Bagaimana jadinya ketika bayi yang ditinggal di jalanan lalu dipungut oleh panti asuhan, ketika dia dewasa menemukan bayi di jalanan seperti sedang melihat dirinya sendiri, lalu dia memutuskan untuk merawatnya? Morgan pria berusia 35 tahun yang beruntung dalam karir tapi sial dalam kisah cintanya, memutuskan untuk merawat anak yang ia temukan di jalanan sendirian. Yang semuanya diawali dengan keisengan belaka siapa yang menyangka kalau bayi itu kini sudah menjelma sebagai seorang gadis. Dia tumbuh cantik, pintar, dan polos. Morgan berhasil merawatnya dengan baik. Namun, cinta yang seharusnya ia dapat adalah cinta dari anak untuk ayah yang telah merawatnya, tapi yang terjadi justru di luar dugaannya. Siapa yang menyangka gadis yang ia pungut dan dibesarkan dengan susah payah justru mencintai dirinya layaknya seorang wanita pada pria? Mungkinkah sebenarnya gadis
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maeee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Holiday
"Ayo naik ke mobil ku. Kalau kamu mau naik mobil ku, aku janji akan membelikan semua yang kamu mau, tanpa terkecuali," ajak Morgan, menepuk-nepuk kursi di sampingnya. Senyum dan tatapan matanya penuh godaan.
Cherry akan luluh dengan semua itu, makanya ia memalingkan wajah dari Morgan. "Aku bukan anak kecil lagi, jangan mengira kalau aku masih terbujuk rayuan seperti itu."
Morgan tersenyum. Ia tahu jelas Cherry sebenarnya sedang menahan, maka yang harus dirinya lakukan adalah terus membujuknya.
"Bukannya terakhir kali kamu pernah bilang mau membeli segala sesuatu yang bersangkutan dengan cherry, ya? Kalau kamu mau pergi bersama ku, aku janji akan membelikan semua itu untuk mu."
"Mmm... bahkan kita bisa membeli parfum cherry yang kamu inginkan itu." Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk dagu dan dari sudut matanya Morgan melirik Cherry, mencoba membaca ekspresi gadis itu.
Mendengar tawaran itu Cherry langsung menoleh pada Morgan, senyum merekah di bibirnya, tapi sejurus kemudian ia tersadar. Ia kembali membuang muka.
"Hmph!" Bibir gadis itu mengerucut, pipinya yang merah juga menggembung, membuat wajahnya semakin terlihat cemberut.
"Aku mau pergi ke pantai, aku gak mau pergi bersama mu," tegasnya namun nadanya terdengar ragu.
"Oh, yaudah kalau begitu. Aku mau pergi jalan-jalan sendiri. Yakin gak mau ikut? Aku hitung sampai tiga kalau gak masuk juga aku pergi sekarang juga nih. Satu..." Morgan mulai menghitung, senyum lebar terukir di wajahnya. Ia sangat yakin Cherry akan naik mobilnya.
Dengan tergesa-gesa Cherry masuk ke dalam mobil seakan-akan dengan terpaksa, sebenarnya hatinya juga ingin hanya terhalang malu saja.
Morgan tersenyum. Ia sudah tahu Cherry pasti tak mungkin menolak ajakannya.
"Jangan percaya diri dulu," ketus Cherry, jari telunjuknya menunjuk wajah Morgan dengan tajam, akan tetapi matanya menghindar. Ada semburat merah tipis di pipinya yang berusaha disembunyikan.
"Aku naik mobil ini terpaksa karena kamu terus berbicara dan memaksa. Aku sebenarnya tidak mau jalan-jalan bersama mu dan mau pergi ke pantai," alibinya.
Morgan meraih tangan Cherry yang menunjuknya, jemarinya bertautan dengan jemari gadis itu. Tatapannya intens seolah ingin menembus kedalaman mata Cherry.
"Iya, aku tahu aku memaksa mu. Maaf, ya! Tapi aku ingin menghabiskan hari Minggu ini bersama mu. Aku ingin kita pergi bermain sepuasnya," ujarnya dengan nada menggoda, senyum tipis pun menghiasi bibirnya.
Morgan kemudian mengecup punggung tangan Cherry, tatapannya mengikuti gerakannya, mengamati wajah Cherry yang memerah. Gadis itu berusaha menyembunyikan rona merah di pipinya dengan memalingkan wajahnya ke arah kaca.
Namun meski wajahnya berpaling Morgan tetap tahu gadis itu sedang merasa malu. Ketika Cherry malu, bukan hanya pipinya, tapi seluruh wajahnya memerah, bahkan hingga telinganya, dan itulah yang sedang terjadi saat ini.
Morgan tak bisa menurunkan senyumnya merasa gemas. Cherry yang seperti ini membuatnya ingin terus menggoda dia.
Morgan bergeser perlahan, bokongnya setengah terangkat kala ia mendekati Cherry.
Cherry mengira kalau Morgan akan menciumnya, gadis itu langsung menutup matanya erat sambil menahan napas.
Menyadari kesalahpahaman Cherry, Morgan mengigit bibir, menahan dirinya yang ingin terkekeh.
"Open your eyes," pinta Morgan seakan berbisik. Jarak yang sangat dekat membuat hembusan napasnya menerpa wajah Cherry.
Cherry membuka sebelah mata. Jantungnya semakin berdebar melihat Morgan di depannya. Dia tidak menciumnya tapi jarak sedekat ini siapa yang bisa tahan? Keduanya saling beradu pandang.
Morgan semakin mendekati wajah Cherry, tanpa aba-aba dia mencium ujung hidung gadis itu cukup lama.
"Cantiknya...," pujinya tulus. Senyum nakal menghiasai bibirnya. Ia segera kembali ke posisi semula. Kasian pada Cherry yang terus menahan napas.
Cherry diam-diam menghela napas lega, menyentuh dadanya yang masih berdebar tak karuan.
...----------------...
"Kamu tunggu di sini sebentar, oke? Aku mau membeli sesuatu untuk mu," pinta Morgan, mendorong pelan Cherry agar duduk di kursi panjang yang ada di tempat hiburan ini. Cherry mengangguk patuh.
Begitu sosok Morgan lenyap di antara kerumunan, Cherry sibuk mengamati orang yang berlalu-lalang. Suasana di tempat hiburan selalu meriah seperti ini, lengkap dengan alunan musik yang ceria dan berbagai aroma makanan yang menggoda.
Tak kunjung datang senyum di bibir Cherry pun perlahan memudar. Ia mendengus, tatapan matanya menerawang.
"Tadi bilangnya mau mengajak berbelanja semua yang aku mau, tapi malah pergi ke tempat bermain dan menyuruhku menunggu lama. Tch, dasar pelit," cibir Cherry mumpung Morgan tak ada di sisinya.
Namun tak berselang lama ia kembali tersenyum.
"Tapi tidak papa, aku tetap senang meski hanya diajak berlibur seperti ini," ralatnya.
Morgan sedikit berlari untuk sampai ke kursi, sejauh mata memandang ia melihat Cherry yang sedang duduk cemberut. Ia diam sejenak, menarik napas dalam sebelum berbicara bersama Cherry yang tampak marah. Gadis itu pasti kesal karena lama menunggunya.
Morgan mendekat dengan langkah santai, tangannya mengulurkan sebatang permen kapas berwarna pink cerah.
Cherry mengangkat kepalanya, sejurus kemudian berpaling dari Morgan sambil menyilangkan tangan di dada, bibirnya mengerucut, dua alisnya bertaut, dan matanya memancarkan kemarahan.
Morgan tahu gadis itu sedang marah, tapi dia terlihat menggemaskan, jadi ia tidak bisa menahan senyumnya.
"Gadis manis, terima ini! Aku mengantri cukup lama untuk mendapatkannya loh," pinta Morgan merayu.
Cherry melirik lagi permen kapas itu.
Mendengar Morgan bersusah payah untuk mendapatkannya hatinya luluh seketika.
Dengan ragu ia meraih permen kapas tersebut.
Morgan tersenyum puas. Dengan lembut ia mengusap rambut Cherry, turun ke bawah membelai pipi gadis itu lalu mencium pipinya cukup lama. Sontak Cherry menutup wajahnya dengan permen kapas itu.
Morgan terkekeh.
"Kenapa kamu hanya membeli satu? Aku tidak mau berbagi denganmu," tanya Cherry.
Morgan merangkul pundak Cherry. "Aku sudah punya ini," katanya sambil menusuk pipi Cherry. "Yang ini lebih manis dan enak."
Cherry berusaha menahan senyumnya. "Ayo, pergi! Aku mau ikut dengan mu bukan untuk mendengarkan semua omong kosong mu itu. " Ia berjalan dan Morgan mengikutinya dari belakang.
"Cherry!" panggil Morgan menepuk pundaknya.
Cherry berbalik sambil memakan permen kapasnya. Matanya hanya tertuju pada Morgan.
Morgan tersenyum menampakkan deretan giginya. "Maaf, tapi aku gak bisa tahan lagi."
Kening Cherry berkerut. "Apa maksud mu?"
"Aku harus pergi ke kamar mandi. Tunggu aku, oke? Sebentar saja. Aku janji hanya lima menit saja."
Cherry mendengus. Ia menatap ke celana Morgan
"Jangan lama. Aku bosan terus menunggu."
"Baik. Maaf, ya!" Morgan langsung lari tunggang-langgang sambil memegang celananya.
"Huft!" Cherry menghela napas panjang, hembusan nafasnya membuyarkan beberapa helai rambut yang jatuh di wajahnya.
Manisnya permen kapas di mulutnya tak cukup untuk menghilangkan rasa bosan menunggu Morgan kembali. Matanya menyusuri kerumunan orang yang lalu lalang, berharap sosok yang ditunggunya segera datang.
Beberapa saat kemudian Morgan berjalan pelan di belakang Cherry agar gadis itu tak menyadari kedatangannya. Morgan menepuk pundak kanan dan kirinya. Cherry melihat ke kiri, tapi tak ada siapapun, lalu menoleh ke kanan. Cherry berjengit kaget tatkala wajah Morgan begitu dekat.
Morgan tersenyum jahil. Ia meraih dagu gadis itu lalu mengecup bibirnya. Wajah Cherry terpaku sejenak diiringi dengan detak jantung yang berpacu cepat. Ketika Morgan melepaskan ciumannya Cherry masih terdiam.
Tapi tiba-tiba wajah Cherry kembali cemberut. Ia menggosok-gosok bibirnya. "Apa yang kamu lakukan?"
"Di sudut bibir mu ada sisa permen, sayang kalau jatuh, lebih baik aku makan saja, kan?" Morgan menyapukan lidah di bibir bawahnya.
"Tapi ini di tempat umum. Apa kamu tidak malu?"
Morgan menggelengkan kepalanya dengan santai.
"Ayo kita pergi ke mall!" ajaknya menggandeng tangan Cherry.
Cherry melirik Morgan. Pria di sampingnya saat ini tampak begitu lebih bahagia setelah pulang dari kamar mandi. Apa yang terjadi di sana?
Cherry melihat ke belakangnya.
"Sedang mencari apa?" tanya Morgan, mengikuti arah pandang Cherry.
"Wanita mu. Mungkin kamu datang ke sini sambil mengajaknya."
"Ya. Aku memang mengajaknya," jawab Morgan. Kala dirinya ditatap tajam oleh Cherry ia hanya mengangkat bahunya acuh tak acuh.
"Di mana dia?" tanya Cherry penuh penekanan. Dua tangannya mengepal erat.
"Di samping ku," jawab Morgan. Ia langsung memamerkan senyuman indahnya.
"Hmph!" Cherry berpaling dari Morgan, menyembunyikan senyumnya.
...----------------...
Morgan masuk ke dalam kamar Cherry, terdengar suara shower dari kamar mandi. Ia memutuskan untuk rebahan di kamarnya. Ia menatap langit-langit kamar ini sambil tersenyum. Akhirnya sedikit demi sedikit Cherry tidak lagi menjaga jarak dengannya.
Morgan menarik guling dan memeluknya. Terdengar pintu kamar mandi terbuka, Morgan pun segera berpura-pura tidur.
Seperti biasa, Cherry keluar tanpa mengenakan sehelai benang pun. Toh, tubuhnya sudah dikeringkan. Ia melirik ke arah ranjang, menemukan Morgan yang sedang tertidur.
"Kamu punya kamar sendiri, kenapa masih tidur di kamar ku?" tanya Cherry sembari mengambil pakaian yang sudah ia siapkan di atas meja riasnya.
"Mungkin kamu takut tidur sendiri," jawab Morgan. Ia membuka matanya, menikmati pemandangan yang ada di depan.
Cherry menatap Morgan dari pantulan cermin. "Aku bukan anak kecil lagi," jawabnya. Dua tangannya berusaha untuk mengaitkan bra.
Morgan merangkak turun dari ranjang, bergerak perlahan, matanya menyapu lekuk tubuh Cherry yang masih telanjang. Dengan lembut Morgan meraih ujung bra Cherry, jemarinya menyentuh halusnya punggung gadis itu.
"Tidur berdua lebih hangat, kan?" bisiknya sambil memasangkan pengait ke paling ujung supaya buah dada Cherry lebih terlihat kencang. Ia melihat ke cermin. "Sempurna." Pujinya pada buah dada Cherry.
"Oh, iya, tadi kenapa kamu beli parfum cherry yang aromanya sangat kuat? Padahal tubuhmu sudah wangi loh," tanya Morgan penasaran. Ia mengusap lembut dua pundak Cherry.
"Di sekolah kadangkala aku mencium bau ketiak. Aku takut itu berasal dariku, jadi aku membeli parfum yang bisa menutupi segala jenis bau badan," jawab Cherry sambil menatap dirinya dari pantulan cermin.
"Masa sih? Sini coba kucium," tawar Morgan. Ia langsung bertekuk lutut di samping Cherry, mengangkat tangan gadis itu, lalu mencium ketiaknya tanpa ragu.
Ia menghirup aromanya cukup lama. "Kamu pakai deodorant?" tanya Morgan.
Cherry menggelengkan kepalanya. "Aku baru membelinya tadi jadi aku belum memakainya. Apa emang bau?"
"Tidak," jawab Morgan yakin. "Tidak sama sekali. Justru ketiak mu wangi. Aku sarankan supaya kamu tidak pakai deodorant apapun. Terkadang memakai deodorant malah membuat ketiak bau dan gelap."
"Kita sering menghabiskan waktu bersama, entah ketika santai maupun lelah, dan aku tidak pernah mencium bau ketiak darimu, jadi bisa dipastikan bau ketiak di sekolah itu bukan berasal darimu."
Cherry menatap Morgan ragu. "Sungguh? Jangan berbohong hanya demi membahagiakan aku."
"Kamu gak percaya?" Morgan menaikkan sebelah alisnya. Tiba-tiba saja ia mengangkat lagi tangan Cherry, mencium ketiak gadis itu cukup lama.
"Apa yang kamu lakukan?" pekik Cherry, pipinya memerah menahan malu.
"Lihat, aku baik-baik saja, kan? Kalau memang ketiak mu bau aku pasti sudah muntah," ungkap Morgan santai.
Keduanya saling menatap dalam. Wajah Cherry semakin memerah kala menyadari mata Morgan sedang menyusuri tubuhnya.
"Cherry!" panggil Morgan. Ia meneguk salivanya.
wajar dia nggak peduli lg dgn ortu kandungnya secara dia dr bayi sdh dibuang.🥲