NovelToon NovelToon
Deonall Argadewantara

Deonall Argadewantara

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Mycake

Deonall Argadewantara—atau yang lebih dikenal dengan Deon—adalah definisi sempurna dari cowok tengil yang menyebalkan. Lahir dari keluarga kaya raya, hidupnya selalu dipenuhi kemewahan, tanpa pernah perlu mengkhawatirkan apa pun. Sombong? Pasti. Banyak tingkah? Jelas. Tapi di balik sikapnya yang arogan dan menyebalkan, ada satu hal yang tak pernah ia duga: keluarganya akhirnya bosan dengan kelakuannya.

Sebagai hukuman, Deon dipaksa bekerja sebagai anak magang di perusahaan milik keluarganya sendiri, tanpa ada seorang pun yang tahu bahwa dia adalah pewaris sah dari perusahaan tersebut. Dari yang biasanya hanya duduk santai di mobil mewah, kini ia harus merasakan repotnya jadi bawahan. Dari yang biasanya tinggal minta, kini harus berusaha sendiri.

Di tempat kerja, Deon bertemu dengan berbagai macam orang yang membuatnya naik darah. Ada atasan yang galak, rekan kerja yang tak peduli dengan status sosialnya, hingga seorang gadis yang tampaknya menikmati setiap kesialan yang menimpanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mycake, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Deonall Story

Deon membuka laptopnya kembali, jari-jarinya menari cepat di atas keyboard. Nama “Bastian Ramelan” langsung dia ketik ke mesin pencarian internal sistem perusahaan yang dulu sempat dia hack secara diam-diam.

Matanya tajam, fokus seperti elang yang mengintai mangsa. Setiap data, laporan, memo internal bahkan dokumen lama yang sudah diarsipkan bertahun-tahun lalu ia telusuri satu per satu.

“Siapa lo, Bastian…” gumamnya lirih, sementara layar menampilkan sejumlah dokumen yang telah dilabeli sebagai ‘nonaktif’ dan ‘dirahasiakan’.

Lalu, dia menemukannya.

Satu file PDF berjudul Project R – Confidential 2018 muncul di layar. Dengan jantung yang berdebar, Deon membuka file itu dan…

“Anjir! Ini!!” napasnya tercekat.

Bastian Ramelan tercatat sebagai mantan direktur keuangan yang menghilang secara misterius tahun 2018, setelah sebuah audit internal menunjukkan kebocoran dana besar-besaran di proyek luar negeri perusahaan.

Anehnya, kasus itu ditutup begitu saja. Tidak ada pemberitaan. Tidak ada investigasi. Hanya hilang.

Dan lebih gilanya lagi, surat pengunduran diri Bastian ditandatangani oleh Deandar sendiri, ayahnya.

“Mampus! Ini lebih gede dari yang gue kira,” gumam Deon dengan wajah dingin.

Tiba-tiba sebuah notifikasi muncul di layar: “Akses Anda akan dicabut dalam 60 detik. Aktivitas Anda terdeteksi sebagai tidak sah.”

“Brengsek!”

Deon langsung mencabut koneksi internet, menyimpan dokumen ke flashdisk, dan berdiri cepat. Dia tahu, mereka sudah sadar kalau dia tahu. Dan jika dia tidak cepat bergerak, dia bisa jadi target berikutnya… seperti Bastian.

Deon berdiri terpaku di tengah kamar dengan napas memburu, flashdisk kecil itu tergenggam erat di tangan kanannya seperti sebuah kunci menuju petaka atau justru jawaban dari teka-teki yang selama ini membelit pikirannya.

Matanya menatap kosong ke depan, namun otaknya sibuk menyusun ulang semua potongan yang baru saja dia temukan.

“Kenapa nama gue ada di laporan keuangan tahun 2018, padahal gue bahkan belum masuk kuliah waktu itu?” gumamnya lirih, suara serak oleh rasa curiga yang kini berubah jadi kegelisahan mendalam.

Tangannya gemetar saat dia membuka kembali file itu lewat laptop offline-nya. Di sana, tertulis jelas dana investasi cabang Zurich, pengalihan via rekening penjamin atas nama Deonall Argadewantara.

Matanya membelalak. “Apa-apaan ini?! Kenapa nama gue bisa dipakai? Dan kenapa semua ini terjadi sebelum gue ngerti apa itu saham?!”

Jantungnya berpacu lebih cepat dari sebelumnya. Ini bukan sekadar penggelapan dana. Ini adalah permainan besar, dan dia pion yang bahkan nggak sadar sudah digerakkan dari awal.

“Gue harus temuin Gwen. Sekarang.” ucapnya, penuh tekad.

Namun sebelum sempat mengambil kunci mobil, notifikasi masuk di ponselnya.

Nomor tak dikenal: “Berhenti menggali, Deon. Atau kamu akan menghilang… seperti yang lainnya.”

Tangannya mengepal. Rahangnya mengeras. Tapi alih-alih takut, mata Deon justru bersinar dengan determinasi yang dingin.

“Lo pikir gue bakal mundur? Lo baru bikin gue makin penasaran.”

"Gue gak akan pernah mundur sebelum gue bisa membongkar kebusukan kalian semuanya! Gila aje lo pada pake nama gue, bangsat banget nama gue di bawa bawa tanpa seizin gue!"

"Si Gwen mana sih?"

__

Deon kini bukan lagi sekadar penasaran dia terobsesi. Matanya merah karena kurang tidur, rambutnya berantakan, dan di sekeliling kamar kontrakan, bertebaran kertas, print-out laporan, coretan benang merah di dinding seperti detektif dalam film thriller kelas berat.

“Nama gue diseret, duit ngalir atas nama gue, terus Bastian Ramelan tiba-tiba lenyap dari dunia ini?” gumamnya sambil mondar-mandir cepat, seperti singa yang dikurung di dalam kandang sempit.

Tangannya meraih foto tua lusuh yang dia temukan dari file digital yang Gwen "tidak sengaja" jatuhkan. Di foto itu, terlihat ayahnya berdiri bersama beberapa direksi lama, termasuk satu sosok yang nyaris terhapus oleh waktu. Tapi Deon tahu pasti siapa itu Bastian Ramelan.

“Siapa lo, Bastian dan kenapa lo bisa ilang tanpa jejak?”

Detik berikutnya, Deon meretas komputer kantor lama yang masih dia simpan diam-diam sejak dikeluarkan dari perusahaan. Jari-jarinya menari di atas keyboard, membuka file-file terenkripsi yang bahkan staf IT biasa takkan berani sentuh.

“Gue gak peduli lo siapa hacker, mafia, atau antek perusahaan. Tapi kalau lo mainin nama gue, lo udah cari masalah.”

Layar laptopnya tiba-tiba gelap. Satu baris teks muncul.

“Kamu sudah terlalu dalam, Deon.”

Deon hanya tersenyum miring. Matanya menyala.

“Bagus. Itu artinya gue udah deket banget.”

Deon mencengkeram mouse dengan erat, napasnya memburu. Detik itu juga, layar laptopnya berkedip lalu menampilkan puluhan folder yang sebelumnya tersembunyi.

Semua diberi label acak, Project R, Nama Mati, Pendanaan Bayangan, dan yang paling mencolok adalah Ramelan Legacy.

Tanpa pikir panjang, Deon membuka folder terakhir. Matanya membelalak. Puluhan dokumen rahasia, email bersandi, hingga rekaman suara yang berisi percakapan ayahnya dengan beberapa tokoh penting semuanya ada di sana.

Salah satu rekaman terdengar, suara Deandar terdengar tajam.

“Kalau Ramelan bocor, semua jatuh. Nama kita, harta kita, masa depan Deon intinya semuanya.”

Deon terpaku. Tangannya mengepal.

“Jadi ini tentang gue?! Tentang warisan?! Tentang sesuatu yang jauh lebih gede dari sekadar perusahaan.”

Tiba-tiba, suara di luar kontrakan membuatnya tersentak. Seseorang mengetuk pintu keras. “Deon! Buka pintunya! Kami dari keamanan internal!”

Mata Deon melebar.

“Sial, mereka tahu gue nemu sesuatu!”

Tanpa pikir panjang, dia mencabut harddisk eksternal dari laptop, menyelipkannya ke dalam sepatu botnya, lalu berlari ke arah jendela belakang.

“Lo pikir gue bakal semudah itu nyerah? Nggak, gue belum selesai. Belum.”

Dan dengan satu loncatan, Deon menghilang ke dalam gelapnya malam kota membawa rahasia besar yang bisa menjatuhkan kekuasaan ayahnya sendiri.

Di antara dinginnya udara malam dan suara sirene samar yang mulai terdengar di kejauhan, Deon terus berlari melewati gang-gang sempit, sesekali menoleh ke belakang memastikan tak ada yang membuntutinya.

Sepatu botnya berat karena harddisk yang tersembunyi di dalamnya, tapi adrenalin membuatnya terus melaju.

Saat sampai di sebuah tempat cuci mobil tua yang sudah tak beroperasi, Deon berhenti. Nafasnya memburu, dadanya naik turun. Ia menunduk, menyentuh harddisk di sepatu, seolah memastikan bahwa benda kecil itu masih bersamanya.

"Ini, ini bisa ngejatuhin semuanya," gumamnya lirih.

Lalu, ponselnya bergetar. Satu pesan masuk. Tanpa nama pengirim.

"Berhenti sebelum kamu terlalu dalam. Ini bukan cuma tentang ayahmu. Ini tentang siapa keluarga kamu sebenarnya."

Dahi Deon berkerut.

"Apa maksudnya? Siapa keluarga gue sebenernya?!"

Belum sempat ia berpikir lebih jauh, seseorang muncul dari bayangan belakang mobil tua yang tertutup terpal.

Gwen.

Tapi kali ini, dia tak lagi tampak seperti gadis magang tengil biasa.

Dia mengenakan jaket kulit hitam, wajahnya serius, dan tangan kirinya memegang sesuatu. Kartu ID perusahaan yang Deon belum pernah lihat.

"Ada yang harus lo tahu, Deon," ucap Gwen pelan. "Dan lo harus janji kali ini lo siap denger semuanya."

Mata Deon menatap Gwen lekat-lekat. "Siap atau nggak gue udah terlalu jauh untuk mundur."

Gwen mendekat pelan, langkahnya mantap, tatapannya tak lagi main-main. Ia menyelipkan kartu ID misterius itu ke saku jaket Deon, lalu menatap lurus ke matanya.

"ID itu bukan milik sembarang orang. Itu milik orang yang bikin Bastian Ramelan ngilang dari muka bumi."

Deon langsung terdiam. "Ngilang? Maksud lo dia udah mati?"

Gwen geleng pelan. "Justru itu. Dia ngilang tanpa jejak. Semua data dia dihapus. CCTV, file, bahkan orang-orang yang kenal dia disuruh bungkam. Tapi gue nyimpen satu hal."

Gwen membuka ponselnya, menunjukkan rekaman suara samar, suara pria tua berbicara.

"Kita gak bisa biarkan bocah itu tahu siapa yang sebenarnya membiayai perusahaan. Kalau dia tahu... segalanya tamat."

Jantung Deon berdetak makin cepat. Tangannya mengepal. "Siapa mereka, Gwen? Siapa yang lo maksud? Kenapa semuanya kayak nutupin gue dari kebenaran?"

Gwen mendesah, lalu tersenyum miring, khas gaya tengilnya. "Karena lo bukan cuma anak Direktur, Deon. Lo adalah kunci yang mereka semua takutin."

Deon melotot. "Kunci apaan?!"

Gwen berbalik, melangkah ke kegelapan sambil berkata pelan,

"Siap-siap, soalnya permainan yang sebenarnya baru aja dimulai."

Deon berdiri membeku, matanya tak berkedip menatap punggung Gwen yang perlahan menghilang di balik kegelapan malam.

Kalimat terakhirnya bergema di kepalanya, terus-menerus mengguncang pikirannya. "Lo adalah kunci yang mereka semua takutin."

"Apa maksudnya gue kunci? Kunci buat apa? Kenapa mereka takut?" gumam Deon dengan suara bergetar, antara bingung dan frustrasi.

Tangannya mencengkeram keras jaketnya sendiri, seolah berharap jawaban bisa muncul dari dalam dirinya.

Ia berjalan mondar-mandir di dalam rumah kontrakan, pikirannya berputar cepat. Lalu, ia meraih ponselnya dan membuka ulang file ID misterius yang diberikan Gwen. Di dalamnya, ada akses terbatas ke ruang arsip digital milik perusahaan bernama sandi Project R.

"Project R?" alis Deon mengerut tajam. "Gue kerja di perusahaan ini berminggu-minggu, tapi belum pernah denger soal ini."

Ia klik satu folder, dan layar ponselnya mulai menampilkan dokumen-dokumen lama dengan tanggal yang bahkan lebih tua dari umur Deon sendiri.

Salah satunya Pengalihan Dana Riset - Ramelan Group ke Argadewantara Corp.

Dan yang lebih mengejutkan, tanda tangan di bawah dokumen itu bukan tanda tangan ayahnya tapi milik seseorang bernama Darmaji Setya.

"Siapa lagi ini Darmaji? Dan apa hubungan dia sama bokap gue?!"

Deon meremas rambutnya, lalu membanting ponselnya ke sofa.

"Semakin gue cari tahu, semakin semuanya gak masuk akal! Kenapa nama-nama yang bahkan gak pernah disebut di rapat direksi, justru muncul di dokumen penting kayak gini?!"

Tatapannya kini tajam, penuh bara.

"Kalau Gwen gak mau jelasin, gue bakal cari tau sendiri. Dan kalau bener gue kunci dalam semua permainan ini gue pastiin bakal buka semua pintu yang mereka tutup rapet-rapet!"

Deon segera mengambil kunci mobilnya, melesat keluar dari rumah kontrakan seperti orang yang baru saja mendapat pencerahan gila.

Jalanan malam yang sepi tak mampu meredam deru mesin mobilnya yang meraung kencang menembus batas kecepatan.

“Kalau semua jawaban berpusat ke Project R, dan nama Bastian Ramelan terus muncul maka tempat terbaik untuk mulai adalah kantor pusat Ramelan Group,” gumamnya, menyalakan GPS sambil memicingkan mata penuh tekad.

Tapi saat dia hampir sampai, mobil Deon mendadak direm mendadak. Di depannya berdiri sosok pria asing berpakaian gelap dengan wajah tak dikenalnya, berdiri tepat di tengah jalan seperti menantang.

Deon keluar dari mobil. "Siapa lo?! Minggir sebelum gue tab-"

Pria itu mengangkat tangan pelan. “Lo terlalu dekat sama api, Deon. Terlalu dekat.”

"Apa maksud lo?" sentak Deon, matanya menyipit.

"Terlalu banyak kebenaran bisa ngebakar lo hidup-hidup. Kadang pewaris lebih baik gak usah tahu segalanya."

"Terlambat," Deon membalas dingin. "Gue udah nyalain apinya."

Pria itu tersenyum tipis, lalu berjalan menjauh dan menghilang ke gang sempit seolah ditelan bayangan.

Deon berdiri membeku, napasnya berat, tetapi matanya semakin tajam. "Oke, sekarang gue makin yakin. Gue harus hancurin tembok yang mereka coba lindungi. Dan gue mulai malam ini."

1
🌻🍪"Galletita"🍪🌻
Ga nyesel banget deh kalo habisin waktu buat habisin baca cerita ini. Best decision ever!
Isabel Hernandez
ceritanya keren banget, thor! Aku jadi ketagihan!
Mycake
Mampir yukkk ke dalam cerita Deonall yang super duper plot twist 🤗🤗🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!