Dewasa 🤎
Jika aku boleh memilih...
Aku lebih suka
mencintai seseorang yang tidak mencintaiku.
Setidaknya, disitu aku mengetahui
bahwa aku benar-benar mencintainya
dengan tulus tanpa mengharapkan apapun.
~anonim~
Quote diatas menggambarkan perasaan seorang Farel kepada Nada.
Awalnya Nada hanyalah adik dari temannya, seiring waktu perasaan itu berubah menjadi cinta.
Kisah ini menceritakan perjuangan Farel mendapatkan cinta Nada, juga perjuangan mereka untuk dapat saling mengerti dan menerima. Saat Farel berhasil menikahi Nada, mereka berusaha mengerti arti kata pernikahan yang sesungguhnya.
Full of love,
Author ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecupan
POV Farel.
Begitu bangun, mataku mencari keberadaan Nada di tempat tidur, tapi aku tidak melihatnya. Kini aku benar-benar terbangun dan mencari Nada, ternyata ia sedang berjemur di samping kolam renang. Ia menggunakan kacamata hitam dan swimsuit, rambutnya basah mungkin karena habis berenang. Aku berjalan menghampirinya, namun sepertinya ia tertidur, saat aku mendekati wajahnya ia tampak terkejut.
"Kak".
"Aku kira kamu tidur Nada".
"Ga kok cuma memejamkan mata aja".
Ia tampak canggung dengan jarak kami yang sangat dekat.
"Aku mandi dulu kak".
Aku mengangguk dan melihatnya pergi ke arah kamar mandi. Melihatnya menggunakan swimsuit, tidak hanya membuatku benar-benar terbangun, namun juniorku juga, ingin rasanya aku ikut melangkah mengikutinya ke kamar mandi.
...----------------...
POV Nada.
"Kak waktu sarapan sudah lewat, tapi sebelum berenang tadi, aku meminta sarapan berupa roti dan buah untukku, apa kakak mau?", aku membawa 2 piring berisi roti dan potongan buah ke arah meja makan disamping kolam renang.
"Maaf aku bangun kesiangan Na".
"Kan lagi liburan kak, ini kita bagi 2 aja, nanti kita bisa cari makan siang lebih awal kalau lapar".
Ia mengangguk dan mengambil 1 roti kemudian memakannya sambil minum kopi. Setelah itu ia pergi ke kamar mandi.
Sambil menunggunya, aku menyelesaikan proyek animasiku.
"Mau jalan-jalan Na? Kita lihat ada fasilitas apa saja di hotel ini".
"Ok kak".
Begitu kami keluar kamar, ia memegang tangan kananku, aku berusaha melepaskan tanganku darinya, tapi kini kedua tangannya menahan tanganku, lalu tangan kirinya memperbaiki posisi pegangannya, dan menautkan jari kami. Saat aku hendak protes padanya ia berkata, "mulai hari ini, kamu tidak akan bisa melepaskannya", sambil tersenyum dan berjalan menarikku ke arah lift, anehnya aku mengikutinya.
Kami menemukan ruang permainan, ada bilyard, basket koin, balap mobil koin, dan beberapa permainan lainnya.
Mungkin ini pertama kalinya aku benar-benar tertawa lepas bersenang-senang dengannya di ruang permainan itu, kemudian kami makan siang di hotel. Hotel ini memiliki 2 restoran, kali ini kami memilih restoran dengan tema western food.
"Setelah ini kita karaokean yuk Na".
"Ok kak".
Setelah puas karokean ia mengajakku ke pantai menggunakan boogie car hotel. Kami duduk di cafe menunggu matahari terbenam sambil melihat para pengunjung pantai yang menikmati pantai dengan berbagai kegiatan. Aku melihat kak Farel sepertinya memperhatikan rombongan keluarga yang sedang bermain sepakbola. Semua pemainnya berusia anak-anak hingga remaja, hanya ada 1 orang dewasa yang ikut bermain disana.
Kemudian bola itu menggelinding ke arah tempat duduk kami, kak Farel membawa bola itu dengan kakinya, sepertinya ia meminta izin untuk ikut dalam permainan, kemudian ia menoleh kearahku dan menunjuk memberi kode, memberitahukanku bahwa ia akan ikut bermain. Aku mengangguk dan tersenyum, lalu ikut memperhatikan kak Farel bermain bola bersama keluarga itu.
Setelah beberapa saat kemudian mereka bersalaman dan Farel kembali duduk disampingku, ia tampak bahagia, sambil mengatur nafasnya ia minum menikmati pantai sambil melihat para pengunjung lain.
"Kakak menyukai anak kecil ya?".
"Ya, aku selalu bermimpi memiliki keluarga besar, karena aku selalu kesepian di rumah".
Ya jarak umur kak Farel dengan kakaknya yang nomor 2 sama seperti aku dan Nael, 5 tahun. Sedangkan antara kakak yang pertama dan kedua berjarak hanya setahun, jadi mereka sudah memiliki dunia yang berbeda dan sering berada diluar rumah.
"Tapi kalau kamu tidak mau memiliki anak, aku ok aja Na, bagiku yang terpenting adalah kamu".
"Kenapa jadi bahas anak sih kak?", protesku.
"Kita kan pasangan menikah Na", ucapnya tersenyum jahil.
Aku memutarkan bola mataku, menanggapi candaannya dengan malas.
Langit mulai gelap, para pengunjung mulai memadati area pertunjukan tarian api.
"Ayo Na", tangannya menggenggam tanganku menarikku ikut berdiri dalam keramaian.
Saat pertunjukan dimulai ia merangkul pundakku, aku melihat tangannya berpikir untuk menurunkannya, lalu melihatnya tersenyum,
"Jangan berpikir untuk melakukannya", ucapnya.
Apa ini? Apa ia benar-benar bisa membaca pikiranku sekarang?.
Setelah pertunjukan selesai kami bergandengan tangan menuju antrian boogie car yang akan membawa kami kembali ke hotel, lalu makan malam di restoran seafood hotel.
Setelah makan, kami kembali ke kamar dan bergantian untuk mandi.
"Lagi nonton apa Na?".
"Masih liat-liat aja kak. Kakak mau nonton?".
"Aku ngikut aja Na", kemudian ia duduk di sampingku.
Aku sengaja menjauhi genre romantis karena aku takut ia akan berbuat hal lain yang akan membuatku canggung, seharian ini saja kami berpegangan tangan, sesuatu yang belum pernah kami lakukan sebelumnya. Akhirnya aku memutuskan menonton film Bogota. Selesai film aku meregangkan badanku, dan berkata,
"Aku mau tidur-tiduran aja kak udah mulai ngantuk".
"Mau aku temani di tempat tidur?".
"Jangan harap!", protesku.
Ia tertawa kecil sambil berkata, "Yah namanya juga usaha Na".
Saat aku hendak bangun dari sofa, ia menarikku hingga aku kembali duduk disampingnya, lalu ia memelukku. Aku berusaha mendorong tubuhnya menjauh, tapi ia mempererat pelukannya dan berkata, "Terima kasih untuk hari ini Nada".
Lalu ia mengecup pipiku, setelah itu baru ia melepaskan pelukannya.
"Kakak!", protesku.
Antara kaget dan malu, aku segera naik ke atas tempat tidur, memunggunginya menghadap tembok, dan menarik selimutku setinggi mungkin hingga menutupi kepalaku. Aku bisa membayangkan ia tersenyum saat ini, sedangkan aku entah apa yang kurasakan, yang jelas saat ini aku bisa mendengar debaran jantungku.