NovelToon NovelToon
Mawar Merah Berduri

Mawar Merah Berduri

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Aini

Mawar merah sangat indah, kelopak merah itu membuatnya tampak mempesona. Tapi, tanpa disadari mawar merah memiliki duri yang tajam. Duri itulah yang akan membuat si mawar merah menyakiti orang orang yang mencintainya.

Apakah mawar merah berduri yang bersalah? Ataukah justru orang orang yang terobsesi padanyalah yang membuatnya menjadi marah hingga menancapkan durinya melukai mereka??!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17 Hampir saja!!

Seperti janji mereka sabtu lalu, sabtu ini Inne mengajar Brian di cafe. Dan saat ini Brian tampak senang karena dia bisa bermain game tampa khawatir kepergok papanya lagi.

"Kamu senang banget ya main game?"

"Iya kak. Saat main game rasanya semua beban pikiran menjadi ringan."

"Waktu kamu lima menit lagi. Pelajaran kita belum selesai."

"Iya kak. Kakak mau ikut main game gak?"

"Gak lah, kamu aja."

"Ayolah kak, seru tau."

"Aku gak punya waktu untuk bermain game, Brian."

"Iya deh yang sibuk."

Inne hanya tersenyum menanggapi Brian. Lalu, dia pun menikmati cappucino latte nya sambil menunggu Brian selesai main game.

"Hmm, Brian."

"Ada apa kak?"

"Kamu sering di marahi ya, saat di rumah?"

"Iya. Papa sangat tidak suka aku melakukan hal lain selain belajar."

"Pantas saja kamu berbeda saat sedang di luar."

"Ya begitulah. Papa terlalu keras untuk membentuk aku menjadi seperti yang papa inginkan."

"Aku agak terkejut mengetahui ternyata papa kamu semarah itu saat melihat kamu main game."

"Sebenarnya papa dulu gak sekeras itu, kak. Tapi sejak mama udah gak ada, papa jadi berubah. Mungkin karena papa banyak beban pikiran."

"Hmm, kalau boleh tau... mama kamu sudah meninggal ya?"

"Mama masih hidup kok. Tapi ya itu..." Brian menatap malu pada Inne. "Mama selingkuh dari papa." Lanjutnya.

Inne agak kaget mendengar jawaban Brian. Rupanya Brian dari keluarga yang broken.

"Maaf ya, Brian. Aku malah bertanya masalah pribadi kamu."

"Santai aja kak. Aku sih jarang membahas tentang ini karena memang tidak yang bertanya padaku sebelumnya."

"Tapi, aku merasa senang sekarang. Sepertinya kak Inne mulai tertarik sama aku, iya kan?" godanya.

"Idih enak aja. Aku gak akan tertarik sama bocah seperti kamu ya." protes Inne yang disenyumi saja oleh Brian.

Setelah selesai bermain game, Brian lanjut belajar lagi. Inne juga memberikannya beberapa pr untuk dia kerjakan di rumah dan akan kembali diperiksa sabtu depan.

"Nih, tugas tugas ini harus kamu selesaikan. Sabtu depan. Coba untuk kerjakan sendiri ya, jangan tanya tanya kakak dulu." ujar Inne.

"Iya kak Inne sayang."

"Idih, geli deh dipanggil sayang sama bocah."

"Gak usah malu malu deh kak. Bilang aja suka kan dipanggi sayang."

"Terserah kamu saja lah bocah."

Inne pun mulai memasukkan beberapa buku kedalam tasnya. Sementara Brian mulai kembali bermain game, karena belajar telah usai.

Drittt

Hp Inne bergetar, terpampang nama Adit dengan emot hati dilayar hp nya. Brian melihat itu dengan jelas tepat sebelum Inne meraih hp nya.

"Halo, Dit."

"Kamu dimana? Aku bosan nih."

"Oh ini, aku lagi ngajar." sahut Inne agak terbata.

"Masih lama ya ngajarnya?"

"Enggak ko, bentar lagi."

"Ketemuan yok."

"Oke."

"Ya udah, aku tunggu di cafe bang Bimo, ya."

"Hah?!" Inne terkejut.

"Kenapa, In?"

"Eh gak kok, Dit. Ini tadi pena jatuh..."

Inne melihat keluar cafe dan Adit baru saja turun dari mobilnya. Inne mengakhiri panggilan tanpa persetujuan Adit.

"Kenapa kak?" Tanya Brian bingung melihat Inne yang tampak seperti orang ketakutan.

"Kamu harus pergi dari sini. Adit di depan." sahut Inne dengan langsung menarik tangan Brian dan mendorongnya pergi, lewat pintu belakang.

Brian yang tidak tahu apa apa itu pun mengikut saja.

Bimo yang sejak tadi memperhatikan gerak gerik Inne pun dapat menebak situasi apa yang sedang terjadi saat mata Bimo menangkap sosok Adit yang sudah tiba di depan pintu cafe.

Inne berlari dari pintu belakang hendak menuju mejanya, saat itu juga Adit masuk ke cafe. Dia agak kaget melihat Inne yang ternyata ada di Cafe.

"In, kamu ngajar disini?"

"Hehe, iya Dit." sahut Inne dengan senyum yang tampak aneh.

"Tadi kamu gak bilang kalau kamu ngajar di cafe?"

"Bi-bilang kok, mungkin kamu-kamu gak dengar." jawabnya gugup.

"O ya?"

"Iya, Adit."

Adit pun menghela napas saja, lalu dia menuju meja yang memang biasa Inne gunakan untuk mengajar les.

"Kok gelasnya cuma dua, In?"

"Iya, kan muridnya cuma satu hari ini."

"Iya kan bang Bimo?" lanjut Inne saat Bimo menghampiri meja untuk mengambil gelas gelas kosong itu.

"Iya. Memangnya ada apa Dit?" Tanya Bimo.

"Gak apa apa bang."

Adit pun mengangguk percaya. Agak sedikit curiga sih dengan gelagat Inne yang tampak aneh dari biasanya. Adit jadi tambah curiga saat Inne seakan bertukar kode dengan Bimo. Tapi ya sudah lah, Adit sepertinya tidak mood untuk bertengkar hari ini.

"Mau minum apa, Dit?" tanya Bimo sambil membersihkan meja dan mengambil gelas sisa minum Inne dan Brian tadi.

"Gak usah deh, bang. Mau ajak Inne langsung pergi."

"Oh, oke." Bimo pun meninggalkan mereka berdua.

"Pergi kemana, Dit?"

"Temani aku renang."

"Aku gak bawa baju renang."

"Temani aku aja, gak ikut renang juga gak apa apa."

"Ya udah, ayok."

Mereka pun meninggalkan cafe dengan tujuan terbaru yaitu grand hotel.

Adit sudah berenang cukup lama. Inne setia menunggunya di pinggir kolam sambil minum jus dan makan roll cake yang diberikan oleh pihak hotel untuknya atas perintah Adit.

"In, sebenarnya aku tidak ingin membahas ini. Tapi hal ini terus terusan mengganggu pikiranku." ujarnya yang sudah berhenti berenang.

"Tentang apa, Dit?"

Adit pun keluar dari kolam. Dia duduk di samping Inne.

"Kamu ada hubungan apa dengan bang Bimo?"

"Gak ada hubungan apa apa, Dit. Lagian bang Bimo sudah gak suka aku lagi kok."

"Tapi tadi waktu di cafe kalian seperti saling kode kodean?"

"Hmm, perasaan kamu aja kali, Dit. Aku benaran gak ada apa apa sama bang Bimo. Aku gak bohong, Dit."

Adit menatap dua bola mata Inne yang menurutnya memang berkata jujur.

"Oke aku percaya. Tapi, kamu janji ya jangan menyembunyikan apapun dariku. Kamu jangan bohongi aku, In. Aku paling benci dibohongi."

Mendengar itu membuat Inne hendak langsung mengalihkan tatapannya dari tatapan tajam Adit, tapi ia urungkan takut tambah membuat Adit curiga.

"Janji sama aku, kamu gak akan bohongi aku."

"Iya, Dit." jawab Inne sambil mengangguk pelan dan tersenyum.

Setelah pikirannya tenang, Adit pun langsung berganti pakaian.

"Sabtu depan kamu ngajar ya, In?" tanya nya dari dalam ruang ganti.

"Iya, tapi sore jam empat." jawab Inne berbohong lagi.

"Kalau gitu temani aku ya."

"Iya, kemana memangnya Dit?"

"Gak jauh kok, dekat dekat sini. Mau tes lensa kamera aku yang baru."

"Oh oke. Aku bisa batalkan les nya juga kok."

"Benaran?"

"Iya, soalnya muridku juga mau liburan bareng keluarga katanya."

"Ya udah, berarti kita ke puncak ya."

"Oke." sahut Inne senang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!