Denis Agata Mahendra, seorang bocah laki-laki yang harus rela meninggalkan kediamannya yang mewah. Pergi mengasingkan diri, untuk menghindari orang-orang yang ingin mencelakainya.
Oleh karena sebuah kecelakaan yang menyebabkan kematian sang ayah, ia tinggal bersama asisten ayahnya dan bersembunyi hingga dewasa. Menjadi orang biasa untuk menyelidiki tragedi yang menimpanya saat kecil dulu.
Tanpa terduga dia bertemu takdir aneh, seorang gadis cantik memintanya untuk menikah hari itu juga. Menggantikan calon suaminya yang menghamili wanita lain. Takdir lainnya adalah, laki-laki itu sepupu Denis sendiri.
Bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perdebatan
"Bagaimana? Sesuai kesepakatan kita ... laki-laki sejati tidak akan mengingkari janjinya, bukan?" ucap Denis sambil tersenyum puas.
Kakek pun ikut menarik kedua sudut bibirnya, ia tak akan membela Radit karena itu perjanjian yang dia buat sendiri.
Radit nampak gelisah, ia tak tahu semua akan menjadi bumerang dan berbalik menyerangnya.
"Benar, kau sendiri tadi yang mengatakan akan bersujud dan meminta maaf jika kalung itu ternyata asli, bukan? Ayolah, sebagai keluarga Mahendra kau tidak boleh melanggar janjimu sendiri," ucap salah satu dari mereka yang Denis belum ketahui namanya, tapi sepertinya dia sepupu jauh masih ada hubungan dengan keluarga Mahendra.
Radit mengepalkan tangan menahan geram, matanya melirik tajam pada pemuda yang baru saja berucap. Dendam berkilatan di kedua maniknya, amat jelas terlihat.
Sementara Denis dan Haris, menunggu dengan sabar sambil tersenyum. Keduanya tidak yakin Radit akan menunaikan janji yang telah dia ucapkan. Pasti akan mencari alasan untuk berkilah.
"Ayah!" Radit menatap ayahnya, sedangkan sang istri menatapnya tajam tak ada keinginan untuk membela sama sekali.
"Jadi, bagaimana, Tuan Radit?" tanya Haris menekan kata-katanya.
"Tunggu dulu!" sergah Indra tak tahan anaknya ditekan dan disudutkan semua orang.
Kakek mengernyit melihat anak keduanya yang belum merasa puas dengan bukti yang diberikan Denis.
Pemuda dengan luka di wajahnya itu pun menoleh, membiarkan ayah Radit untuk berbicara. Inilah yang mereka tunggu, alibi apa lagi.
"Tunggu dulu! Meskipun kalung itu asli dan benar pemberian Kakek, tapi kita tidak tahu bagaimana cara pemuda itu mendapatkannya. Bisa saja dia mencurinya, dan Denis yang asli disembunyikan. Kita tidak tahu, bukan?" ujar Indra kembali memprovokasi semua orang.
Dahi Kakek semakin mengernyit, heran melihat anak keduanya yang terlihat tak senang dengan kedatangan Denis. Namun, ia masih tetap diam, menunggu kelanjutan sikap dari ayah dan anak itu.
Denis tersenyum, memakai kalung itu lagi dan memasukkannya ke dalam kemeja.
"Hei! Beraninya kau memakai kalung itu lagi? Itu bukan milikmu! Kau seharusnya malu sudah datang ke tempat ini sebagai pencuri," sergah Radit berapi-api, tapi tak digubris Denis.
"Kau pikir mudah merebut kalung ini dari pemiliknya?" tanya Denis tetap bersikap tenang, ia menatap semua orang dengan tatapan dingin menusuk.
"Tentu saja! Mungkin saja kau tahu bahwa Denis adalah keturunan Mahendra, dan ingin menempati posisinya," sambar Radit semakin meradang.
Denis tersenyum, melirik Haris yang juga tengah mengembangkan senyumnya lebar-lebar. Melihat itu, Kakek ikut tersenyum.
"Kau tidak tahu seperti apa kehidupanku saat kecil, bukan? Di mana aku tinggal? Bagaimana lingkunganku? Aku beri tahu," ucap Denis menjeda beberapa saat.
"Kami tinggal di tempat terpencil, tak ada satu pun yang mengetahui identitas kami. Paman Darwis sangat menjagaku juga kalung ini. Karena benda ini akan mempertemukan aku dengan jati diriku yang sesungguhnya. Aku tidak pernah tahu tentang Mahendra sampai beranjak dewasa. Paman Darwis menceritakan semuanya kepadaku, dan apa kau tahu siapa Haris? Dia adalah anak paman Darwis. Yang selama ini menjagaku menggantikan ayahnya yang sudah pergi."
Semua orang melongo mendengar penuturan Denis. Kakek menatap sedih cucunya itu, dia yakin Denis telah melalui hari-hari yang berat tanpa keluarga. Ini salahnya, yang begitu lambat menemukan keberadaan mereka.
"Dengan penjagaan yang begitu ketat, bagaimana mungkin orang akan merebut benda ini dari pemiliknya? Bahkan, Haris rela mempertaruhkan nyawanya demi melindungi benda ini," lanjut Denis menatap Haris yang mengangguk tegas menjawab pernyataannya.
Riuh rendah suara orang-orang membicarakan Denis yang begitu berwibawa dalam bersikap. Juga Radit yang nampak iri dengan kehadiran pemuda itu.
"Siapa yang tahu kalian tidak bersekongkol?" ujar Radit masih ingin memprovokasi keadaan.
Haris menggeram, mengepalkan tangannya kuat-kuat. Namun, Denis menenangkannya dengan kedipan mata.
"Aku percaya!"
Semua orang menoleh pada pemilik suara tersebut. Tuan Jaya melangkah maju, menghentak tongkatnya di atas lantai. Menatap semua orang yang seketika terdiam saat ia mulai berbicara.
"Ayah! Ayah tidak seharusnya percaya begitu saja kepada pemuda ini. Kita tidak tahu dari mana asalnya? Lagi pula, Darwis tidak ada di sini. Pernyataannya tidak dapat membuktikan apapun," ucap Indra, dia tidak ingin Tuan Jaya menerima Denis di rumahnya sebagai cucu.
Denis melirik, diam memperhatikan. Ia tahu, sang kakek akan mempercayainya.
"Ayah dan ibuku telah meninggal dunia. Untuk itu, kami datang ke kota ini untuk menemukan keluarga Mahendra. Sebelum meninggal, Ayah menitipkan ini kepada saya untuk diberikan kepada Tuan Besar," sahut Haris seraya mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam saku celananya.
Ia berjalan mendekati Hendi, memberikan benda tersebut kepadanya. Lalu, kembali mundur dan berdiri di sisi Denis.
Baik Indra maupun Radit, keduanya terlihat cemas. Khawatir pada posisi mereka di perusahaan Mahendra. Radit berbisik kepada ayahnya, entah apa yang akan mereka rencanakan selanjutnya.
Hendi membuka kotak tersebut di bawah tatapan mata semua orang. Teringin tahu apa yang ada di dalam sana.
"Tuan ... i-ini ...." Hendi terkesima melihat sebuah benda kecil yang terdapat di dalam kotak tersebut.
Sebuah cincin yang semua orang tahu milik siapa. Di dalamnya juga terdapat secarik kertas, tulisan tangan ayahnya Denis.
Tuan Jaya menerima benda tersebut, kedua matanya yang rabun berkaca-kaca penuh haru. Ia yang memberikan cincin itu kepada Surya dan Indra sebagai hadiah.
"Anakku!" lirih Tuan Jaya sembari mendekap benda tersebut ke dada. Ia menengadah menahan air matanya yang berdesakan hendak keluar.
"Tuan, ini tulisan tangan tuan Surya," ucap Hendi seraya memberikan kertas tersebut kepada Kakek.
Tangan tuanya yang bergetar menerima, membaca setiap huruf yang ditulis oleh anak pertamanya itu.
Ayah, jika tulisan tangan ini telah sampai di tangan Ayah. Itu artinya aku telah tiada. Aku titipkan anakku Denis. Ada banyak orang jahat yang ingin menyingkirkannya, juga Ayah. Berhati-hatilah, Ayah.
Jatuh air mata Tuan Jaya, tangannya semakin bergetar menggenggam kertas tersebut. Sekuat mungkin dia menahan agar tubuhnya tidak jatuh.
Kakek menatap Denis, menghampirinya yang tetap berdiri di tempat. Sementara Indra begitu penasaran dengan isi tulisan tersebut. Ia takut, semua rahasia yang dia pendam selama ini akan terungkap.
"Denis! Cucuku!" Kakek memeluk Denis, menangis tersedu telah menemukan pengganti anaknya yang pergi.
"Kakek!" lirih Denis membalas pelukan itu.
"Sepertinya harus ada yang menunaikan janjinya di sini," ucap seseorang dengan lantang.
Radit melirik kepadanya, melayangkan tatapan tajam penuh ancaman. Namun, pria itu tersenyum sembari memainkan alisnya naik dan turun.
"Awas kau, Kevin! Aku akan membalasmu," ancam Radit dengan suara menggeram, kedua tangannya terkepal kuat hingga setiap buku jari ikut memutih.
"Sepertinya itu tidak perlu dilakukan. Sebagai keluarga kita harusnya bisa saling memaafkan, bukan? Kami hanya tidak ingin tertipu oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Itu saja, lagipula ini adalah hari ulang tahun Ayah. Seharusnya kita merayakan," ujar Indra mengalihkan keadaan.
Kevin mencebik, mereka benar-benar pandai menguasai keadaan hingga semua orang setuju. Namun, sepertinya, Denis tidak berniat melepaskan Radit begitu saja. Tunggu ada kesempatan, dia tidak akan tinggal diam.
gk mau Kalah Sam Denis ya....
Yg habis belah durian......