Anindya, seorang Ibu dengan 1 anak yang merasa sakit hati atas perlakuan suaminya, memilih untuk
bercerai dan mencari pelampiasan. Siapa sangka jika pelampiasannya berakhir dengan obsesi Andra, seorang berondong yang merupakan teman satu perusahaan mantan suaminya.
“Maukah kamu menikah denganku?” Andra.
“Lupakan saja! Aku tidak akan menikah denganmu!” Anindya.
“Jauhi Andra! Sadarlah jika kamu itu janda anak satu dan Andra 8 tahun lebih muda darimu!” Rima.
Bagaimana Anindya menghadapi obsesi Andra? Apakah Anindya akan menerima Andra pada akhirnya?
.
.
.
Note: Cerita ini diadaptasi dari kisah nyata yang disamarkan! Jika ada kesamaan nama tokoh dan cerita, semuanya murni
kebetulan. Mohon bijak dalam membaca! Terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Aqiqah
Setelah syukuran yang dilakukan oleh Ibu Anindya dengan membagikan masakan ke tetangga terdekat, dihari ke-14 Faris mengadakan syukuran dikontrakannya dengan mengundang beberapa teman dan tetangga sekitar.
Untuk meringankan Anindya dan mertuanya, Faris memesan makanan dari rumah makan untuk menjamu tamunya. Sedangkan untuk aqiqah, Faris serahkan kepada kedua orang tuanya di Jawa karena uang bonus yang ia simpan tak mencukupi jika membeli kambing di Batukajang.
Acara dimulai pukul 4 sore, karena hanya sedikit undangan acara pun selesai sebelum maghrib. Tetapi setelah isya' ada tamu datang, yaitu Andra yang baru saja pulang bekerja. Andra membawakan hadiah berupa bouncer bayi. Anindya pun menerimanya setelah menyuguhkan kue dan teh hangat.
"Selamat ya, Bang. Nanti bisa diajak futsal anaknya."
"Masih lama lagi! Baru juga 14 hari."
"Ya kan nanti, Bang!"
"Kamu belum ada niatan menikah?"
"Belum, Bang. Masih ingin menikmati bujangan."
"Apa pacarmu tidak akan kabur jika kamu tidak serius?"
"Kalau kabur ya cari yang lain, Bang!" jawab Andra enteng.
Dirinya memang belum mantap untuk ke tahap serius. Apalagi sekarang hatinya sedang bimbang antara Rima dan Anindya. Karena provokasi ciumannya, Rima menjadi lebih perhatian. Bahkan saat mengantarkannya ke bandara, Rima memberikan ciuman bibir untuknya walaupun Andra tak membalasnya. Jadi, jika seperti yang dikatakan Faris maka ia akan melepaskan Rima dengan lapang dada.
Cukup lama mereka berbincang, Andra pun pamit karena takut gerbang ditutup security. Setelah kepergian Andra, Faris membantu Anindya membereskan ruang tamu. Sejak Anindya melahirkan, Faris tidur diruang tamu menggantikan mertuanya karena setiap malam bayi Ardio akan bangun dan menangis.
Sementara itu, Rani kini sedang mengumpat karena Faris melakukan aqiqah untuk anak Anindya tetapi Arka tidak. Ia pun mendatangi rumah keluarga Faris untuk meminta haknya.
"Rani, kamu perlu ikut pengajian untuk membuka wawasanmu!" sarkas Ibu Faris.
"Apa hubungannya pengajian dengan aqiqah?" tanya Rani tidak Terima.
"Jelas ada hubungannya! Jika kamu sering ikut pengajian, kamu akan tahu hukum berhubungan diluar nikah dan akibatnya!"
"Jangan menceramahiku! Aku hanya ingin hak aqiqah anakku! 2 ekor kambing!" tuntut Rani.
"Tidak ada kambing untukmu, Rani! Anak diluar nikah, nasabnya ikut Ibu. Jadi, aqiqahnya pun ditanggung oleh pihak Ibu bukan pihak Bapaknya."
"Anak Anindya saja Mas Faris yang aqiqah, mengapa anakku tidak?" Rani masih tidak mengerti maksud Ibu Faris.
"Anak Anindya anak yang sah, nasabnya ikut Faris. Jadi sudah kewajiban Faris untuk aqiqah. Sedangkan anakmu adalah hasil diluar nikah, yang nasabnya mengikutimu." kali ini Ayah Faris yang menjelaskan.
Seketika Rani merasa lemas. Ia mengira jika memiliki anak Faris, maka ia bisa mendapatkan Faris. Sekarang ia sudah menjadi istri Faris, tetapi tidak bisa mendapatkan hak yang sama dengan Anindya.
"Rani, kita ini orang yang beragama. Semuanya sudah ada aturan dan hukumnya. Jadi, maafkanlah yang kami tidak bisa membantumu karena memang bukan kewajiban kami. Tetapi, ini ada sedikit uang untukmu. Semoga bermanfaat untukmu dan anakmu." Ayah Faris menyerahkan amplop kepada Rani.
Rani menatap kosong amplop pemberian Ayah Faris. Ia masih belum bisa menerima kenyataan. Sama-sama anak Faris, tetapi diperlakukan berbeda. Dengan langkah gontai, Rani meninggalkan rumah keluarga Faris. Sesampainya di rumah, Arka sudah menangis karena haus. Rani tak bergeming mendengar suara tangisan Arka, hingga ia mendengar suara benda jatuh.
"Astaga!" Rani terkejut karena ternyata Arka terjatuh dari tempat tidur.
Segera ia mengangkat tubuh Arka dan melihat apakah ada yang terluka. Tidak melihat ada luka, Rani pun menyusui Arka sampai bayi tersebut tenang. Sambil menyusui, Rani mengirimkan pesan kepada Faris yang meminta suaminya untuk menelepon jika ada waktu.
Faris yang menerima pesan Rani pun mengabaikannya. Ia telah menerima kabar dari sang ibu jika Rani datang berkunjung meminta hak aqiqah. Entah Rani yang memang tidak tahu atau ngotot, dari awal Faris telah mengatakan jika nasab anaknya mengikuti Rani. Faris menikahinya karena ingin bertanggung jawab atas kelangsungan hidup anaknya.
"Pesan dari siapa, Mas?" tanya Anindya.
"Bukan siapa-siapa."
"Jika bukan siapa-siapa, mengapa Mas melamun?"
"Aku tidak melamun, hanya terpikirkan sesuatu." kilah Faris.
"Apa itu?"
"Apakah tidak apa-apa Ibu lama di sini?" pertanyaan itu lolos begitu saja.
"Ibu pulang nanti setelah cuti melahirkanku habis, Mas. Kasihan Bapak ditinggal sendiri."
"Lalu, bagaimana nanti saat kamu bekerja?"
"Aku akan menyewa pengasuh, Mas. Jadi, Aku bisa membawanya bekerja nanti."
"Bagaimana cara menggajinya?"
"Per minggu, Mas." Faris menganggukkan kepalanya.
Anindya mulai memijit tubuh suaminya karena ia tahu suaminya sejak pagi sudah kesana-kemari menyiapkan syukuran anak mereka. Setelah mendengar nafas teratur, Anindya pun kembali ke kamar.
"Faris sudah tidur?"
"Sudah, Bu. Lelah sekali sepertinya." jawab Anindya yang mengambil alih Ardio dari tangan sang ibu.
"Ya sudah, Ibu tidur dulu. Nanti bangunkan Ibu kalau Dio rewel." Anindya mengangguk.
Saat menyusui Ardio sendirian, Anindya memikirkan suaminya. Ada rasa tak percaya dengan apa yang dikatakan Faris. Sebenarnya Anindya sudah memperhatikan Faris dari sebelum suaminya membaca pesan. Ada sesuatu di pesan yang diterima Faris, sampai-sampai membuat suaminya melamun. Tapi, pesan dari siapa? Selama ini Anindya tidak pernah sekalipun membuka ponsel suaminya.
Ia mempercayai suaminya hingga menurutnya tidak perlu memantau ponsel suaminya. Tetapi kini, ada rasa ingin tahu yang besar setelah melihat wajah suaminya tadi. Anindya bertekad untuk melihatnya nanti, tanpa sepengetahuan suaminya. Semoga saja firasatnya salah.
Anindya terbangun ditengah malam. Seolah anaknya merestui tekadnya, Ardio tidal terbangun untuk menyusu. Jadi, Anindya dengan perlahan berjalan ke ruang tamu dimana suaminya tidur. Tujuannya adalah ponsel Faris, ia pun mencarinya disamping tubuh suaminya karena kebiasaan Faris adalah membawa tidur ponselnya.
Tetapi, Anindya tidak menemukannya. Ia pun beralih ke dapur untuk melihat apakah sedang di charger. Benar dugaannya, ponsel Faris ada di dekat kulkas sedang di charger. Anindya mulai menyalakan ponsel Faris dan membuka pola sandi yang pernah ia lihat.
Ia pun masuk kedalam aplikasi perpesanan. Setelah menggeser-geser pesan masuk, tidak ada yang aneh disana. Tatapannya pun tertuju pada pesan yang diarsipkan. Anindya membukanya dan menemukan 1 kontak tanpa nama disana. Anindya membuka percakapan, namun tak menemukan apapun yang artinya Faris telah menghapus pesan yang masuk karena terlihat dari jam terkahir aktif kontak tersebut bertepatan dengan suaminya yang membuka pesan tadi.
Tak menemukan apa-apa, Anindya membuka galeri suaminya. Tidak ada yang aneh, hanya berisi fotonya, Ardio dan beberapa yang berhubungan dengan pekerjaannya.
"Semoga firasatku salah, Mas!" gumam Anindya yang kembali mematikan ponsel Faris.
orang macam faris itu sembuhnya kl jd gembel atau penyakitan
kl pintar pasti cari bukti bawa ke pengadilan biar kena hukuman tu si Faris.