeli oleh Bara memakai uang pribadinya.
“Assalamualaikum, Mas rumahnya cukup besar, Mas beli cas atau cicil?” Tanyanya Rara ketika sudah berada di dalam rumah berlantai dua itu yang tidak terlalu besar ukurannya.
“Waalaikum salam, Alhamdulillah kontan karena Allah SWT,” balas Bara.
“Mas, aku itu seriusan malah dibalas bercanda,” kesal Rara.
Bara terkekeh mendengarnya,” Alhamdulillah kas, suamimu ini kan anak yang rajin menabung dan hemat. Pepatah mengatakan hemat pangkal kaya.”
Keduanya melihat-lihat rumahnya yang baru beberapa hari lalu dicat ulang sesuai dengan warna cat tembok pilihan Rara.
“Sudah cukup lihat-lihatnya, kita ke pengayoman saja Mas furniturnya di sana lengkap-lengkap dan kualitasnya bagus. Setelah itu kita mampir ke toko Alaska toko khusus perabot dapur, apa mas nggak capek kalau kita kesana?” Tanyanya Rara.
“Menaiki kamu juga aku nggak capek apalagi kalau hanya nyetir mobil,” candanya Bara sambil berjalan cepat ke arah depan karena takut dipukuli oleh Rara yang sudah terlihat wajah garangnya.
semangat authir 💪💪💪💪💪♥️♥️♥️♥️♥️
peringatan yang cukup bagus author!