Transmigrasi Dan Pembalasan Gadis Yang Ternoda

Bian menatap kesal Syukur, tapi ia buru-buru masuk ke dalam mobilnya untuk menyusul Titi. Tak lama kemudian, Syukur yang Bian tinggal justru sudah menyalip menggunakan motor gede. Bian dibuat melongo dengan kegesitan Syukur yang terlihat jelas tak akan membuat Titi terluka. Kendati demikian, Bian tidak mau kalah dan sengaja untuk tetap menyusul juga. Meski berkendara menggunakan mobil di jalan sepi layaknya sekarang, memang memaksa Bian untuk jalan pelan. Ditambah lagi, di sepanjang jalan terlalu banyak anak-anak. Belum lagi perkara kucing yang hobi nongkrong sembarangan di jalan. Itu saja ada satu ekor anak kucing yang terlindas dan tampaknya gara-gara mobil yang membawa Titi.

Di dalam mobil, Titi sengaja menjaga jarak dari polisi Pram. Namun, pria itu terus mendekati Titi dan menampar pipi kiri Titi sekuat tenaga. Tubuh Titi sampai terbanting ke sudut depan tempat duduk dirinya duduk.

Sebuah belati Titi dapati polisi Pram keluarkan dari balik pinggang kanan. Belati itu masih terbungkus wadah, dan ketika dikeluarkan, sisa darah agak basah masih ada di sana. Titi mengenali belati tersebut sebagai belati yang sama dengan yang dipakai untuk melukai Jia. Hingga dengan sendirinya, Titi juga mendapatkan dorongan dari jiwanya yang pendendam untuk mengeluarkan pisaunya.

“Ternyata ini alasannya, hingga pisau ini pun harus membu.nuhny berkali-kali?!” batin Titi harus urung menjatuhkan pisaunya sebab kedua tangannya harus menghalau kedua tangan polisi Pram. Polisi Pram sudah langsung berusaha menusukkan mata belatinya ke mata kiri Titi.

“Sebenarnya, nih orang ada masalah hidup apa denganku?” batin Titi yang dikejutkan oleh kehadiran Syukur. Pria itu menggunakan motor kemudian mengarahkan sebuah pistol ke kaca pintu polisi Pram duduk.

Ddddooorrrrr!

Peluru yang Syukur lepaskan berhasil menembus kaca jendela. Polisi Pram yang mendengar suara tembakan refleks menoleh ke belakang. Hingga yang ada, peluru tersebut malah menembus kening hingga kepalanya.

Di jalan yang agak sepi, kejadian tersebut terjadi. Kendati demikian, obsesi polisi Pram melukai Titi masih menggebu-gebu. Polisi Pram terus berusaha menusukkan belatinya, hingga Titi tak memiliki pilihan lain dan menggunakan pisau yang sudah berhasil tangan kanannya ambil, untuk menusu.k perut polisi Pram.

Polisi Pram langsung tak berkutik. Ia menatap tak percaya Titi, sebelum berganti kepada pisau yang menancap di perutnya. “Aku tulus kepadamu, tapi ini balasanmu. Memangnya kamu pikir, laki-laki gi.la mana yang tertarik kepada wanita terno.da sepertimu selain aku?” ucap polisi Pram.

Ucapan polisi Pram barusan membuat Titi membenarkan anggapannya tak lama setelah untuk pertama kalinya jiwanya memasuki tubuh Jia. Bahwa polisi Pram memiliki kelainan menyi.mpang. Sebab alih-alih jiji.k, polisi Pram justru sangat terobsesi kepada para wanita terno.da. Termasuk itu, polisi Pram yang jadi terobsesi kepada Jia dan tak lain putrinya sendiri. Akan tetapi, polisi Pram juga tipikal tidak bisa untuk tidak melukai fisik kepada mereka yang membuatnya tertarik.

Kepala polisi Pram terjatuh di hadapan wajah Titi. Berbeda ketika saat jiwa Titi menempati tubuh Jia, kali ini polisi Pram seolah tak lagi memiliki banyak nyawa. Tinggal pria yang mengemudikan mobil pajero, kenapa dia masih saja kebut-kebutan.

Titi menyadari bahwa kecepatan mobil yang membawanya makin bertambah. “Ini membuktikan bahwa kejahatan yang aku alami memang sudah direncanakan!” batin Titi yang kemudian menoleh ke belakang. Di sana masih ada Syukur dan Bian. Keduanya yang menggunakan kendaraan berbeda terus memacu kecepatan di atas jalan aspal yang makin lama makin jarang pengemudi.

Syukur beberapa kali menekan klakson di sebelah mobil Bian. Ia berharap Bian menurunkan kaca pintunya kemudian mendengarkannya. Di lain sisi, Bian sebenarnya juga paham maksud Syukur. Namun, ada sebongkah luka di dalam dadanya yang harus ia biarkan makin terasa sakit jika ia harus membiarkan dirinya berurusan dengan Syukur.

“Jangan egois, Bi. Demi Titi. Jangan lupa, Syukur itu orang kepercayaan mbah Syam. Dia akan membantumu melindungi Titi. Kasihan Titi harus terluka sejauh ini!” Hati kecil Bian menasihati. Detik itu juga Bian menurunkan kaca pintu di sebelahnya. Di luar sana, Syukur yang sampai membuka kaca helmnya berteriak.

“Hadang mobilnya mobilnya agar kita bisa menyelamatkan Titi. Polisi yang tadi harusnya sudah mati, tapi sopirnya nekat! Kamu yang hadang mobilnya, biar aku yang menghabisi sopirnya. Atau, kita mau tukar posisi? Takutnya dia nekat. Aku pinjam mobilmu!” teriak Syukur.

Mendengar itu, Bian jadi tidak yakin. Karena dari segi ukuran saja, mobil yang membawa Titi memang lebih besar.

“Kita tukeran saja. Aku tahu kamu sudah biasa naik motor!” teriak Syukur lagi.

Beberapa saat kemudian, Bian dan Syukur sungguh berhenti. Keduanya bertukar posisi dan Syukur sampai memaksa Bian untuk tetap memakai helm miliknya.

“Buat jaga-jaga! Kita enggak tahu apa yang akan terjadi nanti!” sergah Syukur sambil memasangkan helm miliknya di kepala Bian dengan benar.

Yang membuat Bian syok, bukan hanya mengenai Syukur yang sangat mengurusnya. Karena pria yang sangat disukai oleh Elra itu juga dengan sangat cekatan membawa mobilnya pergi. Syukur layaknya pembalap andal dan memang sangat serba bisa hingga Bian jadi makin insecure.

“Ayo, ... Titi sudah menunggu!” batin Bian menyemangati dirinya sendiri dan segera mengemudikan motor Syukur. Meski sempat terbiasa naik motor, Bian tetap terkejut lantaran kecepatan motor Syukur melebihi motor biasa. “Sepertinya motor ini dirancang secara khusus!” batin Bian.

Di dalam mobil, Titi baru saja menarik pisaunya dari perut polisi Pram. Titi berusaha menye.rang pria tersebut. Namun, selain tetap mengemudi dengan kecepatan super kencang, pria yang kiranya berusia di pertengahan dua puluh tahun itu malah menodongkan pistol kepada Titi. Akan tetapi, yang membuat Titi terkejut bukanlah kenyataannya yang ditodong pistol. Melainkan tato kalajengking yang ada di punggung tangan kirinya.

“Dia ...?” batin Titi langsung menerka-nerka. Tato tersebut sungguh mengingatkannya kepada salah satu pelaku yang meduda.paksa dirinya malam itu. Karena meski saat itu semuanya kompak menutupi wajah, tidak dengan tangan, kepala, termasuk suara.

“Duduk!” teriak pria tersebut.

“Jadi, menyetu.buhiku beramai-ramai dengan wajah ditutup masker, belum cukup untukmu menjadi pecundang?” tegas Titi dan langsung membuat lawannya ketar-ketir.

“Hah? Dia mengenaliku? Masa dia sehebat itu? Atau, dia hanya sedang menggertak aku?” pikir pemuda tersebut dan makin ketar-ketir lantaran dengan segera, Titi mencoba merebut pistol di tangan kirinya.

“Kamu pikir, kamu sehebat itu?!” tegas si pemuda yang dengan bangga tersenyum tak lama setelah tangan kirinya yang masih memegang pistol, mengg.empar kepala Titi.

Mendengar itu, Titi yang jadi tersungkur ke belakang dan nyaris menimpa kepala polisi Pram, malah makin geram. Sisi psikop.at dalam diri Titi meronta-ronta. Dengan segera bersama ingatannya yang dihiasi peran pria tersebut kala merudapa.ksa dirinya, Titi menik.am si pria. Bukan hanya sekali dan beberapa kali, tapi terus nyaris tak berjeda. Kedua tangan bahkan wajah Titi jadi dihiasi darah segar dari setiap luka tik.aman si pria.

***

Cerita ini kan sedikit terinspirasi dari kasus Vina Eky. Aku yang cukup mengikuti kasusnya menemukan konspirasi masuk akal. Bahwa sebenarnya, pelaku sesungguhnya justru sudah meninggal dan itu sengaja dihabisi.

Cuman, novel ini sengaja aku bikin time travel dan juga sistim transmigrasi biar jadi beda. Penuh teka teki dan juga kejutan. Bissmilah, retensi selalu aman 💗