.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 18
"Maafkan Tuti Yah," bisik ku kepada ayah mertuaku.
Ayah yang saat itu sebenarnya sudah terlihat bernafsu sekali, hanya mengangguk sambil menatapku.
"Ke kamar ya," tanya ayah lirih.
Aku mengangguk pelan. Aku pasrah saat ayah membawaku ke kamar, setelah mengunci pintu kamar, ayah membaringkan aku di ranjang. Aku memejamkan mata dan mengatur nafas sambil merenungkan dalam-dalam kegilaan ku.
Aku berpacu dalam birahi dengan ayah mertuaku sendiri, kurang lebih satu jam aku dan ayah di dalam kamar. Aku lepaskan dengan liar derita nikmat yg melandaku.
Saat itu aku memasuki wilayah tak terhingga, tanpa batasan norma sekaligus meninggalkan batasan-batasan yang selama ini ku pertahankan dengan sangat teguh nya. Sampai pada akhirnya kepalaku terasa ringan, beban hidup sejenak musnah, yang ada hanya rasa lega dan kebahagiaan.
Ayah tersenyum menatapku yang terkulai tak berdaya, dengan lembut dia mengelus rambutku dan berusaha membuatku setenang mungkin.
Waktu sudah menunjukkan 01.30 Malam. Setelah kami istirahat, kami memakai pakaian kami kembali. Tanpa sepatah kata, ayah beranjak dari ranjang dan pergi dari kamarku menuju ke kamar mandi.
Setelah itu aku membereskan tempat tidur yang sudah berantakan. Saat aku akan tidur, tiba-tiba aku teringat dengan suamiku, maafkan aku suamiku, maafkan aku.
"Maafkan aku, aku sudah tidak kuat lagi menahan gejolak yang ada di diriku mas." Jeritku dalam hati.
Perasaan bersalah pada suamiku dan kenikmatan bercampur aduk, tanpa terasa air mataku menetes dari sudut mataku. Sampai pada akhirnya aku tertidur melepaskan rasa lelah.
Aku sadar sepenuhnya aku terlampau mudah mengulang kesalahan yang sama, aku sudah mencoba untuk tidak mengulangi perbuatan itu, tapi pertahanan ku jebol juga akibat dorongan hawa nafsu yang begitu kuat.
...🍄🍄🍄...
Keesokan paginya, selesai sarapan, aku berbicara kepada ayah mertuaku yang saat itu lagi merawat bunga di halaman belakang.
"Ayah maafkan, Tuti, ya," ujar ku sembari duduk di samping ayah mertuaku.
"Sudah jangan di bahas lagi," ucap ayah sembari membersihkan rumput yang ada di sekitar bunga kesayangannya.
"Tapi, Tuti sudah melanggar perjanjian kita Yah," ujar ku menatap wajah ayah mertuaku.
"Perjanjian yang mana?" tanya ayah mertuaku.
"Perjanjian untuk tidak mengulangi seperti semalam, Yah," ujar ku menjelaskan kepada ayah.
"Oh, itu, ayah mengerti perasaanmu, ayah tau semalam kamu pengin sekali," ujar ayah sambil tersenyum ke arahku.
Aku pun tersenyum dan tersipu malu mendengar ayah berkata seperti itu. Akhirnya kami tidak lagi membahas kejadian semalam.
"Sudah jangan di bahas, sekarang bantu ayah ya," pinta ayah kepadaku.
"Bantu apa, Yah?" tanyaku.
"Itu bunga pindahkan ke sini," kata ayah menunjuk ke salah satu bunga.
Aku pun berjalan menuju ke salah satu bunga yang di tunjuk ayah.
"Yang ini, Yah?" tanyaku melihat ke arah ayah mertuaku.
"Iya, bawa kesini, kuat kan?" tanya ayah mertuaku.
"Iya kuat, Yah," jawabku menahan berat bunga tersebut.
"Angkat ayah kuat, masa angkat bunga tidak kuat," kelakar ayah mertuaku.
"Ayah, ini bicara apa," ucapku dengan ketus.
"Ha....Ha....Ha." Ayah tertawa.
Ketika aku membantu ayah, ibu mertuaku berdiri melihat kami di pintu belakang rumah.
"Senangnya melihat mantu dan mertua akrab," canda ibu mertuaku.
"Sini bantu, Bun," ujar ayah kepada ibu mertuaku.
"Bunda sibuk, Yah," jawab ibu mertuaku.