Fandi, seorang mahasiswa jurusan bisnis, memiliki kemampuan yang tak biasa—dia bisa melihat hantu. Sejak kecil, dia sudah terbiasa dengan penampakan makhluk-makhluk gaib: rambut acak-acakan, lidah panjang, melayang, atau bahkan melompat-lompat. Namun, meskipun terbiasa, dia memiliki ketakutan yang dalam.
BENAR! DIA TAKUT.
Karena itu, dia mulai menutup matanya dan berusaha mengabaikan keberadaan mereka.
Untungnya mereka dengan cepat mengabaikannya dan memperlakukannya seperti manusia biasa lainnya.
Namun, kehidupan Fandi berubah drastis setelah ayahnya mengumumkan bahwa keluarga mereka mengalami kegagalan panen dan berbagai masalah keuangan lainnya. Keadaan ekonomi keluarga menurun drastis, dan Fandi terpaksa pindah ke kos-kosan yang lebih murah setelah kontrak kos sebelumnya habis.
Di sinilah kehidupannya mulai berubah.
Tanpa sepengetahuan Fandi, kos yang dia pilih ternyata dihuni oleh berbagai hantu—hantu yang tidak hanya menakutkan, tetapi juga sangat konyol dan aneh
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DancingCorn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17 : Dikejar-kejar
Fandi dan yang lainnya baru saja melangkah beberapa meter jauhnya, ketika mereka dihentikan oleh tiga sosok yang muncul dari langit.
Tiga pocong dengan kain kafan yang berbeda warna, Putih, merah muda, dan hijau, muncul di depan mereka. Kain kafan mereka bergoyang-goyang, menambah kesan menyeramkan. Namun Raka, Arief, dan Alya tak bisa menahan tawa kecil melihat kain kafan mereka yang cerah dan mencolok.
Raka yang rasa takutnya dikalahkan oleh kelucuan berbisik ke Arief, "Pocong, tapi kok lebih kayak cosplay gitu ya? Gue kira pocong itu harusnya serem, kenapa mereka malah pake kain warna-warni gini?"
Arief tertawa kecil, terbatuk, mencoba menyembunyikan senyumnya. "Iya, sih. Kain merah muda dan hijau... Kayak warna di lagu balonku nggak, sih!"
Alya, yang sedikit ketakutan, tetap merasa aneh melihat penampilan pocong-pocong ini. "Kenapa mereka pakai warna-warna gitu ya? Apa ini fashion di dunia lain?"
Fandi hanya mendengus, matanya tajam menatap ketiga pocong itu. Mereka bukan ancaman, tapi tetap saja harus hati-hati. Blue berjalan perlahan di belakang, memerhatikan dengan penuh perhatian.
Ketiga pocong itu bergerak maju dan bersuara serempak, dengan suara serak dan seram.
Pocong Putih: "Siapa yang berani melintasi jalan ini? Untuk bisa lewat, jawab teka-teki kami."
Raka, Arief, dan Alya hanya saling memandang dengan cemas. Tapi Fandi menatap tiga pocong itu dengan tajam. Dia menghitung waktu dan mengawasi sekitar.
Pocong Merah Muda memiliki wajah lengkap namun terlalu pucat, dia tersenyum lebar, meski terlihat aneh. "Teka-teki pertama! Sapi sapi apa yang jago kaRate?"
Semua terdiam. Fandi melirik ke arah Raka dan Arief yang kebingungan. Raka memutar otak, tapi Arief malah tertawa kecil.
Raka berpikir keras, tapi Arief malah tertawa kecil. "Sapi yang punya sabuk hitam?"
Alya berusaha menebak juga. "Sapi yang dilatih di dojo?"
Pocong Merah Muda tertawa seram. "Salah! Jawabannya, Sapi-tarung!"
Semua terdiam. Raka dan Arief saling menatap, mencoba mencerna, lalu langsung memegangi kepala mereka. "Astaga, ini jokes bapak-bapak banget!"
Semua terdiam kembali, bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Raka, Arief, dan Alya saling melirik dengan pemahaman, mereka sepertinya akan menghadapi joke bapak-bapak garing lagi!
Mereka hampir melupakan bahwa mereka masih dihadang oleh pocong-pocong ini.
Pocong Hijau: "Teka-teki kedua! Buah, buah apa yang paling receh?"
Fandi menghela napas. "Buah Receh?" dia tidak bisa memikirkannya.
Arief menebak. "Buah mengkudu? Buah Khuldi."
"Ini anak ngawur, Buah Rambutan, kan?" kata Raka.
Pocong Hijau tertawa lagi. "Salah! Jawabannya, Buah ha ha ha ha!"
Mereka semua langsung meringis. Alya bahkan menepuk dahinya, "Aduh, kenapa nggak kepikiran ke sana!"
Pocong Putih: "Teka-teki terakhir! Pisang pisang apa yang bisa terbang?"
Arief langsung berbisik ke Raka, "Pasti ini plesetan."
Raka mencoba berpikir keras. "Pisang pesawat? Pisang jet?"
Alya menebak juga. "Pisang yang dilempar?"
Pocong Putih tertawa semakin kencang. "Salah! Jawabannya, Pisang Gorila!"
Fandi mengerutkan kening. "Apa hubungannya!?"
Pocong Putih menjawab dengan bangga, "Karena Pisang Gorila... TERBANGun di pagi hari!"
Seluruh kelompok langsung ingin mundur saja. Raka memegangi kepalanya seolah tidak menerima apa yang dia bayangkan. "Tolong, itu lebih serem daripada hantunya!"
Fandi hampir tidak bisa menahan diri lagi ketika melihat beberapa hantu patroli yang mendekat.
Selain itu, Teka-teki itu jelas-jelas hanya lelucon konyol dari hantu kurang kerjaan. Akhirnya, dia merogoh kantongnya dan mengeluarkan sebuah jimat emosi yang terlipat. Jimat yang sudah disiapkannya untuk situasi seperti ini. Dengan suara pelan, dia mengucapkan mantra yang membuat jimat itu berkilau.
Jimat ini digunakan untuk mengeluarkan emosi dari sebuah objek. Bahkan jika benda itu merupakan benda mati, mereka masih akan bicara dengan benda ini. Kebetulan jimat yang dikeluarkan Fandi adalah jimat kesedihan.
Sekejap, ketiga pocong itu tiba-tiba terhenti. Air mata mereka mengalir deras, tawa mereka berubah menjadi tangisan keras yang menggetarkan seluruh udara di sekitar mereka. Mereka terhuyung, terjatuh di tempatnya, tak bisa bergerak. Bahkan tubuh mereka mulai bergetar, jimat Fandi benar-benar mengendalikan setiap emosi mereka.
Raka melihat dengan takjub dan terkejut, "Apa yang lo lakuin, Fan?!"
Fandi menatap ketiga pocong yang emosinya campur aduk, entah menangis dan tertawa bersamaan itu dengan tenang. "Kita bahas nanti, udah nggak ada waktu lagi. Kita harus cepet."
Namun, tindakan Fandi itu tidak hanya membuat pocong-pocong itu terhenti. Beberapa hantu petugas patroli yang mendekat jelas mengenali tindakan Fandi, dengan ekspresi yang semakin mengerikan. Mereka berteriak, menyadari siapa yang mereka hadapi.
Salah satu hantu Petugas berteriak. "Buronan! Buronan Fandi Cakra Nur, terlihat! Cepat Tangkap!"
Fandi merasakan darahnya berdesir dengan cepat. Tanpa pikir panjang, dia segera memberi isyarat kepada yang lain untuk berlari.
Fandi mengambil langkah sambil berteriak. "Cepat, lari! Jangan berhenti!"
Mereka berlari sekencang mungkin, melewati lorong kabut dan kabut tebal yang mulai menyelimuti jalan di depan mereka. Raka, Arief, Alya, dan yang lainnya berlari dengan panik, sementara Fandi masih terus mengikuti dibelakang mereka. Blue memimpin diikuti oleh Raka, Arief dan Alya, Fandi menjaga mereka di bagian paling belakang.
Alya, Raka, dan Arief berlari terburu-buru melewati jalan setapak yang dipenuhi kabut, saling menghindar dari cabang-cabang pohon yang tiba-tiba muncul. Di belakang mereka, langkah hantu petugas patroli semakin mendekat, terdengar berat dan terputus-putus, seolah-olah mereka memang sengaja diperintahkan untuk mengejar tanpa peduli waktu.
“Aduh, gimana sih, gue beneran gak ngerti teka-teki tadi!” Raka terengah-engah, matanya melirik Alya yang berlari di sampingnya.
“Aduh, jangan dipikirin itu! Itu pasti cuma lelucon pocong kurang kerjaan,” Alya menjawab, meskipun napasnya juga mulai memburu. Dia melirik Arief yang berada di depan.
“Ya, betul itu, yang gue pikirin sekarang adalah gimana caranya kita selamat!” Arief balas dengan suara tenang, tampak paling bugar diantara yang lainnya. “Hantu itu masih di belakang kita, apa mereka nggak akan nangkep kita kalau kita ngasih tebakan kaya pocong tadi!”
Raka menoleh ke belakang juga, dan terlihat wajah hantu patroli yang pucat, dengan mata yang kosong dan wajah kaku di kejauhan, tapi semakin dekat. Dia berusaha menenangkan diri, walaupun napasnya sudah ngos-ngosan.
“Mulai nih anak. Mana bisa sama, yang ada kita bakal ketangkap sama mereka.” Raka tertawa canggung, mencoba mengusir rasa paniknya. “Rasanya kayak dikejar-kejar mantan yang gak terima putus, nih.”
Alya yang mendengar itu meliriknya dengan geli. “Jangan-jangan Kak Raka malah lebih takut sama mantan daripada hantu.”
Raka tertawa lepas. “Kenyataannya. Mendingan gue mending dikejar hantu, khususnya pocong yang tadi daripada dikejar mantan!”
"Kalau pocong kaya tadi sih, gue juga mending itu." Sahut Arief sambil tertawa geli.
Mereka tertawa sambil berlari. Namun mata mereka masih waspada.
“Gue rasa, daripada mikirin mantan, mendingan kita nyari jalan keluar dulu, deh,” Arief menyarankan dengan serius, meski senyum masih terukir di wajahnya. “Kalo lo berdua terus bercanda, kita malah yang jadi target hantu dibelakang.”
Namun, seiring dengan tawa mereka yang mengalir, langkah kaki hantu semakin jelas terdengar, dan tiba-tiba suara berderak terdengar tepat di belakang mereka.
“Ayo, buruan!” Fandi mengingatkan agar mereka harus kembali fokus.
Mereka bertiga berlari lebih cepat, namun tawa dan canda masih menggema di antara mereka, seolah-olah kebersamaan itu memberi mereka sedikit kekuatan untuk menghadapi bahaya yang ada.
"Belok kanan!" perintah Fandi tiba-tiba. Teman-temannya mempercayai Fandi dan segera berbelok. Hanya Blue yang mengetahui arah yang mereka tuju, melotot kaget.
"Fan, lo gila mau kesana?" Kata Blue penuh keraguan. Membuat tiga orang itu kebingungan.
Fandi hanya mengangguk. "Tenang, gue tahu apa yang gue lakuin."
Setelah berbelok, Fandi yang ada di paling belakang melemparkan jimat. Seketika pandangan para petugas patroli terhalang. Disisi Raka dan yang lainnya, mereka juga tidak lagi melihat hantu yang mengejar mereka. Mereka mendesah lega, seolah bahaya telah berlalu. Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Mereka tiba-tiba terhenti saat melihat seorang hantu nenek tua melayang di depan mereka.
"Ada perlu apa manusia ke Hutan Bayangan ini?" suara nenek itu terdengar seram, menggelegar di udara.
maaf jika selama ini ada komen aku yg ga berkenan 🙏🙏🙏
cerita dr kak oThor bagus banget, cuma belom sempet buat baca kisah yg lain🙏🙏🙏 so sorry
eh mbak parti kmrn udh belom ya, sama.yg dia berubah punya sayap hitam 🤔...
Fandy dan yg lainnya msh jomblo, emang sengaja ga dibuatin jodohnya ya kak oThor?
kutunggu sll lanjutan ceritanya 😍🙏🙏
pemilik kos biasanya menyimpan rahasia yg tak terduga... apa iya Bu Asti bukan mnausia?
sosok ini berhubungan dg kehadiran dek Anis jg tayangga ...
siapakah sosok itu? apakah musuh Fandy dr dunia goib?
maaci kak oThor
normal nya liat Kunti ga sampai sedetik udh pingsan ato ga kabur duluan 😀 sereeemmm
tp Krn Arif gengnya Fandy jd beda