NovelToon NovelToon
MENGAMBIL KEMBALI

MENGAMBIL KEMBALI

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Berbaikan / Percintaan Konglomerat / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Wanita Karir
Popularitas:667
Nilai: 5
Nama Author: Vandelist

Segalanya yang telah ia hasilkan dengan susah payah dan kerja keras. lenyap begitu saja. kerja keras dan masa muda yang ia tinggalkan dalam menghasilkan, harus berakhir sia-sia karena orang serakah.borang yang berada di dekatnya dan orang yang ia percayai, malah mengkhianatinya dan mengambil semua hasil jerih payahnya.

Ia pun mulai membentuk sebuah tim untuk menjalankan rencana. dan mengajak beberapa orang yang dipilihnya untuk menjalankan dengan menjanjikan beberapa hal pada mereka. Setelah itu, mengambil paksa harta yng dikumpulkan nya dari mereka.

"Aku akan mengambil semuanya dari mereka, tanpa menyisakan sedikitpun!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vandelist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Selamat membaca

Di pagi yang cerah, ketika kehidupan mulai menggeliat dengan berbagai aktivitas, ia menjalani rutinitasnya seperti biasa. Menyapa setiap orang dengan senyum hangat, bersikap ramah kepada siapa saja yang ditemuinya—sebuah kebiasaan yang telah melekat dalam dirinya hingga kini.

Meskipun kini ia tak lagi tinggal di tanah kelahirannya, ia harus beradaptasi dengan lingkungan baru, menghadapi orang-orang dengan karakter dan sikap yang berbeda.

Seiring waktu, ia menguatkan hati dan menyesuaikan diri. Tatapan-tatapan yang mengarah padanya sering kali sulit ia tafsirkan—entah rasa penasaran, ketertarikan, atau sekadar pengamatan tanpa makna.

Namun, ia memilih untuk melangkah dengan percaya diri, membiarkan waktu yang akhirnya memberi jawaban.

Setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik. Mereka selalu menatapnya seperti itu. Ia bingung kenapa mereka menatapnya seperti itu. Seolah-olah dirinya ini adalah penjahat yang baru saja kabur dari penjara.

Tatapan itu sering mereka lakukan ketika dirinya menyapa, entah itu setelah pulang kerja, berangkat kerja dan pergi ke suatu tempat. Intinya ketika dirinya keluar dari rumah, mereka akan senantiasa melayangkan tatapan aneh itu. Antara tatapan kasihan dan tatapan jijik terhadapnya. Dirinya tidak tahu mengapa mereka menatapnya seperti itu.

Seumur-umur baru kali ini ketika dirinya dan anggota keluarganya pindah ke tempat ini. Mereka, orang-orang yang baru dikenalnya menatap dengan tatapan aneh seperti itu padanya.

Apalagi ketika anggota keluarganya yang membawanya ke sini sudah meninggal. Tatapan mereka malah semakin membuatnya terintimidasi, dan mereka juga terang-terangan mengatainya dengan ucapan yang menurutnya tidak pantas. Dan sesekali mereka melontarkan kata-kata hina terhadapnya.

“Mau kemana Har?”tanya tetangganya yang selalu menyapanya.

“Mau ke supermarket depan budhe”jawabnya dengan tersenyum.

“Oh kalau gitu hati-hati ya, soalnya banyak anak sekolah yang baru pulang. Kamu tahu sendirikan anak-anak sekolah yang baru pulang kalau naik motor kayak apa”ujar tetangganya itu.

Ia menganggukkan kepalanya “iya budhe kalau begitu Harni permisi dulu ya takut hujan nanti”pamitnya pada tetangganya itu dan berjalan menuju ke supermarket itu.

Ia pun melangkahkan kakinya menuju ke tempat yang menjadi tujuannya. Dia juga menyapa orang-orang yang lewat di depannya.

“Duluan Har”ucap pengendara yang menyapanya.

“Iya”jawabnya.

Kebiasaan yang ia bawa dari tempat lahirnya hingga berada di tempat ini. Di kota besar dengan berbagai orang dan sifat yang berbeda tentunya. Walaupun berada di perkampungan, tapi bukan berarti tempat ini seperti kampung di tempat lahirnya. Perkampungan disini masih bisa di bilang daerah perkotaan, lebih tepatnya pinggiran kota.

Tempat bagi orang-orang yang berekonomi rendah, dan juga tempatnya bagi para perantauan yang mencari rumah dengan harga sederhana. Meskipun begitu, tempat ini bisa dibilang surganya bagi para pecinta kuliner yang ingin mencari makanan enak di gang-gang kecil. Karena tempat ini sering didatangi oleh para vlogger makanan yang ingin meliput tempat makan unik. Dan juga enak.

Dan daerah ini, memang ada sebuah warung makan legendaris yang menjadi tujuan para pencari hidangan sehat dan bergizi. Ia sudah lama mengetahui tempat itu, tetapi tak pernah sekalipun menginjakkan kaki di sana. Bukan karena tak mampu, melainkan karena enggan mengantre dan, lebih dari itu. Malas berhadapan dengan orang-orang di sekitarnya.

Tatapan mereka selalu sama—seperti tatapan yang kerap ia temui di lingkungan rumahnya. Ada sesuatu di balik sorot mata itu yang sulit ia jelaskan, entah sekadar penasaran atau mungkin sesuatu yang lebih. Namun, setidaknya di tempat tinggalnya sekarang, orang-orang tidak terlalu banyak mengungkit hal-hal yang tak ingin ia dengar. Mereka masih menunjukkan kepedulian dalam batas yang bisa ia terima, dan bagi dirinya, itu sudah lebih dari cukup.

Sifat bodoh amat, adalah benteng pertahanan diri untuk dirinya dari tempaan berbagai arah. Dan bermacam-macam bentuknya. Dia akan tetap melakukan sifat itu sampai kapanpun dan dimanapun tempatnya. Karena hanya dengan itu kesehatan mentalnya bisa terjaga.

“Semuanya menjadi 79.000 ribu kak”ucap kasir itu padanya. Ia pun memberikan uangnya ratusan ribu untuk membayar belanjaan nya. Setelahnya ia keluar dari minimarket dan duduk di teras minimarket itu.

Memandang jalanan dengan banyak nya kendaraan dan juga pengunjung minimarket yang keluar masuk ke dalam tempat ini.

Malam ini, dengan berbagai kejadian yang ia lewati. Dan juga penguatan hatinya yang terus bertambah agar mentalnya tetap kuat. Gosip yang terus menyebar dengan ketidaktahuan mereka tanpa tahu berita aslinya seperti apa. Dan juga, pembicaraan mereka yang menyakiti hatinya setiap saat.

Ia membenci semua ini, tetapi tak ada yang bisa ia lakukan. Gosip yang beredar begitu menyiksa, membuatnya ingin lenyap dari dunia ini. Sejak kepergian orang yang paling ia cintai, hidupnya tak lagi tenang—seolah bayang-bayang duka dan bisikan orang-orang tak pernah memberinya ruang untuk bernapas. Ia ingin mengendalikan semuanya, namun kenyataannya, ia hanya terombang-ambing dalam arus yang tak bisa ia lawan.

“Huft sampai kapan semua ini berlanjut”gumamnya. Ia pun meminum kopi kaleng yang di belinya tadi.

Pikirannya benar-benar berkecamuk dengan berbagai ucapan serapah dan juga cacian dari mereka. Hal yang tak pernah dilakukannya, harus berimbas padanya karena orang itu tidak berada di tempat ini.

Dan ia juga tidak tahu kemana perginya orang itu. Dia ingin mencaci orang itu. Orang itu sudah membuatnya menerima banyak penderitaan dengan kesalahan yang sama sekali tidak diperbuatnya.

Ia pun kembali ke rumahnya dengan melewati jalan yang sama. Dan juga berbagai tatapan orang-orang yang masih menatapnya dengan membuatnya sakit hati.

“Eh si Harni beneran nggak kayak ibunya kan?”

“Nggak lah, aku tahu sendiri lah Karti. Dia nggak aneh-aneh kayak ibunya dulu.”

“Yah tapi kita kan nggak tahu dia aslinya seperti apa, bisa jadi di depan baik di belakang enggak.”

“Betul iku, buah jatuh nggak jauh dari pohonnya. Pastinya si Harni ikut-ikutan kayak ibunya dulu.”

“Aduh kalau kayak gitu suamiku harus aku kekepin erat nih biar nggak kecantol tuh orang. Ibunya dulu kan suka godain suami orang.”

“Iya ih, harus di kekepin biar nggak diambil sama tuh orang.”

Harni yang mendengar obrolan mereka hanya bisa menghembuskan napasnya. Ia pun berputar arah dan tidak jadi melewati jalan itu. Obrolan mereka benar-benar menyakiti hatinya. Hal yang tak pernah dilakukannya, harus berakibat fatal padanya karena ulah orangtuanya dulu.

Seharusnya, ia sekarang sudah mengalami tentang pergaulan dalam remaja dan mencari relasi sejawatnya serta berbagi pengalaman dengan teman-temannya . Tapi karena beberapa kendala dan juga karena kehidupannya yang begitu pelik, membuatnya tidak dapat mengalami hal itu.

Ia benar-benar benci akan hal ini, namun orang kesayangannya mengatakan untuk tidak membenci orangtuanya. Membuatnya tidak bisa benar-benar membenci orang itu.

Sesampainya di rumah ia meletakkan barang yang dibelinya tadi. Setelah itu, ia merebahkan tubuhnya di kasur. Yang hanya bisa digunakan untuknya sendiri. Ia menatap langit-langit atap kamarnya. Tidak ada sekat antara genteng dan tembok kamar. Serta tidak ada plafon untuk melindungi rumah ini dari sarang laba-laba yang biasanya membuat rumah. Semua di rumah ini, tidak ada sekat sama sekali dari genteng dan bangunan di bawahnya.

“Nek sampai kapan penderitaan ini berakhir?”

“Semenjak nenek nggak ada, mereka… semakin jelas dalam memperolokku.”

“Nek, kenapa ibu nglakuin hal itu? Apa ibu nggak bisa cari yang lebih baik dalam menghasilkan uang?”

Dia benci dengan orang yang melahirkannya. Dia benci kepada orang itu karena tidak pernah merawatnya dan menyapanya. Dirinya hanya punya neneknya dan dia sendirian. Sekarang.

μμ

Entah sudah berapa lama dia hidup seperti ini. Yang jelas ketika dirinya kecil, banyak hal dilaluinya dengan omongan orang-orang dalam menilainya. Karena tentu saja, semua itu dari akar permasalahannya. Yaitu ibunya.

Pekerjaan ibunya membuatnya terus hidup dalam dilema. Sejak kecil, ia tak pernah benar-benar mengenal sosok yang telah melahirkannya. Ia tak pernah merasakan kasih sayang yang utuh, tak pernah diselimuti hangatnya pelukan seorang ibu. Jarak dan waktu seolah menjadi tembok yang memisahkan mereka, menyisakan kehampaan yang tak pernah bisa ia isi.

Dirinya hidup dengan neneknya selama ini. Hidupnya hingga dewasa hanya bersama dengan wanita tua penyabar itu. Orang yang melahirkannya, hanyalah sebuah wadah sebagai orang dalam menumbuhkan nya di dalam janin. Dia menganggap bahwa orangtua sebenarnya adalah neneknya. Hanya neneknya dan tidak ada yang lain selain neneknya.

Dia tidak pernah melihat wajah orangtuanya seperti apa. Bahkan orang yang telah memberikan benih kepada janin di ibunya, juga tidak diketahuinya. Bisa dibilang ia lahir di luar nikah. Atau orang-orang menyebutnya sebagai anak haram.

Sakit memang dengan sebutan itu, padahal saat itu dirinya adalah bayi suci yang tidak pernah merasakan asi langsung dari ibunya. Bayi suci itu sampai sekarang masih disebut sebagai anak haram oleh orang sekitarnya. Dan juga saudara yang lain.

Harni menghela napasnya ketika mengingat itu semua. Dirinya benar-benar tidak mengerti mengapa mereka masih menganggap bahwa ia akan menjadi penerus kelakuan ibunya. Tidak, lebih tepatnya wadah janin yang mengandungnya.

“Har istirahat dulu yok”ujar teman satu kerjanya.

Ia menganggukkan kepalanya dan meminggirkan alat pelnya agar tidak tersandung oleh pejalan yang lewat. Ia pun mendekati temannya itu dan duduk di sampingnya. Menerima minuman yang diberikan oleh temannya itu.

“Hari ini pengunjung nggak terlalu banyak ya? Biasanya jam segini udah pada ramai nih tempat”ucap temannya yang bernama Farah.

“Mungkin pada sibuk di tempat kerja kali, kan nggak mungkin tiap hari orang kesini”jawab Harni setelah itu meminum air yang diberikan temannya itu padanya.

“Iya juga, yah agak aneh sih biasanya kan ramai sampek melebihi kapasitas. Sekarang malah jadi terlalu sepi karena nggak ada orang.”

“Mau bagaimana lagi, tempat hiburan kayak gini juga nggak tiap hari ramai kali. Tapi bakalan tetap ada orang, karena jadi tempat tujuan wisata.”

“Benar, apalagi kalau udah musim rekreasi. Bikin kita kayak kerja rodi tiap hari.”

Harni tertawa kecil mendengar nya. Menjadi petugas kebersihan di tempat wisata memang harus menyiapkan banyak tenaga dan juga menguatkan mental. Karena akan menemukan berbagai banyak orang dengan sifat mereka yang beragam. Ada yang kaya, ada yang biasa, ada yang sepertinya, dan juga ada yang desa. Dan desa banget.

Dia bingung menjabarkannya seperti apa, tapi yang jelas jika ada orang desa yang berkunjung ke tempat wisata dan pergi ke toilet. Mereka akan melakukan ritual di dalam toilet seperti di tempatnya tinggal. Terutama jika akan buang air kecil, mereka akan melakukan jongkok di samping toilet duduknya. Dan setelah itu membasuh sandalnya di dalam toilet.

Itu benar-benar pengalaman yang sangat mengesankan bagi mereka. Dan adapun orang kaya yang melakukan buang air besar tapi lupa untuk menyiramnya, atau mungkin memang sengaja tidak disiram. Entah dirinya tidak tahu.

Tapi jika dirinya disuruh memilih keduanya, dia akan memilih orang yang dari desa. Karena mereka masih menjaga kebersihan di dalam toilet, meskipun pada akhirnya akan mengakibatkan air berceceran setelahnya.

Dan untuk orang biasa atau sepertinya. Mungkin kedua-duanya, karena kadang ada yang bersih ada yang tidak dan juga ada yang pura-pura tidak mengetahui apa sudah bersih atau belum?

Sangat menyebalkan dan menyenangkan ketika menjalani pekerjaan ini. Namun yang pasti, ketika ia melakukan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh. Ia bisa melupakan semua permasalahan yang terjadi dalam hidupnya. Dan juga, ocehan orang-orang tentang dirinya.

“Oh iya lupa gue, nanti malam anak-anak ngadain makan bareng di tempat istirahat. Yah itung-itung sih buat penghargaan kita karena udah bekerja seharian dengan semngat hari ini”pungkas Farah padanya.

“Emang siapa yang ngajak? Tumben banget ngadain acara kayak gini?”tanya Harni.

“Biasa si bos, kayak kita mampu aja buat ngadain hal kayak gitu”seloroh Farah.

Harni tertawa mendengarnya. Kaum seperti mereka jika disuruh hal seperti itu, lebih baik mundur agar tidak melaksanakannya. Karena mereka akan lebih memilih berhemat daripada membuang uang. Membuang uang sama saja seperti membuat miskin. Karena membuang uang dengan hal-hal yang merugikan memang akan membuat miskin bagi mereka. Dan juga baginya.

“Hah manajer kita yang satu ini emang harus diacungi jempol. Baru kali ini kita dapat manajer yang benar-benar adil sama semua karyawan. Bukan cuma yang dipilih doang.”

Harni menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Memang selama ini, banyak tahta yang harus dihormati oleh orang baru. Dulu dirinya juga diperlakukan tidak semena-mena oleh orang yang berkerja lebih lama dirinya.

Ia selalu disuruh dengan hal yang seharusnya tidak dikerjakan olehnya. Dan juga dirinya harus menuruti ucapan orang-orang yang bekerja disini melalui orang dalam.

Itu semua karena sistem yang dibuat manajernya terdahulu. Benar-benar menyebalkan dan juga melelahkan. Tapi setelah pergantian manajer kali ini, mereka yang dulu selalu semena-mena terhadap pekerja baru. Sekarang malah diberikan beban yang paling banyak diantara lainnya.

Karena, manajernya kali ini merombak ulang semua peraturan yang dibuat manajer terdahulunya. Dan juga mengubah peraturan senioritas yang terjadi di dalam pekerjaan ini. Serta lebih memperketat dalam penyeleksian karyawan baru. Benar-benar sangat berbeda dari manajer sebelumnya.

“Dah yuk, waktunya kita istirahat udah gantian shift kita”ajak Farah padanya.

Mereka pun berdiri dari tempat duduknya dan mengambil peralatan yang mereka bawa. Berjalan menuju ke tempat istirahat untuk para karyawan dan menyapa beberapa pengunjung yang melewati mereka.

“Mari mbak Harni”sapa pengunjung yang mengenalinya.

“Mari Bu”jawab Harni.

“Eh kak Harni!”sapa pengunjung lain yang mengenalinya.

“Halo”sapa balik Harni.

Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan mereka dan mengobrol banyak hal sepanjang perjalanan. Serta menyapa para pengunjung yang menyapanya dengan ramah.

“Keknya lo bakalan dapet penghargaan sebagai karyawan terbaik tahun ini Har. Dan juga artisnya para pengunjung. Tiap lo jalan ada aja yang nyapa lo”puji Farah padanya.

“Nggak juga, menyapa mereka kan karena bentuk profesionalitas sebagai pekerja”ujar Harni.

“Itu mah bukan profesionalitas tapi emang sifat bawaan mu aja yang kebawa sampai kemari”seloroh Farah. Dia hanya terkekeh mendengarnya.

Dan memang apa yang dilakukannya ini sangat berdampak pada pengunjung disini. Bahkan ada yang menganggap apa yang dilakukannya itu bisa dibilang sebagai penyembuh bagi pengunjung yang jarang berbicara dengan orang lain. Dan juga bagi para penyandang disabilitas yang dipandang aneh bagi setiap orang.

1
QueenRaa🌺
Keren ceritanya kak✨️ Semangat up!!
Kalo berkenan boleh singgah ke "Pesan Masa Lalu" dan berikan ulasan di sana🤩
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!