Bertahun-tahun Nayla Larasati menyimpan rasa pada Nathan Anderson Decland, teman masa kecil sekaligus kakak angkat Nayla.
Namun.. hingga Nayla menamatkan pendidikan sebagai dokter, Nay masih memendam perasaan itu sendiri pada Nathan yang sudah menyelesaikan pendidikan sebagai dokter spesialis jantung di London.
Saat kembali ke Indonesia, Nathan telah memilih gadis lain sebagai pendamping hidupnya.
Perasaan Nayla hancur, gadis itu memilih kembali ke kampung halamannya, mengabdikan diri sebagai dokter umum di kota terpencil.
Apakah Nayla mampu menghapus Nathan dalam hidupnya?
Sementara Nathan tidak mengetahui perasaan Nayla untuknya yang sangat mendalam.
Ikuti terus kelanjutan kisah Nayla-Nathan. Semoga kalian suka 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEMBALI KE JAKARTA
"Aku tidak akan memaafkan mu jika terjadi apa-apa pada ayah, Nayla!!", ketus Rangga menatap tajam adiknya.
"Kak, maafkan aku..
Melihat perubahan Nayla, Rangga memaksakan diri untuk duduk. "Ada apa ini? Apa yang terjadi sebenarnya pada ayah? Jangan ada yang kalian tutupin dari ku atau aku tidak akan memaafkan kalian semua", ketus Rangga menatap tajam ketiganya bergantian.
Aida mengusap punggung Rangga.
"Kamu harus mengikhlaskan kepergian ayah mu Rangga. Yang terjadi bukan kesalahan adik mu, kasihan Nayla jika terus-menerus di salahkan".
"Apa maksud tante? Kepergian ayah?"
"Tidak...tidak. Aku tidak percaya. Ayah pasti bisa menyelamatkan dirinya, aku melihat ayah baik-baik saja. Tante jangan menakuti ku. Ayah berusaha menahan kapal agar tidak tenggelam. Aku benar-benar melihatnya dengan mata sendiri. Ayah pasti bisa menyelamatkan diri, ayah sangat berpengalaman menghadapi ombak seperti itu. Bahkan sudah puluhan kali ombak menghantam kapal, ayah bisa mengatasi nya", ujar Rangga dengan tatapan kosong menatap tangannya.
Pemuda itu terdiam sesaat. "Aku harus melihat ayah sekarang juga".
Tiba-tiba pemuda itu mencabut paksa jarum infus di tangannya. Tindakan nekat tersebut mengejutkan Aida yang berdiri di samping tempat tidur.
"Rangga apa yang kamu lakukan. Kamu belum sehat. Hentikan Rangga!!!", teriak Aida menahan tangan keponakannya melepas jarum infus.
"Lepaskan aku tante. Aku harus bertemu ayah. Ayah pasti baik-baik saja kan?"
Nayla yang sedang di tenangkan Yulia di sofa tidak jauh dari tempat tidur spontan berdiri. "Kak Rangga, ayah kita baru saja di makamkan. Kali ini ayah tidak bisa menyelamatkan dirinya kak Rangga", ucap Nayla menangis. Gadis bertubuh mungil itu terduduk di lantai.
"Maafkan aku...
"Brengsek kamu Nayla. Kau yang telah membunuh ayah. Aku tidak akan pernah memaafkan mu!!!", hardik Rangga dengan emosi. Pemuda itu berteriak kencang. Teriakannya terdengar hingga luar kamar membuat dua orang perawat langsung datang dan meminta Rangga untuk tenang karena ia masih harus di rawat insentif.
Yulia mengajak Nayla pulang, sementara Aida memilih menemani Rangga dan berjanji pada Nayla, akan bicara pada kakaknya jika ia sudah tenang.
*
Satu minggu telah berlalu
Nayla mengetuk kamar Rangga. Hari ini ia dan Yulia akan kembali ke Jakarta. Wajah gadis itu masih menyimpan kesedihan mendalam.
Tidak ada sahutan dari dalam, Nayla memutar handle pintu.
"Kak Rangga, Nay pamit pulang ke Jakarta", ucap Nayla dengan suara bergetar.
Rangga yang berada di tempat tidur langsung merubah posisinya membelakangi Nayla. Tidak ada kata-kata yang ia ucapkan.
Nayla menatap punggung Rangga. Gadis itu berdiri di depan pintu sudah berpakaian rapi karena sebentar lagi Yulia akan menjemputnya.
"Maafkan aku kak Rangga, aku tetap akan menyelesaikan pendidikan ku di Jakarta. Aku sudah sangat bersalah pada ayah, mama dan kakak membiayai sekolahku selama ini. Namun aku juga ingin mewujudkan impian ayah dan mama yang menginginkan salah satu diantara kita berhasil di bidang pendidikan. Aku tidak akan pernah lupa ketika ayah dan mama mengatakan agar aku bisa mengangkat keluarga kita suatu hari nanti. Insyaallah aku akan berusaha mewujudkannya", ucap Nayla sesegukan. Gadis itu mengusap linangan air mata dengan punggung tangannya.
Dadanya terasa sesak ketika mengutarakan isi hatinya meski Rangga hanya diam saja. Tak sepatah katapun keluar dari bibir pemuda itu.
Nayla menundukkan kepalanya, ketika Aida memberitahu bahwa Yulia sudah menjemputnya.
"Kak Rangga Nay pergi dulu. Jaga kesehatan kakak. Nayla selalu mendoakan kakak", ucap Nayla sebelum pergi.
"Sayang jangan kuatir pada kakak mu, tante yang akan merawatnya. Kamu tahu sendiri seperti apa Rangga ia keras karena sejak kecil sudah bekerja dengan ayah mu. Namun sebenarnya ia berhati baik dan perhatian pada kalian", ujar Aida memeluk Nayla yang begitu berat meninggalkan kakaknya yang belum pulih benar.
Nayla menganggukkan kepalanya. Tanpa menoleh kebelakang lagi gadis itu langsung masuk ke dalam mobil. Sementara Yulia dan Aida berbincang sebentar.
Sebenarnya Rangga melihat Nayla dari balik tirai kamarnya. Sejujurnya ia sedih melihat Nayla terus menerus menangis.
Kalau bisa Rangga ingin Nay tetap bersamanya di kampung halaman mereka, ia akan bekerja giat untuk membiayai kebutuhan mereka berdua. Tapi kegigihan Nayla untuk menjadi seorang dokter sangat kuat. Rangga tidak bisa menghalangi keinginan adiknya tersebut.
Sebetulnya Rangga sangat menyayangi adiknya tersebut. Kalau bukan ia yang menjadi tumpuan Nayla siapa lagi. Mereka kini sudah menjadi yatim piatu setelah Dewangga menyusul kepergian Lasmi mama mereka.
Rangga sadar sebagai anak laki-laki harus bertanggung jawab pada adik satu-satunya. "Semoga kita segerakan berkumpul bersama lagi Nay. Seperti dulu saat keluarga kita lengkap", ucap Rangga sambil menempelkan jemari tangannya ke kaca jendela sebagai perpisahan pada adiknya.
*
Hari-hari Nayla terasa berat. Gadis itu mengisi waktu dengan belajar dan belajar. Kini ia sudah di ujung sekolah menengah atas.
Nayla fokus pada pendidikannya. Bahkan tak sekalipun ia menerima ajakan teman-temannya untuk sekedar jalan-jalan di hari libur. Bagi Nayla lebih baik ia berlatih mengerjakan soal-soal ujian. Nay tidak mau perjuangannya selama ini sia-sia. Ia telah banyak menghabiskan waktu dan biaya untuk sekolah. Sudah sewajarnya ia mendapatkan hasil terbaik.
Yulia dan Yoga menawarkan akan membiayai sekolah maupun kuliah Nayla. Namun keluarga Dewangga bersikeras akan membiayai sekolah SMA Nayla sampai selesai. Sementara untuk kuliah Nay akan mengajukan program beasiswa.
Yulia tidak bisa bersikeras memaksa Nayla. Ia tahu keluarga Nayla memegang teguh prinsip tidak mau menerima bantuan begitu saja tanpa berusaha. Selagi bisa maka akan menanggung semua tanggung jawab itu. Bagi mereka Yulia dan Yoga sudah sangat baik mau menerima Nayla di rumah mereka.
Sekarang sudah malam, tapi Nayla masih berkutat dengan buku pelajaran. Sesaat gadis itu menghentikan kegiatannya sambil merentangkan kedua tangan. Sementara netranya menatap lipatan kertas menyerupai hewan dari kertas origami yang di buat Nathan beberapa tahun yang lalu.
Lipatan itu ia susun di dalam kaca meja belajarnya. Nayla mengambil satu yang berwarna biru. Terdengar helaan nafas gadis itu. "Kak Nathan tidak pernah lagi menghubungi ku. Mungkin karena sekarang sedang mengambil program spesial jantung pasti sangat sibuk dengan tugas-tugas".
"Bahkan ketika ayah meninggal, kak Nathan tidak langsung menghubungi ku", gumam Nayla beranjak dari kursi merebahkan tubuhnya ke tempat tidurnya.
Netranya tak henti menatap lipatan kertas di tangannya. Hingga matanya terpejam.
Kini Nayla sudah beranjak remaja. Tinggal hitungan bulan saja akan mengikuti ujian sekolah. Waktu cepat berlalu.
Sementara Nathan sudah menjadi dokter. Ia memutuskan langsung mengambil spesialis jantung seperti keinginannya sejak dulu. Nathan tidak pernah kembali ke Jakarta karena kesibukan. Bahkan komunikasi dengan Nayla pun terputus. Karena kesibukan masing-masing.
...***...
To be continue
Tinggalkan jejak kalian ya 🙏
sama-sama cinta tp gak sadar....