"3 tahun! Aku janji 3 tahun! Aku balik lagi ke sini! Kamu mau kan nunggu aku?" Dia yang pergi di semester pertama SMP.
***
Hari ini adalah tahun ke 3 yang Dani janjikan. Bodohnya aku, malah masih tetap menunggu.
"Dani sekolah di SMK UNIVERSAL."
3 tahun yang Dani janjikan, tidak ditepatinya. Dia memintaku untuk menunggu lagi hingga 8 tahun lamanya. Namun, saat pertemuan itu terjadi.
"Geheugenopname."
"Bahasa apa? Aku ga ngerti," tanyaku.
"Bahasa Belanda." Dia pergi setelah mengucapkan dua kata tersebut.
"Artinya apa?!" tanyaku lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BellaBiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
Selama jam pelajaran, Arzio tidak melakukan apapun. Bahkan dia tidak mengerjakan latihan soal yang guru berikan. Yang ia kerjakan sedari tadi hanyalah tersenyum-senyum menopang kepalanya dengan tangan kanan sembari memerhatikanku.
Aku sudah memberi peringatan agar dia berhenti melakukan hal tersebut, namun dia tetap saja. Sampai-sampai aku sudah mulai kesal dan meraup wajahnya agar berhenti tersenyum.
"Kenapa?" tanyanya sambil terkekeh.
"Muka lo ngeselin!" jawabku.
Dia melakukan hal itu lagi dan aku memutar tubuh ke arah kiri agar bisa membelakanginya.
Sialnya, dia malah memainkan rambutku yang tergerai. Kutepis tangan jailnya itu. Kusipitkan mata menatapnya, pertanda bahwa aku akan memberinya pelajaran berharga jika dia mengganggu lagi.
Saat aku hendak menulis, lagi-lagi dia menyentuh rambutku dan membuatku berputar menatapnya. "Arzio!" bentakku.
"Kenapa, Sayang?" balasnya.
Mendengar kata terkutuk itu, aku memilih untuk membiarkannya untuk melakukan apa saja yang dia mau. Aku akan menuntaskan soal latihan ini dan menikmati jam istirahat.
~Deeettt! Deeettt! Pertanda jam istirahat sudah dimulai.
Rambutku yang tadinya hanya dimainkan oleh Arzio, sekarang sudah terkuncir sempurna dibuatnya.
Mahakarya Arzio :
Aku berjalan menuju kantin bersama Rina. Tiba-tiba adik kelas 10 memerhatikanku. Pertama kali mereka melakukannya, aku tidak peduli. Namun, kali ini setiap aku berjalan, semuanya memberikan ekspresi yang sama sembari menutup mulut dengan tangan dan menunjukku.
"Kak Lita," sapa mereka begitu aku berhenti.
"Pada kenapa sih?" tanyaku.
Mereka menggeleng dan berlalu.
"Ada yang aneh ya sama gue?" tanyaku pada Rina.
"Arzio nempelin sesuatu di belakang lo," jawabnya.
Segera aku meraba punggung yang ternyata ada selembar kertas bertuliskan, "Sayangnya Jio"
Kuremas kesal kertas itu. "KENAPA LO BARU BILANG?!" teriakku.
"Lo ga nanya," balasnya.
Aku menghentak langkah penuh amarah menuju kelas.
"Lo mau ke mana?!" teriak Rina yang sampai ke telingaku.
"Mau gebukin Arzio!" jawabku.
"Dia di kantin!"
Kuputar balik arah menuju kantin.
***
Sesampainya di kantin, ternyata dia sedang mengobrol dengan seorang wanita. Aku menghentikan niat untuk memukulinya. Rina mengajakku membeli bakso dan kami makan bersama, sembari aku menunggu Arzio selesai mengobrol dengan wanita itu.
Aku benar-benar kesal padanya. Bahkan bakso dan es-ku sudah lebih dulu habis, sementara obrolannya dengan wanita itu tak habis-habis.
"Tuh, dia udah kelar," ucap Rina.
Aku menghampiri Arzio yang hendak berdiri. Dia kembali duduk setelah melihatku berkacak pinggang.
"Kenapa?" tanyanya.
Kenapa? Aku mau marah! Tapi kenapa? Aku tidak ingat alasanku marah. Dia mengesalkan dan aku menunggunya mengobrol, tapi apa alasan dia mengesalkan?
"Kenapa?! Lo nanya kenapa?!" balasku dengan nada meninggi. Meski aku tidak tahu alasannya, biar saja aku begitu agar dia tau aku marah.
"Ya, kenapa? Lo mau makan bareng?" tanyanya.
"Gila ya lo?! Gue mau ngamuk! Lo ga liat muka gue udah sesangar ini?!" teriakku.
"Ngamuk kenapa?" tanyanya lagi.
Pake nanya lagi. Gue juga ga inget! Gue marah kenapa sih tadi?! Rasanya kesel banget, tapi dia ngapain?!
"Ooww, lo jeles ngeliat gue ngobrol sama Indah?" tebaknya.
"Ga! Bukan itu! Pokoknya gue mau marah! Gue lupa alesannya apa!" tegasku.
Seketika itu Rina tertawa terbahak-bahak.
"Tadi gue mau ngapain sih?" tanyaku pada Rina.
"Lo mau marah," jawabnya sambil tertawa.
"Iya gue marah kenapa?" tanyaku membuatnya semakin ngakak.
"Bilang aja kalo cemburu mah. Ga usah pura-pura gila," ucap Arzio menyenggolku.
Kusenggol dia dengan lebih kuat. "Gue mau marah pokoknya sama lo! Lo ngeselin!" teriakku.
"Iya deh, ga ngobrol sama Indah lagi. Lo sih ga ngajak gue ke kantin, sampe gue dideketin cewek lain," balasnya.
"Ini bukan soal Indah! Gue aja ga kenal sama yang namanya Indah! Gue mau marah sama lo tapi soal yang lain!" jelasku.
"Jadi kamu marah soal apa, Sayang?" Arzio mulai lagi.
Aahh! Kata terkutuk itu!
"Gue kasih tau sama lo, Arzio Fabelino. Stop manggil gue kayak gitu! Bisa-bisa lo beneran suka sama gue," ucapku.
Tiba-tiba dia tersenyum dan berdiri di hadapanku. Aku sedikit mundur dibuatnya. Arzio mendekat ke telingaku dan membisikkan sesuatu.
"Muach!" Suara pelan yang terdengar di telinga kananku.
Dia tersenyum dan berlalu.
Hummm. Aku tidak menciumnya dengan sengaja. Tidak! Aku tidak pernah melakukan hal sebodoh itu.