Ini adalah kisah cinta pria berkebangsaan Korea dan gadis berdarah Indonesia.
Waktu SMA, Ha joon tidak setampan sekarang. Pria itu gemuk dan selalu memakai kacamata tebal kemana-mana. Ha joon sangat menyukai Rubi, gadis populer di sekolahnya.
Namun suatu hari Ha joon mendengar Rubi menghina dan mengolok-oloknya di depan teman-teman kelas mereka. Rasa suka Ha joon berubah menjadi benci. Ia pun memutuskan pindah ke kampung halamannya di Seoul.
Beberapa tahun kemudian, Rubi dan Ha joon bertemu lagi di sebuah pesta pernikahan. Ha joon sempat kaget melihat Rubi yang berada di Korea, namun rasa dendamnya sangat besar hingga ia berulang kali menyakiti perasaan Ruby.
Tapi, akankah Ha joon terus membenci Ruby? Mulutnya berkata iya, namun tiap kali gadis itu tidak ada didepan matanya, ia selalu memikirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Turun
Aku menerima perjodohan ini.
Kata-kata Ha joon masih terngiang-ngiang di pikiran Ruby
Gadis itu tersenyum kaku, tak tahu harus bersikap bagaimana. Hampir seluruh keluarga bersorak kecil, memberi selamat seolah-olah mereka baru saja mendengar berita pertunangan sungguhan. Meski beberapa sepupu Ha joon tampaknya tidak begitu setuju, akan tetapi lebih lebih banyak yang setuju.
"Selamat, Ruby sayang!" Seru nyonya Nam.
"Akhirnya, Ha Joon juga bisa serius pada seseorang." timpal bibi Ha joon tersenyum senang.
"Betul, keliatannya kalian akan menjadi pasangan yang cocok!"
Ruby hanya mengangguk sopan dengan senyum canggung, mencoba menahan gejolak yang melanda dadanya. Pikirannya sudah kacau, dan jantungnya berdetak terlalu cepat. Ia melirik Ha Joon yang masih menatapnya. Tatapan itu tidak hangat. Bukan tatapan calon tunangan yang sedang jatuh cinta. Bukan juga tatapan pria yang bersedia memulai lembaran baru. Itu tatapan penuh rencana. Penuh kemarahan yang dibungkus senyum pura-pura. Ruby tahu itu, ia dapat merasakannya. Entah apa yang pria itu rencanakan.
Setelah makan malam selesai, beberapa kerabat mulai berpamitan. Nyonya Nam meminta Ruby untuk tetap tinggal sebentar karena ingin mengobrol lebih lanjut. Ruby tak bisa menolak. Ia mengikuti mama Ha joon ke ruang tengah, duduk di sofa besar berlapis beludru mahal. Ha joon sendiri berbincang dengan seseorang di telpon depan pintu keluar.
"Aku tahu ini mendadak Ruby," ujar Nyonya Nam sambil menuangkan teh untuk Ruby.
"Tapi aku sudah memikirkan ini sejak mengenal dirimu. Aku ingin memiliki menantu yang baik sepertimu. Ha joon pasti akan mencintaimu nanti, aku tahu seperti apa putraku. Tadi aku lihat dia diam-diam menatapmu, tatapannya itu, walaupun dingin, tidak bisa bohong."
Ruby menegang. Ia menggenggam cangkir teh di tangannya, tatapan dingin Ha joon memang karena pria itu membencinya, bukan karena suka. Nyonya Nam belum tahu saja kalau dirinya pernah menghina putranya habis-habisan.
"Kau bukan hanya cantik, tapi juga pekerja keras dan rendah hati. Aku yakin kau bisa menyeimbangkan Ha Joon. Anak itu terlalu keras kepala. Tapi bersamamu … aku rasa dia bisa lebih tenang."
Ruby tersenyum tipis.
"Terima kasih, Nyonya Nam …"
"Jangan panggil nyonya Ruby sayang. Kamu lupa?"
"Ma- maksudku, eomma." kata Ruby lagi canggung sekali rasanya.
"Ah, begitu dong," balas wanita tua itu dengan tertawa.
"Kau boleh menginap malam ini kalau lelah."
Ruby buru-buru menggeleng.
"Terima kasih banyak, tapi aku harus pulang. Ada pekerjaan besok pagi."
"Ah, sayang sekali. Kalau begitu biar Ha joon yang mengantarmu. Kau harus gunakan kesempatan ini untuk menjadi dekat dengannya." Ruby mau tak mau memaksakan seulas senyum. Ia baru saja mau bilang kalau dirinya bisa pulang sendiri, namun nyonya Nam sudah menyerukan nama Ha joon dengan lantang.
"Ha Joon ah!"
Lelaki yang tengah berdiri di depan rumah tersebut membalikkan badan. Ruby pura-pura menunduk, tidak ingin bertatapan dengan pria itu.
"Ruby sudah mau pulang. Kamu antar calon tunanganmu ini pulang ya."
Haishh, calon tunangan? Ya ampun, bisakah dia menolak?
Tak lama kemudian, Ruby berdiri. Nyonya Nam mengantarnya hingga ke depan pintu. Ha Joon yang masih setia berdiri di sana, menatapnya dalam diam. Pria itu kemudian berjalan lebih dulu masuk ke dalam mobilnya. Ruby pamit sekali lagi pamit ke nyonya Nam sebelum akhirnya ikut masuk ke mobil mahal Ha joon.
Suasana dalam mobil terasa mencekam. Tak ada satu pun di antara keduanya yang bicara. Ha joon fokus menyetir, sementara Ruby, ia sedang menyusun pertanyaan untuk lelaki itu.
"Kenapa kau lakukan itu?" tanya Ruby akhirnya dengan suara pelan.
Ha joon meliriknya, sorot matanya menusuk.
"Bukankah itu yang kau inginkan?" katanya datar.
Kening Ruby berkerut lelaki yang menyetir sebelahnya.
"Aku sudah melarangmu datang hari ini, tetapi kau tetap datang. Jadi kesimpulanku adalah ... Kau memang sengaja mendekati ibuku, dan mempengaruhinya agar dia menilaimu sebagai wanita yang baik hati dan cocok menjadi menantunya. Akhirnya, kau mendapatkan yang kau inginkan." setiap kalimat yang keluar dari mulut Ha joon rasanya begitu menusuk.
Ruby merasa terluka.
"Kenapa wajahmu begitu, apa aku salah?" cibir Ha joon.
Ruby hanya diam, bibirnya kelu, tidak tahu apa yang ingin dia katakan. Meski terluka, ia sadar kalau perubahan Ha joon sekarang adalah dampak dari perbuatannya dulu.
"Ha joon, kau masih membenciku karena kata-kataku di masa lalu?"
Pertanyaan tersebut membuat Ha joon berhenti mendadak. Ruby sampai kaget. Ha joon meremas stir kuat-kuat dan menatap Ruby dengan tatapan bak pedang bermata dua. Lelaki itu tersenyum sinis.
"Aku tidak punya waktu memikirkan masa lalu. Aku hanya bisa membedakan, mana wanita yang pantas bersamaku dan tidak. Dan kau ..."
Ha joon menatap gadis itu atas bawah dan kembali mencibir.
"Kau cantik, tapi bukan tipeku lagi. Aku tidak butuh wanita cantik dan manipulatif seperti dirimu. Tapi karena kau ingin terlibat dalam permainan ini, aku akan bermain denganmu. Kita akan melakukan pertunangan ini, tapi jangan harap kau akan mendapatkan cintaku. Wanita sepertimu ..."
"Tidak pantas mendapatkan cinta."
Kata-kata itu begitu tajam dan menusuk.
Ruby menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang. Suara Ha Joon masih menggema di kepalanya, seolah menampar-nampar batinnya tanpa ampun. Ia menoleh ke jendela, menyembunyikan wajahnya yang mulai memerah. Mobil kembali melaju perlahan, menyisakan keheningan yang menusuk.
"Kau bisa menolak perjodohan ini tadi. Kau punya hak."
Ha Joon mendengus pelan.
"Punya hak? Kau benar, tapi bukankah sudah ku bilang aku ingin menemanimu bermain?"
Ruby memalingkan wajahnya, ia tidak pernah menyangka akan di benci sedalam ini. Bahkan setelah bertahun-tahun, luka yang ia toreh rupanya masih tertanam kuat di hati pria itu.
"Turun," kata Ha joon kemudian.
Ruby kembali menatapnya. Lelaki itu mau dia turun di sini? Tapi masih jauh sekali dari apartemennya.
"Kau tidak bermimpi ingin aku mengantarmu sampai depan apartemenmu bukan?"
Ruby menghela nafas panjang. Ha joon memang berniat balas dendam padanya. Ia pun akhirnya keluar dari mobil itu. Setelah itu Ha joon langsung meninggalkannya dengan menyetir dalam kecepatan penuh meninggalkannya.
Udara malam menusuk kulit Ruby saat ia berdiri di pinggir jalan, menatap lampu belakang mobil Ha Joon yang menjauh hingga lenyap dalam kegelapan. Angin malam membawa rasa perih yang merambat perlahan di pipinya yang basah oleh air mata. Ia merapatkan jaketnya, mencoba menahan dingin yang bukan hanya berasal dari cuaca, tapi juga dari sikap Ha Joon yang dingin dan tajam seperti pisau.
Langkahnya berat saat mulai berjalan kaki menuju halte terdekat. Di dalam hatinya, Ruby bertanya-tanya, apa ini harga dari kata-kata kejamnya dulu? Apa semua ini balasan yang pantas? Ia memang bersalah, tapi sekejam inikah balasannya?
Detak jantung ruby sangat kencang skl berdebar deg-degan dkt sm hajoon jarak dekat skl, tanpa disadari sorot mata hajoon dan ruby penuh cinta dan kerinduan, krn ketutup dendam dimasalalu jd salahpaham....
Hajoon berusaha membentengi dirinya ke ruby penuh dendam dan kebencian....
Ruby demi kebaikan bersama sebaiknya berkata jujur kehajoon biar gak salahpaham terus....
lanjut thor....
semangat selalu.....
sehat selalu.....