menjadi sukses dan kaya raya tidak menjamin kebahagiaanmu dan membuat orang yang kau cintai akan tetap di sampingmu. itulah yang di alami oleh Aldebaran, menjadi seorang CEO sukses dan kaya tidak mampu membuat istrinya tetap bersamanya, namu sebaliknya istrinya memilih berselingkuh dengan sahabat dan rekan bisnisnya. yang membuat kehidupan Aldebaran terpuruk dalam kesedihan dan kekecewaan yang mendalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni Luh putu Sri rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Dari kejauhan beberapa anak sekolahan yang kebetulan lewat di jalan itu juga, tanpa sengaja melihat seseorang yang familiar di mata mereka menempel erat di atas seorang gadis. Mata mereka menyipit mencoba menerka siapa pemuda yang tampak tidak asing di mata mereka itu. Hingga sampai salah seorang dari mereka berteriak.
"WOI!! BOS!! KAU—" Teriak salah seorang dari mereka, yang mengenali bahwa sosok yang menindih tubuh mungil seorang gadis adalah salah satu dari geng mereka, tepatnya sang pimpinan geng (Tommy).
"Eeehh!!! Buset, Bosku main di tempat terbuka?!" timpal yang lainnya, tampak antusias sekaligus geli. Bos yang biasanya garang dan tak kenal ampun di geng mereka kini bisa berubah menjadi romantis atau lebih tepatnya berani bermain dengan anak perempuan.
"WIIIHH... Tommy akhirnya naik level dari jomblo ke player?!" teriak Alan sang tangan kanan. "Aku salut, Bos." katanya sambil membungkuk hormat pada Tommy yang masih berada di atas tubuh mungil Lilia.
Tommy menatap mereka dengan tatapan tajam sekaligus malu setengah mati. "BANGSAT!! BUKAN BEGINI CERITANYA—" Teriak Tommy.
Sementara itu Lilia yang berada di bawah Tommy berusaha bergerak, ia ingin berdiri, namun, Tommy masih berada di atasnya. "S-senior... bisa berdiri?" tanya Lilia, lalu pandangan gadis itu beralih ke teman-teman Tommy yang juga anak 12 yang sedang meneriaki mereka dari sebrang jalan. "Senior kenapa teman-temanmu teriak-teriak?"
"Itu karena otak mereka di lutut!" jawab Tommy ia berusaha berdiri, namun lupa tangannya masih terbelit tali tas Lilia. Hingga saat ia bangun tubuh Lilia ikut tertarik hingga Tommy yang tidak sadar ikuti tertarik kembali ke tubuh mungil Lilia yang masih berbaring di bawahnya dan membuat nya terlonjak kembali jatuh di atas Lilia lagi.
"Aduh!!" Lilia tersentak kecil saat Tommy kembali menindihnya tanpa sengaja.
Kali ini wajah Tommy terbenam di bahu Lilia, hidungnya hampir bersentuhan dengan kulit leher gadis itu, saat itu Tommy bisa mencium aroma lembut shampo di rambut Lilia memenuhi hidungnya.
"GAWAT?!" Jerit Tommy dalam hati.
"WOOOOOOO!!!" Para geng Tommy menyoraki aksi bos mereka, Sabil merekam kejadian itu dan mengabadikannya di kamera HP mereka.
Tommy yang meliat anak-anak gengnya yang merekam kejadian itu langsung mengancam mereka, suaranya penuh dengan nada ancaman. "HAPUS! HAPUS VIDEO ITU ATAU AKU BAKAR KALIAN HIDUP-HIDUP SAMPAI JADI ARANG!!" Namun sepertinya ancaman itu tidak mempan terhadap anak buah Tommy yang memang terkenal karena biang rusuh di sekolah.
"Kalian kayak di film romantis Korea!" kata Louis, sambil masih merekam kejadian itu.
"INI BUKAN FILEM! INI BENCANA! BENCANA HORMONAL REMAJA!" pekik Tommy suaranya mulai serak karena panik.
"Bos... Jadi ini pacar barumu? Cakep banget—" Lanjut Alan, antusias.
"DIAM! DIA BUKAN—" belum sempat Tommy melanjutkan kalimatnya, tiba-tiba saja Lilia memotong pembicaraan mereka.
"Lilia... Pacar Senior?" wajahnya memerah, namun tampak jelas Lilia bingung dengan situasinya.
"EH?! ENGGAK! TUNGGU—"
"Waaahh, si Bos ditodong nih! Langsung akui saja, Bos!" teriak Alan, sambil menahan tawa yang hampir meledak.
Tommy yang masih berada di atas Lilia semakin kesal, sambil berusaha melepaskan tangannya dari tali tas Lilia karena terlalu terburu-buru Tommy semakin panik melepaskan tangannya yang masih terjebak.
"KALIAN SEMUA AKAN AKU BUNUH BESOK!!" teriak Tommy nyaris putus asa.
Lilia masih menatap para anak laki-laki itu dengan tatapan bingung ia tak mengerti arah pembicaraan mereka. "Jadi... Lilia bukan pacaran senior?" tanyanya.
"Nggak, maksudku... jangan menangis lagi! Aku—" kata Tommy gugup, saat ia berbalik dan menatap mata gadis itu yang menatapnya dengan mata besar dan pipi yang masih memerah karena ia habis menangis.
Alan menyeringai licik, penuh godaan. "Bos, kalau tidak diangkat, aku yang ambil, nih?" katanya.
Tomi dengan refleks memeluk Lilia yang masih terbaring di bawahnya, "BERANI KAU DEKATI DIA!! GIGIMU AKU CABUTIN PAKAI PAKU!!"
"WOOOOOOOHHH!!! RESMI DONG!!" Sorak mereka bersamaan.
"DIAAAMM!!" Teriak Tommy histeris.
"Em... Jadi sekarang Lilia pacaran senior?" tanya Lilia yang masih di peluk Tommy.
Tommy menoleh cepat ke arah Lilia yang masih ia peluk. "BODO AMAT!!" Katanya, suaranya naik satu oktaf. Lalu dengan susah payah Tommy menarikan napas dalam mencoba menenangkan emosinya, namun tangannya masih memeluk Lilia dengan erat.
Tiba-tiba Lilia merasakan sesuatu yang keras menempel di perutnya saat Tommy masih memeluknya sambil, ia yang masih beradu argument dengan anak-anak gengnya, kemudian karena penasaran Lilia menjulurkan tangannya kebawah tanpa Tommy sadari tangan Lilia meraba-raba di bawah perutnya.
Sontak, Tommy melonjak kaget saat Lilia menyentuh kejantanannya yang sedang berkibar di balik celana seragam sekolahnya.
"KKYYAAAAA!!!"Jerit Tommy histeris. "IMUUUTTT, APA YANG KAU LAKUKAN?!" Ketiak Tommy kaget, sampai ia melompat seperti kucing yang di injak ekornya dan ia terjengkang karena tangannya masih terjebak di tali tas Lilia, namun pada akhirnya terlepas juga, sambil memegangi kejantanannya yang masih menegang dan berkibar di balik seragam sekolahnya seolah itu adalah benda berharga di Bumi.
"Eh?!" Lilia kaget. "I-itu apa?" Tanya Lilia, ia masih penasaran karena sengaja menyentuhnya.
"I-ITU...ITU PENSIL!! IYA, PENSIL!! NANTI AKU MAU PAKAI BUAT UJIAN!!!" teriak Tommy histeris. Wajahnya merah padam karena kaget sekaligus malu.
"WOOOOOO!!! DI PEGANG DONG!!!" sorak geng Tommy bersamaan.
"BOSKUUU! KAU SUDAH LEVEL DEWA!!" kata Louis, pura-pura terharu dengan ekspresi dramatis.
"BAHAHAHA... Pensil? Pensil ajaib maksudnya! Lilia kalau di pegang nanti keluar tinta!!" kata Alan sambil tertawa terbahak-bahak.
"Tinta?" Lilia kebingungan.
"BRENGSEK!! JANGAN BICARA ANEH-ANEH PADANYA!! KALAU KAU TIDAK MAU AKU KULITI ALAN!!" Teriak Tommy lagi, kali ini ia melempar tasnya pada Alan, namun lemparan itu melesat yang membuat tawa anak buahnya semakin meledak.
"Tapi kenapa papa Lilia tidak ada keras-kerasnya saat peluk Lilia?" kata Lilia dengan polosnya.
Seketika Tommy menoleh kearah Lilia dengan gerakan dramatis seperti seorang jendral perang yang memergoki prajuritnya yang tidak ikut inspeksi harian.
"JANGAN SAMAKAN AKU DENGAN PAPAMU, LILIA!!" Jerit Tommy, suaranya melengking seperti peluit. "Dasar anak ini... Apa dia juga ingin merasakan tongkat kramat Papanya?" rintih Tommy dramatis nyaris putus asa. Sementara Lilia memandanginya dengan ekspresi yang masih sama seperti sebelumnya.
"Tuhan... Masa depanku ternodai oleh gadis ini..." kata Tommy, hampir menangis.
Sementara itu geng Tommy yang melihat reaksi histeris Tommy, malah tidak bisa menahan tawa mereka yang akhirnya meledak.
"Kalian ini! Membuat kebesaran dan wibawa ku ternodai, TAHU!!" ketiak Tommy, sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Lilia dan gengnya. Lilia yang melihat Tommy pergi langsung menyusulnya.
"Senior, tunggu!!" ujarnya, menyusul Tommy yang pergi begitu saja.
"Iiihh!!! Jangan dekat-dekat!" kata Tommy risih, sementara itu gengnya yang melihat hal itu hanya tertawa menyaksikan bos mereka dekat dengan anak perempuan.
...~o0o~...
Siang ini matahari bersinar cerah dan angin sejuk berhembus sepoi-sepoi, melalu jendela ruangan kelas, tampak di kursi paling belakang di dekat jendela Lilia sedang duduk. Ia menatap ke luar, dari jendela angin yang berhembus lembut menerbangkan gorden tipis di dalam ruangan itu.
Pandangan Lilia jauh kedepan, lalu dengan lembut ia mengangkat tangannya dan mendekatkan jarinya ke bibirnya, dengan lembut ia menyentuh bibirnya, gerakan jarinya lambat dan pelan, seolah sedang merasakan sesuatu yang lembut menempel di sana.
"Papa..." Gumamnya pelan.
Ia masih bisa merasakan bagaimana Aldebaran menciumnya tadi pagi, Lilia tidak tahu harus merespon seperti apa dan bagaimana, apa ia harus senang atau ia harus marah. Namun ia merasakan ada sesuatu yang berbeda dari Aldebaran saat pria itu memaksakan ciumannya.
"Apa... Lilia tanyakan pada Papa saja? Tapi..." batinnya, Lilia kembali menyentuh bibirnya. Ia merasakan sesuatu di balik ciuman Aldebaran uang memaksa dan menuntut itu, sentuhannya yang terasa panas di atas permukaan kulitnya yang lembut, ia masih bisa merasakan semua itu, meski kebenaran ia telah menampar Aldebaran setelahnya.
Tanpa ia sadari Tommy lewat di koridor di depan kelas Lilia, saat gadis itu masih terhanyut dalam pikirannya, melihat gadis itu termenung sendirian di dalam kelas yang sepi, membuat pemuda itu ingin menghampirinya setidaknya ia ingin tahu apa yang sedang di pikirkan gadis itu.
Bersambung.....
sukses buat novelnya, jangan lupa support baliknya di novel baru aku ya 🙏☺️