Zhang Wei akhirnya memulai petualangannya di Benua Tengah, tanah asing yang penuh misteri dan kekuatan tak terduga. Tanpa sekutu dan tanpa petunjuk, ia harus bertahan di lingkungan yang lebih berbahaya dari sebelumnya.
Dengan tekad membara untuk membangkitkan kembali masternya, Lian Xuhuan, Zhang Wei harus menghadapi musuh-musuh yang jauh lebih kuat, mengungkap rahasia yang tersembunyi di benua ini, dan melewati berbagai ujian hidup dan mati.
Di tempat di mana hukum rimba adalah segalanya, hanya mereka yang benar-benar kuat yang bisa bertahan. Akankah Zhang Wei mampu menaklukkan Benua Tengah dan mencapai puncak dunia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mendaki Pegunungan Yueyang
Pegunungan Yueyang menjulang tinggi di depan Zhang Wei, puncak-puncaknya menusuk langit seperti tombak raksasa. Kabut tebal menyelimuti lereng-lerengnya, menyembunyikan bahaya yang mengintai di dalamnya. Angin dingin berdesir tajam, membawa suara-suara samar yang terdengar seperti bisikan arwah para petualang yang telah gagal menaklukkan gunung ini. Lian Xuhuan berdiri di sisi Zhang Wei, menatapnya dengan tatapan penuh harapan dan ketegasan.
"Kau akan mendakinya tanpa menggunakan kekuatan internal," ujar sang master dengan suara tenang namun penuh wibawa. "Andalkan tubuhmu sendiri, rasakan medan ini, biarkan setiap otot dan tulangmu memahami tantangannya. Ini bukan sekadar latihan fisik, tapi juga latihan mental."
Zhang Wei menarik napas dalam-dalam. Meskipun telah mencapai ranah Martial Sovereign bintang tiga, tubuhnya masih bisa merasakan dinginnya udara dan tekanan medan yang luar biasa ini. Namun, ia tak ragu sedikit pun. Dengan langkah mantap, ia mulai mendaki.
Baru beberapa meter menaiki lereng pertama, tantangan sudah terasa. Batu-batu licin membuat pijakannya goyah, dan jalan setapak yang sempit seakan ingin menjatuhkannya ke jurang yang menganga di sisi kanan. Ia harus berhati-hati, memilih setiap pijakan dengan teliti. Namun, ini baru permulaan.
Setelah satu jam mendaki, udara semakin tipis. Napasnya mulai berat, keringat membasahi tubuhnya meskipun suhu di sekitar begitu dingin. Tanpa kekuatan internal, tubuhnya benar-benar harus menanggung beban penuh dari perjalanan ini. Namun, ia tak boleh berhenti. Satu-satunya jalan adalah terus maju.
Di tengah perjalanan, bahaya pertama muncul. Sekelompok monyet berukuran besar tiba-tiba melompat dari balik bebatuan, gigi-gigi tajam mereka menyeringai ganas. Mata mereka bersinar merah, jelas mereka adalah binatang buas tingkat 8 yang telah lama menguasai daerah ini. Zhang Wei menggertakkan giginya, merendahkan tubuhnya untuk bersiap.
Seekor monyet menerjang dengan cakarnya yang tajam, mengarah ke wajah Zhang Wei. Dengan refleks cepat, ia menunduk dan menghindar, kemudian mengayunkan lengannya untuk menepis serangan berikutnya. Monyet-monyet itu gesit dan kuat, tubuh mereka berotot seperti batu, dan mereka bekerja sama dengan kecerdasan yang luar biasa. Zhang Wei tak ingin bertarung terlalu lama, ia harus menemukan celah untuk lolos.
Ia memanfaatkan bebatuan di sekitarnya, melompat dari satu ke yang lain untuk menghindari serangan. Saat seekor monyet melompat ke arahnya, ia meraih ranting tebal dan menggunakannya sebagai senjata sementara, menghantam kepala makhluk itu hingga jatuh terhuyung. Melihat rekannya terluka, monyet-monyet lain mundur sejenak, memberi Zhang Wei kesempatan untuk segera berlari meninggalkan mereka.
Lelah dan napas tersengal, ia akhirnya sampai di lereng berikutnya. Namun, tantangan belum berakhir. Kali ini, badai salju tiba-tiba menyapu pegunungan, angin kencang menerbangkan serpihan es yang terasa seperti jarum menusuk kulit. Pandangannya kabur, jalannya menjadi lebih sulit.
Zhang Wei merapatkan tubuhnya ke dinding batu, menunggu angin sedikit mereda sebelum kembali bergerak. Ia harus mencari tempat berlindung, atau tubuhnya bisa membeku sebelum mencapai puncak. Dengan hati-hati, ia merayap mendekati celah di antara dua batu besar, mencoba mencari perlindungan dari badai yang mengamuk.
Namun, saat ia berusaha masuk ke dalam celah, sesuatu bergerak di dalam kegelapan. Mata kuning menyala menatapnya—seekor serigala salju yang juga merupakan binatang roh tingkat 8, makhluk ganas yang sudah terbiasa berburu di tempat ekstrem seperti ini. Hewan itu menggeram pelan, tubuhnya tegang bersiap menerkam.
Zhang Wei menatap makhluk itu tanpa rasa takut. Dengan perlahan, ia bergerak mundur, tidak ingin memancing serangan tiba-tiba. Namun, serigala itu tetap menempelkan tatapannya pada Zhang Wei, seolah menimbang apakah manusia di depannya adalah ancaman atau mangsa.
Tanpa peringatan, serigala itu melompat dengan kecepatan luar biasa. Zhang Wei, yang sudah bersiap, berguling ke samping, menghindari cakar tajam yang hampir merobek bahunya. Ia segera meraih pecahan batu tajam di dekatnya dan menggunakannya sebagai senjata. Saat serigala itu menerjang lagi, ia mengayunkan batu itu ke arah moncongnya. Benturan keras terdengar, dan serigala itu mengerang kesakitan sebelum mundur.
Tak ingin membuang lebih banyak energi, Zhang Wei segera berlari mendaki lereng berikutnya, meninggalkan serigala yang masih menggeram di belakangnya. Dengan napas berat, ia terus berjalan, menghadapi rasa lelah yang semakin membebani tubuhnya. Namun, dalam benaknya, ia tahu bahwa ini semua adalah bagian dari ujian yang harus ia lalui.
Setelah berjam-jam mendaki tanpa henti, dengan tubuh penuh keringat dan kelelahan yang luar biasa, akhirnya Zhang Wei melihat celah datar di atas tebing, tempat yang bisa menjadi pijakan sebelum puncak utama. Di sana, ia berdiri, memandang ke belakang pada jalur yang telah ia lewati. Rasa puas membuncah di dadanya. Ia telah menghadapi semua rintangan tanpa menggunakan kekuatan internal, hanya mengandalkan tubuh dan tekadnya.
Lian Xuhuan memperhatikan dengan senyum samar. "Bagus, muridku," gumamnya pelan. "Tapi selanjutnya akan lebih sulit."
***
Di puncak yang diselimuti kabut tipis dan angin dingin yang menggigit, Zhang Wei duduk bersila di atas batu besar. Lian Xuhuan melayang di dekatnya, tatapannya penuh keteguhan.
“Rasakan energinya,” ujar sang master dengan suara pelan namun tegas. “Jangan memaksakan kehendakmu pada dunia, biarkan dunia berbicara kepadamu.”
Zhang Wei memejamkan mata, mengambil napas dalam, dan membiarkan kesadarannya melayang dalam keheningan. Udara di sekitarnya terasa begitu berat, seolah menekan tubuhnya, tetapi dia tidak melawan. Dia membiarkan dirinya menyatu dengan aliran energi alam.
Awalnya, dia hanya bisa merasakan energi dunia sebagai pusaran-pusaran liar yang bergerak tanpa aturan, bergemuruh seperti ombak yang tak terkendali. Namun, semakin lama dia tenggelam dalam ketenangan, semakin jelas pola-pola samar yang tersembunyi di balik kekacauan itu.
Angin yang berembus membawa kekuatan lembut namun tegas, seolah menjadi bagian dari aturan dunia yang tak terlihat. Di bawahnya, tanah yang keras dan kokoh memancarkan ketenangan yang tak tergoyahkan.
Tiba-tiba, sebuah getaran halus menyusup ke dalam kesadarannya. Itu bukan sekadar energi alam biasa—itu adalah kekuatan aturan.
Merasakan hal itu, Zhang Wei mencoba mendekatkan dirinya, membiarkan energinya beresonansi dengannya. Namun, begitu dia mencoba mengendalikannya, getaran itu langsung menghilang seperti kabut yang tertiup angin.
“Kau terlalu terburu-buru,” suara Lian Xuhuan kembali terdengar, mengingatkannya dengan nada tenang. “Aturan surga dan bumi tidak dapat dikendalikan dengan paksaan. Biarkan mereka menerimamu, bukan sebaliknya.”
Zhang Wei menghela napas dalam, mengusir ego dan keinginannya untuk menguasai. Kali ini, dia membiarkan kesadarannya mengikuti aliran energi itu tanpa mencoba menggenggamnya. Perlahan, perasaan hangat menjalar dalam tubuhnya.
Tiba-tiba, langit di atasnya bergemuruh pelan. Sesuatu mulai terbentuk di dalam dirinya, seolah dunia perlahan menerima keberadaannya sebagai bagian darinya.
up
up
up
up
up
ditunggu story line berikutnya.
Bravo!
Muantebz