Bunga itu telah layu sejak lama, menyisakan kelopak hitam yang berjatuhan, seperti itulah hidup Hanna Alaya Zahira saat ini, layu dan gelap.Hanna adalah seorang sekretaris yang merangkap menjadi pemuas nafsu bosnya, mengantungi pundi-pundi uang dalam rekeningnya, namun bukan tanpa tujuan dia melakukan itu. Sebuah rahasia besar di simpan bertahun-tahun. Pembalasan dendam.. Edgar Emilio Bastian bos yang dia anggap sebagai jembatan mencapai tujuannya menjadikannya simpanan dibalik name tag sekretarisnya, membuat jalannya semakin mulus. Namun, di detik-detik terakhir pembalasan dendam itu dia justru terjerat semakin dalam pada pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Broken Home
Edgar duduk di sofa dan menatap Naomi yang berdiri di depannya.
"Bagaimana sekolah kamu?"
Naomi mendengus. "Aku tahu Papa udah tahu tanpa aku bilang." Dan pertanyaan Edgar hanya basa- basi.
Edgar mengangguk, masih dengan wajah datarnya. "Kalau gitu kenapa mau ketemu, Papa?"
Naomi menunduk, namun bukan karena takut, dia hanya merasa miris dengan nasibnya. Kenapa untuk bertemu dengan ayahnya sendiri dia harus memiliki alasan.
"Aku mau pengasuh baru."
"Dani sedang mencarinya,"
"Aku mau Hanna yang jadi pengasuhku." Edgar mengerutkan keningnya.
"Hanna?"
"Hanna, sim- sekretaris Papa." hampir saja Naomi mengatakan kata simpanan. Dan Naomi tahu ayahnya pasti akan marah.
"Dia sekretaris, Papa. Gak bisa. Kamu cari saja yang lain."
"Aku maunya dia."
Edgar berdecak. "Banyak yang lain, Naomi. Papa butuh dia untuk pekerjaan."
Naomi mendongak menatap Edgar dengan memicingkan matanya. Butuh untuk menjadi simpanan? Anggaplah Naomi dewasa sebelum waktunya. Karena Naomi tahu arti kata simpanan bahkan selingkuhan sekalipun. Dia bahkan tahu lebih dari itu sebab hanya melihat kedua orang tuanya.
"Kalau gitu siang dia cuma antar jemput aku, malam dia bersamaku. Jadi dia bisa tetep kerja sama Papa di luar itu."
Edgar mengerutkan kening tak suka. Bagaimana bisa? Sebab di malam hari Hanna tetap sibuk dengannya.
"Gak bisa, Naomi." Edgar berkata dengan tegas.
"Kalau gitu cuma antar jemput. Selebihnya aku gak perlu." Karena dia juga sudah besar, tak perlu pengasuh. Hanya saja Edgar tidak membiarkannya tanpa pengasuhan. Mungkin karena mereka selalu sibuk.
"Kalau cuma antar jemput ada supir kan?"
"Gak mau. Aku mau Hanna."
"Kenapa kamu kukuh sekali? Banyak yang lain. Dani akan mendapatkan pengasuh baru."
"Karena cuma Hanna yang bisa bela aku di depan orang lain."
Edgar tertegun. Dan dia menyadari ini bukan hanya sekedar ucapan Naomi tentang seorang pengasuh. Nyatanya Naomi merasa terlindungi saat bersama Hanna, atau mungkin jadi memiliki seorang teman.
"Oke, mulai sekarang Papa kurangi kerjaan Hanna, biar bisa antar jemput kamu."
Naomi tersenyum. "Oke." Setelah itu Naomi pergi meninggalkan Edgar yang masih menatap punggung kecilnya yang semakin menjauh.
Edgar menghela nafasnya, lalu bangkit dari duduknya.
Saat keluar dari ruang kerjanya Edgar melihat Siska baru saja memasuki rumah.
"Kamu pulang?" Siska menghampiri Edgar dengan senyum cerianya, lalu memeluk pria itu dengan ekstra mengesekkan buah dadanya di dada Edgar.
"Hm." Edgar hanya bergumam.
Baru saja akan mendekatkan wajahnya untuk meraih bibir Edgar, Siska merasakan bahunya terdorong. "Aku akan pergi."
Siska mengerut tak suka. "Aku dengar kamu baru datang? Dan sekarang mau pergi lagi? Ayolah Ed, kamu tidak membutuhkan aku?" Siska mengelus dada Edgar.
"Aku sibuk Siska." Tanpa mengatakan apapun lagi Edgar segera pergi.
Siska memicingkan matanya melihat punggung Edgar. "Kamu benar-benar punya simpanan?" gumamnya.
Tangan Siska mengepal erat, "Bermimpi saja. Bahkan meskipun kamu memilikinya. Kamu tidak akan pernah bisa menyingkirkan aku." Siska kembali tersenyum dan melanjutkan langkahnya untuk pergi ke kamarnya.
Dari jarak beberapa meter Naomi melihat interaksi kedua orang tuanya yang semakin dingin. Namun seperti kata Hanna, dia tak boleh memikirkan apapun, selain belajar dan bermain. Jadi mulai sekarang Naomi tidak akan peduli. Dia akan mencari kebahagiaannya sendiri.
Naomi berdecak saat melihat Siska kembali pergi setelah beberapa saat memasuki kamarnya. Bahkan belum satu jam sejak wanita itu memasuki rumah, dan sekarang sudah pergi lagi.
Naomi meraih tasnya lalu keluar dari kamar. Menuruni satu persatu anak tangga, hingga tiba di lantai satu. "Aku mau jalan- jalan," ucapnya pada supir, yang langsung membuka pintu mobil untuknya.
Hanna keluar dari toilet sambil menghela nafasnya panjang. Disaat yang sama pesan dari Edgar muncul dan mengatakan dia akan datang.
Maaf, Pak. Aku sedang datang bulan.
Setelah pesan terkirim Hanna meraih tasnya lalu keluar dari apartemen Edgar. Dia baru saja mendapatkan bulanannya, dan seperti bulan sebelumnya, Edgar tak datang saat dia jelas tak bisa bercinta dengannya.
Memangnya mau apa? Bukankah pria itu memang hanya membutuhkan tubuhnya. Jadi saat dia tak bisa di pakai tentu saja dia tidak berguna.
Miris memang, tapi Hanna tak akan membiarkan perasaannya terbawa terlalu dalam, hingga bisa membuatnya terluka.
Ini adalah jalan hidupnya. Ini yang dia tuju meski bukan keinginannya. Memang siapa yang ingin jadi wanita murahan dan pemuas nafsu para pria hidung belang. Tentu saja Hanna ingin seperti gadis pada umumnya. Menjalani kehidupan normal dan bahagia. Tapi hidupnya memang sudah gelap sejak dulu, hingga Hanna tak tahu bagaimana caranya kembali.
Jadi tujuan hidup Hanna hanya membalas sakit hatinya. Setelah itu dia akan pergi jauh kemana tak akan ada yang mengenalnya, lalu hidup dengan tenang.
Hanna memasuki mobilnya, dan memacunya dengan kecepatan normal. Hanna akan berjalan- jalan menikmati hari bebasnya. Bebas dari cengkraman Edgar tentu saja. Hanna memukul kepalanya.
"Jangan ingat dia hari ini," ucapnya seolah menyadarkan dirinya agar tak terlalu memikirkan Edgar.
Hanna memelankan laju mobilnya saat melihat bocah berusia 10 tahun duduk di halte bus. "Naomi." Hanna menghentikan mobilnya lalu membuka jendelanya.
"Sedang apa kamu disana?" Naomi mendongak, dan Hanna hanya bisa mengeryit saat bocah itu tersenyum.
"Kamu sendiri?" Naomi menghampiri Hanna.
Hanna melihat sekitarnya. "Ke mall," ucapnya asal.
"Kalau gitu aku juga akan kesana." Naomi pergi ke pintu sebelah, namun saat akan membuka pintu, pintu itu masih terkunci.
"Buka pintunya!" Naomi mengetuk kaca mobil Hanna.
Hanna membuka jendela, tanpa membuka kunci. "Siapa bilang aku mau pergi denganmu?"
Naomi cemberut. "Kamu tega sekali. Padahal aku ingin bermain di mall."
"Pergi sama supir kamu sana!" Karena tujuan Hanna sebenarnya bukan ke sana.
Naomi memicingkan matanya. "Aku akan bilang pada Dani kamu menolak permintaanku."
"Terserah." Hanna menutup kembali jendela, tak peduli wajah Naomi semakin masam.
Baru saja akan menginjak pedal gas, Hanna melihat dari kaca spionnya, jika wajah Naomi menjadi murung.
Hanna menghela nafasnya lalu mendengus. "Masuklah," ucapnya saat membuka pintu.
Naomi tersenyum lalu segera masuk dan duduk dengan manis.
"Kemana?"
"Ke mall, ke Timejone?" (sengaja di typoin)
Baiklah, lagi pula dia juga tidak sibuk. Dan sebenarnya dia juga tak memiliki tujuan.
Hanna melajukan mobilnya kembali ke arah mall.
Naomi menarik Hanna ke tempat bermain yang tadi dia sebutkan.
"Ayo main itu," tunjuk Naomi pada permainan bumper car.
"Tidak mau!" tolak Hanna, namun Naomi terus menyeret Hanna agar masuk ke arena bermain. Hingga dengan terpaksa Hanna ikut bermain.
Hanna menggerakan mobil dengan bantalan empuk yang memang di design untuk anak-anak, hingga tidak berbahaya meski bertabrakan dengan lawan mainnya.
Hanna tertawa saat menabrak mobil yang di kendarai Naomi, begitupun sebaliknya. Keduanya terlihat sangat senang dengan tawa yang tak hilang.
Hanna dan Naomi mencoba berbagai permainan, mulai dari pump it up, slam in jam, whack a mole, dan masih banyak lagi. Hingga tanpa terasa hari beranjak malam.
"Ini pertama kalinya aku bermain. Rupanya menyenangkan," ucap Hanna saat mengantar Naomi pulang.
"Kamu beneran gak pernah kesana? Pantas kamu kalah terus, payah," ejeknya.
Hanna mencebik. "Dulu jangankan untuk main, aku bahkan tak bisa makan beberapa hari karena tak punya uang."
Naomi tertegun dan menatap kasihan pada Hanna.
"Kenapa?" Hanna menoleh saat Naomi hanya diam.
Namun Naomi hanya menggeleng. Perjalanan diisi keheningan setelahnya, hingga Hanna menghentikan mobilnya di depan rumah besar Edgar. Bertepatan dengan itu sebuah mobil berhenti, dan terlihat Siska keluar dari mobil tersebut.
"Dari mana kamu?" tanyanya pada Naomi.
"Main." Naomi berkata acuh lalu memasuki rumah.
Siska berjalan ke arah Hanna dan menatap dengan wajah tanpa senyumnya.
"Selamat malam nyonya, " sapa Hanna.
"Kamu, sekretaris suamiku, bukan?"
Hanna mengangguk. "Ya, Nyonya."
Siska melihat Hanna dari atas ke bawah, lalu mengeryit. "Apa sebelumnya kita pernah bertemu?"
.. .....
Bab selanjutnya masa lalu Hanna ya guys😊