Teror pemburu kepala semakin merajalela! Beberapa warga kembali ditemukan meninggal dalam kondisi yang sangat mengenaskan.
Setelah dilakukan penyelidikan lebih mendalam, ternyata semuanya berkaitan dengan masalalu yang kelam.
Max, selaku detektif yang bertugas, berusaha menguak segala tabir kebenaran. Bahkan, orang tercintanya turut menjadi korban.
Bersama dengan para tim terpercaya, Max berusaha meringkus pelaku. Semua penuh akan misteri, penuh akan teka-teki.
Dapatkah Max dan para anggotanya menguak segala kebenaran dan menangkap telak sang pelaku? Atau ... mereka justru malah akan menjadi korban selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TPK17
Sudah 3 hari semenjak tragedi, tetapi, Jessie belum juga ditemukan hingga saat ini. Keberadaan Jessie yang masih menjadi misteri membuat ketakutan yang melanda masyarakat akan teror pemburu kepala pun tak lagi dapat dikontrol. Saat ini, kantor kepolisian penuh akan masyarakat yang melayangkan protes.
"Jika tidak mampu menangkap pelaku, mundur saja dari jabatan kalian!" teriak salah satu masyarakat yang ikut berdemo.
"MUNDUR!"
"MUNDUR!"
"MUNDUR!"
"MUNDUR!"
Yang lainnya pun tak kalah nyaring ikut berteriak. Situasi di depan kantor pelayanan masyarakat semakin tidak kondusif.
Liam yang baru saja selesai menjalankan serentetan prosedur penyelidikan sebagai saksi, melangkah keluar dari gedung kepolisian dengan langkah gontai. Ia menuju ke area parkiran, tempat mobilnya terparkir. Namun, langkah kaki pria itu terhenti, matanya menatap lurus pada seorang wanita pemilik rambut se-bahu yang baru saja keluar dari mobilnya.
Dari caranya berpakaian, Liam bisa menebak, wanita di depannya kini bukan dari kalangan biasa.
"Siapa?" Gumamnya pelan seraya memiringkan kepalanya. Pria itu membuang wajah kala matanya beradu pandang dengan si pemilik mata hitam pekat. Namun, rasa penasarannya justru mengantarkan pria itu berdiri tepat di depan wanita si pemilik paras cantik.
"Permisi, maaf ...," sapa Liam. "Aku baru pertama kali melihatmu di sini. Apa kau petugas baru?"
Sebelum menjawab, wanita di hadapannya menelisik dengan tatapan. "Apa anda seorang petugas?"
"Ah, bukan, aku hanya—"
"Oh, bukan?" potong wanita itu. "Berarti ... saya tidak perlu menjelaskan kepada anda siapa saya, ‘kan?"
"Eh?" Liam mengernyit.
"Dan, bukannya lebih bagus jika anda berbicara formal dengan lawan bicara yang tidak anda kenal?"
Sorot dingin wanita itu membuat Liam tersenyum tipis. "Formal?" Sudut bibirnya terangkat satu. "Ini Amerika, tidak masalah jika kita berbicara informal."
"Tidak masalah ya? Tapi, di negara saya, itu disebut ... TIDAK BERETIKA," sahut Bella tegas.
Bella Kimberly, merupakan seorang mantan detektif divisi kriminal asal Indonesia, yang berhasil memecahkan kasus pembunuhan berantai di negaranya. Kini, ia dipinta secara khusus untuk membantu jalan penyelidikan dari kasus teror pemburu kepala yang menjadi momok masyarakat di kota New York.
Setelah berkata demikian, Bella pun berlalu. Meninggalkan Liam yang termangu di tempat. Dan, setelah wanita berperawakan tegas itu berlalu, Liam menelisik mobil antik hijau tua milik Bella yang sudah pasti bernilai fantastis. Tanpa ia sadari, di dalam mobil tersebut, seorang predator tengah memantau gerak geriknya.
"Petugas baru, ‘ya? Pengganti Jessie?" Liam membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalam dengan wajah tanpa ekspresi. "Menarik."
Beberapa menit kemudian, mobil melaju kencang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Saya, Max." Pria berparas tegas mengulurkan tangannya.
Bella menyambut uluran tangan pria itu. Mereka saling menjabat. "Jadi, anda kaptennya?" tanya Bella.
Max tersenyum kecil, "dari mana Anda tau? Apa karena kharisma di wajah saya?"
"Karena anda terlihat kacau sekali," sahut Bella cepat.
Pfft!
Clara nyaris menyemburkan tawa. Max melirik nya sinis.
"Anda pasti ... Clara? Yang sudah menghubungi saya." Bella menebak sambil mengulurkan tangannya.
"Benar." Clara menyambut uluran tangan Bella dengan senyuman hangat. "Mohon bantuannya."
"Semoga kehadiran ku dapat banyak membantu," tutur Bella. "Baiklah, kita mulai dari mana?"
"Kita mulai dari—"
BRAKKK!
"BOS!" Seorang pria mendorong kuat pintu ruangan kerja Max. Dengan napas tersengal-sengal dan keringat yang bercucuran membuat siapapun dapat menebak, bahwa pria itu datang ke ruangan Max dengan berlari.
"Ada apa, Henry?" tanya Max pada assisten Ethan.
"Ethan, Bos!" Henry menepuk-nepuk dadanya. "Gue rasa, Ethan dalam bahaya."
Max menghampiri Henry, mencari penjelasan di wajah pria itu.
"Apa maksud lo, Hen?"
"Sudah dua hari Ethan nggak bisa di hubungi. Jadi, gue tadi ke apartemen nya. Tapi ...." Henry meremas frustasi rambutnya. "Ada banyak darah, dan ... Ethan nggak ada di sana."
"A-apa lo bilang?" Max memastikan ia tak salah mendengar.
"Jika di lihat dari jejak darahnya ... kejadiannya pasti belum lama," ujar Henry.
Sejenak Max terdiam, lalu memandang Clara. "Atur tim untuk memeriksa apartemen Ethan."
Clara mengangguk, "oke, Max."
"Tim?" sela Henry. "Apa nggak bisa lo aja yang meriksa, Max?"
Pertanyaan Henry membuat langkah kaki Clara terhenti.
"Kenapa harus Max yang memeriksa?" Bella yang sedari tadi menyimak, kini ikut bersuara.
"Karena gue nggak bisa percaya sama orang lain," gumam Henry. "Tapi, lo siapa? Petugas baru?"
"Dia—"
Bella menggenggam erat bahu Max, seolah meminta pria itu untuk diam. "Gue? Bukan siapa-siapa. Hanya kurir pengantar Yakult," jawab Bella asal.
Ada raut tidak suka di wajah Henry saat mendengar jawaban Bella, dan Bella menyadari akan hal itu.
Henry mendengus kecil. "Max, tolong cari Ethan."
"Lo tenang aja, gue bakal nyari dia." Max menghela napas panjang. "Apa ada yang lo tau tentang Ethan? Karena, gue sebenarnya nggak terlalu tau banyak tentang dia. Mungkin ... kalau lo tau sedikit, itu bisa membantu."
Henry menggigit ujung bibirnya. "Gue juga nggak tau banyak. Ethan terlalu rapih menyimpan informasi tentang dirinya. Tapi, sepertinya dia tengah terlibat dengan sesuatu yang besar, Max."
"Sesuatu yang besar? Apa itu?" tanya Max.
"Entahlah, tapi, gue yakin, semakin banyak kita mencari tau, semakin dekat pula kita ke dalam marabahaya," jawab Henry yakin. "Maka dari itu, gue nggak berani mencari tau lebih jauh. Gue butuh lo, Max!"
*
*
*
Mau sungkem dulu sama pembaca 🤧 Semalam kagak update, hari ini updatenya tipis-tipis, setipis kesabaran author 😭 Maap yess, efek gigi berulah. Nyut-nyut sampai ke kepala 🤧
Terimakasih untuk dukungan kalian di karya ini ya 🥰 Author sering senyum² sendiri kalau lihat komentar kalian 😅
Sampai jumpa di next bab ya 😘
kembali kasih Kaka...🥰🥰
w a d uuuuuuhhhhh Bellaaaaa....
jadi inspirasi kalau di dunia nyata besok ada yg jahat² lagi mulutnya, siapkan jarum bius😅🤣😂.
tapi sayangku aku takut jarum suntik😅