Ketika kesetiaan seorang istri tak berarti dimata suami. Bagaimana kah usaha Tari menghadapi pengkhianatan yang di lakukan oleh suaminya? ikuti terus kisah Tari yang ingin membalaskan rasa sakit hatinya terhadap Dimas.
"kau salah besar jika menganggapku lemah Mas, lihatlah nanti apa yang akan aku lakukan terhadapmu dan gundikmu itu! Tak ada kata maaf untuk sebuah pengkhianatan. Akan ku kembalikan kau ke tempat asalmu, dasar laki-laki tak tahu diri. Bersiaplah, kau harus merasakan rasa sakit hatiku ini berkali lipat. Ku pastiak kau akan memelas berharap kata maaf dariku. Kau telah memilih musuh yang Salah Mas!" - Mentari
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiki Purwanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
Saat akan merebahkan diri di kasur, gawai Mas Dimas kembali berdering. Gegas ku ambil lagi dengan sangat hati-hati, Maya kembali mengirimkan pesan.
[Ingat ya mas jangan sentuh istri gajahmu lagi. Oh iya, besok jangan lupa jemput aku ya. Nanti kita shopping lagi, aku ingin tas yang ada di etalase toko tadi. Aku sudah izin besok tidak akan masuk kerja dengan alasan sakit, jadi besok kita langsung saja jalan-jalan]
Astagfirullah, sudah sejauh apa kau melangkah mas. Baiklah, saatnya rencana yang sudah ku buat di jalankan. Ku ambil dompet Mas Dimas di laci lemari dekat tempat tidur, semoga saja dia masih suka menyimpan dompetnya disana. Ku buka perlahan agar tak menimbulkan suara.
Alhamdulillah, semesta mendukungku. Dompet Mas Dimas ada di dalam laci lemari, gegas ku buka dompet Mas Dimas, hanya ada uang sekitar 500rb saja. Ku abaikan saja uang tersebut, ku geledah isi dompet Mas Dimas. Maafkan hamba ya Allah melakukan hal ini, hamba hanya ingin menyelamatkan hak anakku disini. Tak sia-sia, ku dapati 3 kartu ATM di dalam dompet Mas Dimas, aku tak tahu berapa nominal yang ada di dalam ATM tersebut. Dan beruntungnya lagi, Mas Dimas menuliskan PIN ATM nya di secarik kertas.
Gegas ku ambil ke 3 ATM tersebut, lalu ku fotokan PIN nya. Rasakan kau Mas! Ini belum seberapa, lihat apa yang bisa ku lakukan lagi untuk mendepakmu dari perusahaan dan rumah ini. Ku simpan kembali dompet Mas Dimas di tempat semula. Untuk sekarang sampai sini dulu. Besok, aku akan mengecek berapa saldo yang ada di dalam Atm-atm itu.
Pagi menyapa, seperti biasa setelah melaksanakan sholat subuh aku akan sibuk berkutat di dapur untuk memasak sarapan, aku akan terus bersikap biasa saja sampai nanti waktunya akan ku bongkar kebusukan Mas Dimas.
"Selamat pagi istriku" ucap Mas Dimas padaku
Ku jawab dengan senyum tipis saja
"Ini sarapannya Mas, cepat makan nanti keburu dingin"
"Makasih ya dek, kamu gak sarapan sekalian?"
"Nanti saja Mas, aku ingin memberi Asi dulu pada Adam"
Mas Dimas pun hanya mengangguk, tak lama dia pamit pergi ke kantor. Padahal aku tau dia akan bertemu dengan gundiknya.
Sepeninggalan Mas Dimas, gegas ku telfon Sugeng untuk kembali memantau Mas Dimas
"Halo, cepat ikuti lagi Mas Dimas. Seperti biasa nanti kabarkan pada saya apa yang dilakukan Mas Dimas" ucapku pada Sugeng
"Baik, bu"
Selamat menanggung malu Mas.
Hari ini, aku akan pergi ke bank terlebih dahulu. Akan ku amankan dahulu aset-aset yang ku punya. Aku tak ingin kecolongan, aku tak tau ke depannya apa yang akan Mas Dimas dan Maya lakukan. Setelah membersihkan rumah, aku segera bersiap untuk pergi ke bank. Adam akan aku titipkan di rumah ayah, disana ada Bik Ijah yang bekerja sebagai ART. Selain pandai mengerjakan pekerjaan rumah, Bik Ijah juga sangat pandai mengurus bayi, dulu pun aku sering di urus oleh Bik Ijah ketika almarhumah Ibuku sibuk di butiknya.
Setelah siap, dan perlengkapan Adam sudah komplit gegas aku pergi ke rumah Ayah. Saat akan keluar kamar, tak sengaja aku melihat ponsel Mas Dimas tergeletak di atas nakas, memang dewi fortune sedang memihak padaku, ku ambil ponsel Mas Dimas, aku akan meminta Haris menyadap ponsel suamiku. Gegas aku keluar untuk pergi ke rumah ayah. Ku ajak Mang Udin selaku tukang kebun di rumahku untuk ikut ke rumah ayah, aku sedang malas menyetir sendiri. Jangan salah, walaupun Mang Udin hanya sebagai tukang kebun, tapi dia mahir membawa mobil, jadi terkadang Mang Udin merangkap juga sebagai supirku.
"Sudah siap Bu?"
"Sudah Mang, kita ke rumah Bapak ya. Nanti sudah dari rumah Bapak antarkan saya ke bank"
"Siap bu"
Mobil melaju ke rumah ayah, jarak antara rumahku dan ayah tak terlalu jauh. Hanya membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit saja, akhirnya mobil yang ku tumpangi sudah ada di halaman rumah ayah, kulihat ayah sedang menikmati kopi sambil membaca koran di teras rumah, memang ayah sudah jarang pergi ke kantor. Kantor di handle oleh orang kepercayaannya termasuk di bantu oleh suamiku.
"Assalamualaikum eyang" ucapku
"Waalaikumsalam, waduh siapa ini yang datang. Cucu eyang makin embul aja" jawab ayah sambil mengambil Adam dari stroller.
"Tumben anak ayah kesini, ada apa?"
"Gak boleh nih Tari kesini yah?" Jawabku sambil sedikit merajuk
"Olah dah punya anak juga masih aja baperan"
"Ish ayah mah, Tari kesini mau nitip Adam sebentar aja yah. Tari ada urusan"
"Mau Lama juga gak papa toh, selamanya mau disini juga gak papa. Malah ayah seneng jadi ada temennya"
"Ya gak selamanya juga dong yah, Tari janji nanti setelah urusan Tari selesai, Tari langsung pulang"
"Pergilah, selesaikan urusan mu. Disini ada Bik Ijah Yang nanti akan membatu ayah mengasuh Adam. Tari, kamu sedang tak ada masalahkan dengan Dimas?"
"Ti-tidak kok yah, Ta-Tari dengan Mas Dimas baik-baik saja" jawabku gugup
"Baiklah, jika ada masalah ceritalah pada ayah"
"Baik ayah kalau gitu Tari berangkat dulu"
Setelah pamitan pada ayah, langsung aku menyuruh Mang Udin untuk mengantarkanku ke bank.
Setelah sampai di bank, ku utaran maksudku untuk menyimpan surat-surat berharga, emas dan berlian yang aku punya kedalam safe deposit box. Selesai urusan di bank, aku menuju Atm terdekat untuk mengecek saldo yang ada di dalam masing-masing atm Mas Dimas, ku gunakan Atm bersama agar aku bisa mengecek ketiga atm tersebut sekaligus.
Ku masukkan atm pertama dan menekan PIN yang sudah aku fotokan, ku cek saldo. Betapa aku terkejut, atm pertama berisikan saldo yang jumlahnya lumayan fantastis. 700 juta! Wow, sungguh aku tak menyangka jumlah yang ada dalam atm tersebut. Ku keluarkan atm pertama, lalu ku masukkan atm kedua, jumlahnya tak kalah besar, 400 juta! Astagfirullah, ku hela nafas sejenak menetralkan amarah yang ada. Beralih ke atm ketiga, di atm ini saldo tak sebanyak yang ada di atm pertama dan kedua. Hanya berisikan saldo 50 juta saja.
Pantas saja Mas adam bisa membelikan gundiknya rumah, saldo yang dia punya pun lumayan banyak juga. Aku akan mencari tahu dari mana saja uang yang dia dapatkan ini, sepertinya ini hasil dari korupsi di perusahaan ayahku. Awas kau Mas, akan ku ambil semua uang yang ada di atm mu ini.
Memang untuk ukuran gaji, gaji Mas Dimas luamayan besar. Perbulan Mas Dimas akan mendapatkan gaji sebesar 35 juta, akan diberikan kepadaku sekitar 20 juta, sebesar 15 juta akan diberikan kepada Ibu dan Bapak mertuaku dan sisanya akan dipergunakan untuk keperluan Mas Dimas sendiri. Jadi sudah dipastikan uang-uang yang ada di atm tersebut adalah hasil menggelapkan dana di perusahaan ayah. Baiklah akan mu selidiki ini. Awas saja kau mas, jika terbukti, bersiaplah membusuk di dalam penjara bersama gundikmu.
Setelah mengecek Atm, aku akan ke kantor ayah. Ingin melihat bagaimana situasi disana, Mang Udin pun mengikuti semua perintahku tanpa banyak bertanya.
Sesampainya di kantor milik ayah, ku langkahkan kaki ke dalam. Resepsionis menyapaku.
"Selamat siang ibu Tari. Mau bertemu dengan Pak Dimas ya?" ucap respsionis
"Tidak Mbak Sita, saya kesini mau ketemu dengan Pak Radit"
"Oh, silahkan Bu. Pak Radit ada di ruangannya"
Ku anggukan kepala sebagai tanda mengerti, gegas ku langkahkan kaki menuju ruangan Radit. Ya Radit adalah orang kepercayaan ayahku, jika kalian berfikir disini Mas Dimas yang paling berkuasa, kalian salah. Yang paling berkuasa disini masih tetap ayahku, tapi karena faktor usia, ayah menyerahkan semua tanggung jawab penuh pada Radit, dan akan Radit serahkan tanggung jawab itu padaku kelak jika aku sudah siap.
Tadinya akan ku alihkan lagi pada Mas Dimas, akan ku minta pada ayah Mas Dimas saja yang akan mengambil alih perusahaan, pemegang penuh kendali perusahaan. Tapi setelah tau pengkhianatan dan rencana Mas Dimas, aku urungkan semua itu. Mungkin akan lebih asyik jika aku kembali ke kantor ini.
Tunggulah mas, tunggu kehancuranmu dan gundikmu itu tiba. Akan ku pastikan kalian akan hancur sehancur-hancurnya.
Bersambung.....