NovelToon NovelToon
Cinta di Badai Musim Semi

Cinta di Badai Musim Semi

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / CEO / Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dwi-chan

Amira Nimra, seorang gadis yang mengidap DID atau biasa disebut dengan penyakit kepribadian ganda. Begitu banyak liku-liku yang ia jalani, di jauhi oleh orang-orang karena di anggap aneh, lalu musuh kakak-nya yang terus mengincar dirinya.

Namun, seseorang datang kepadanya. Memberikan uluran tangan untuknya, memberikan semangat, dan mengisi rasa kesepiannya setiap saat.

"Jangan bodoh, mati tidak akan menyelesaikan semuanya!" ~

***

"Amira, kau bisa mengandalkan aku kapan pun kau mau."


Don't Copy My Story
Warning Typo

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tidak Berdaya

Plak!

"Kau si*lan!"

Amira menyentuh pipinya, lalu menatap Elena yang tengah menatapnya dengan penuh amarah.

"Kau tahu! Karena ulahmu, aku di keluarkan dari sekolah!! Kau dengar!?" jerit Elena dengan nada tidak terima. Amira mengusap dar*h di sudut bibirnya dan beranjak menyamai posisinya dengan gadis itu.

Bruk

Elena kembali mendorong Amira hingga gadis itu menabrak di dinding. Amira menggelengkan kepalanya berulang kali kala rasa pusing mulai menghampirinya. Gadis itu mengusap belakang kepalanya yang kini mengeluarkan dar*h.

Amira menatap Elena, "Kau melukaiku."

"Lalu kenapa?! Kau tidak menyukainya, hah!? Kau harus tahu Amira! Semua ini tidak akan terjadi jika kau ada di sini sial*n!! Aku membencimu!" teriak Elena sembari mendorong Amira berulang kali.

Brak!

Toilet yang tidak terpakai itu menjadi saksi atas perlakuan Elena terhadap Amira. Tidak ada orang lain di sana kecuali kedua teman Elena yang tengah mengunci pintu dari luar. Elena terkekeh melihat Amira yang nampak tidak berdaya di bawahnya, dengan kasar gadis itu menjambak rambut Amira.

Amira sedikit meringis, luka di belakang kepalanya semakin menyakitkan kala Elena menjambak rambutnya kuat.

"Kenapa kau tidak melawan Amira? Bukankah kau begitu berani waktu itu? Kenapa kau sekarang seperti pengecut?" tanya Elena dengan nada mengejek. Gadis itu lalu menghempaskan jambakannya begitu saja.

Dugh!

Elena menendang perut Amira kuat, "Aku akan membuatmu keluar dari sekolah ini bersamaku!"

Bugh!

"Sampai kapan pun aku akan membencimu!"

Amira terbatuk, ia benar-benar tidak berdaya. Elena yang melihat itu pun mendengus, ia pun pergi begitu saja meninggalkan Amira di toilet yang tidak terpakai itu, bahkan gadis itu menguncinya dari luar.

Amira terisak, di saat-saat seperti ini ia begitu mengharapkan Eliza datang menolongnya. Namun, ia tidak pernah datang. Amira memukul lantainya keras, kesal kepada dirinya sendiri yang begitu lemah dan tidak bisa melawan, yang bisa ia lakukan hanya mengandalkan orang lain.

Flashback On'

Beberapa Hari Yang Lalu..

"Kakak akan membuatnya di keluarkan dari sekolah," final Rio dengan nada datarnya.

"Jangan coba-coba menghentikan kakak Amira. Bagi kakak ini masih sangatlah ringan, bisa saja kakak akan membuat dia tidak bisa di terima di sekolah mana pun," potong Rio kala Amira hendak menyela ucapannya.

Amira terdiam, gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Rio menghela napasnya panjang, lalu menatap Amira yang masih terdiam, "Sudah sepantasnya dia mendapatkan ini Amira. Bahkan dulu bukan kau saja yang menjadi korban, tapi orang lain."

Amira mengangguk mencoba mengerti, Rio tersenyum dan mengusap surai adiknya pelan, "Kakak hanya ingin kau bahagia, jangan memikirkan hal lain oke?"

"Aku mengerti," sahut Amira kemudian.

Flashback Off'

Amira menyeret tubuhnya ke arah pintu. Tangannya berusaha menggapai knop, namun sayangnya pintu itu terkunci. Amira menyandarkan tubuhnya pada pintu sembari memegangi perutnya yang terasa sangat sakit.

"Percuma berteriak.. Tidak akan ada yang bisa mendengarnya," lirih Amira dengan nafasnya yang tersengal.

Berawal di seret dengan paksa oleh Elena dan teman-temannya, hingga berakhirlah ia di sini. Sungguh malang nasibnya, tidak ada yang bisa ia perbuat sekarang. Ia benar-benar lelah. Pandangan gadis itu mulai memburam, dan perlahan kesadarannya pun hilang.

"Ra.. "

"Mira.. "

"Amira.. "

Tubuhnya terasa melayang. Amira menatap sayu seseorang yang kini tengah menggendongnya. Semuanya terasa seperti mimpi baginya.

"Ka-kakak.. " lirihnya. Mata itu kembali terpejam.

Setia semakin mempercepat langkahnya, gadis yang tengah berada di gendongannya kembali tidak sadarkan diri dan hal itu membuatnya benar-benar khawatir.

"Bertahanlah Amira," gumam Setia.

Ckitt

Sebuah mobil berhenti di depannya. Setia menatap waspada. Sontak ia menyadari siapa pemilik mobil itu.

"Setia! Masuklah!" teriak Andra membuyarkan lamunan pemuda itu. Setia kemudian masuk ke dalam mobil bersama Amira. Ia meletakkan gadis itu ke dalam pangkuannya.

"Apa yang terjadi pada Amira?" tanya Andra sembari mengemudikan kendarannya.

"Aku tidak tahu. Aku merasa curiga karena dia tidak pernah terlihat. Sampai waktu pulang, aku mencarinya ke sekeliling sekolah... Dan saat aku menemukannya, kondisinya sudah seperti ini," jelas Setia dengan nada gusarnya.

Andra terdiam mendengarnya, pemuda itu langsung merasa bersalah, "Maafkan aku, aku tidak terlalu menyadari bahwa Amira tidak kembali ke kelas, sedangkan aku satu kelas dengannnya."

"Tidak masalah, kondisinya sekarang jauh lebih penting. Lalu? Bagaimana bisa kau kembali ke sekolah?" tanya Setia kemudian, dalam hatinya sedikit beruntung karena Andra yang masih ada di sekitarnya.

"Aku meninggalkan ponselku di loker, saat aku ke parkiran.. Aku melihatmu," jelas Andra. Setia mengangguk mengerti.

Mobil pun terhenti di depan rumah sakit. Setia menggendong Amira dan langsung berlarian masuk ke sana.

"Tolong! Perawat!" teriak Setia. Beberapa perawat yang melihat dirinya mulai menghampirinya. Setia membaringkan Amira di atas bangkar yang sudah di sediakan. Pemuda itu mengikuti perawat yang membawa Amira entah ke mana.

"Maaf, silahkan tunggu di luar," larang perawat itu kala Setia hendak ikut masuk ke ruangan. Setia mengerjapkan matanya berulang kali, pemuda itu menatap tangannya yang terdapat noda darah di sana.

Setia meraih ponselnya dan langsung menghubungi seseorang.

Drtt

Drt-

[Halo?]

"Halo Rio.. " sahut Setia kemudian.

...****************...

Tap

Tap

Tap

Setia yang tengah duduk di bangku menoleh saat mendengar banyak langkah kaki mendekatinya.

"Bagaimana keadaan adikku?" tanya Rio dengan nafas terengah-engah.

"Aku tidak tahu," jawab Setia pelan. Rio sontak memukul dinding rumah sakit, "Sial! Lagi-lagi aku gagal menjaganya, sial! Sial! Sial!"

"Kenapa kalian tidak mengawasinya hah!" teriak Rio kepada para anak buahnya. Bawahan pemuda itu menunduk, sedikit merasa bersalah.

"Jangan salahkan anak buahmu, sedikit sulit memantau Amira di sekolah, ini bukan salah mereka sepenuhnya," ucap Setia mencoba membela. Rio mengepalkan tangannya mencoba menahan amarahnya.

Rio terduduk, menyandarkan tubuhnya pada dinding rumah sakit.

"Apa yang terjadi padanya?" tanya Rio kepada Setia.

"Aku benar-benar tidak tahu. Saat aku menemukannya, kondisinya sudah seperti ini," jawab Setia dengan nada menyesal.

Rio menghela napas gusar. Pemuda itu mengacak-acak surainya dengan frustasi.

Kriet

Saat melihat seorang dokter keluar dari ruangan, kedua pemuda itu langsung mendekatinya.

"Bagaimana keadaan adikku?" tanya Rio tergesa-gesa. Dokter itu melepaskan maskernya dan mulai menjelaskan.

"Nona Amira kini dalam kondisi yang cukup memprihatinkan. Bagian kepalanya terluka cukup parah, tapi tidak berakibat fatal. Lalu karen pukulan benda tumpul pada perutnya, hal itu meninggalkan memar dan kerusakan pada pembuluh darah di sekitar organ seperti lambung atau usus. Obstruksi usus yang menyebabkan sembelit parah atau masalah pencernaan lainnya," jelas sang dokter panjang.

"Tenang saja, kalian bisa percayakan semuanya pada kami," tambah dokter itu.

Rio memejamkan matanya saat mendengar penjelasan dokter itu. Setia menyentuh bahunya mencoba menenangkan, lalu ia menatap sang dokter, "Kami boleh melihatnya?"

"Silahkan, diharapkan untuk tidak terlalu berisik," ujar dokter itu di angguki oleh Setia.

"Setia, aku pulang dulu... Ibuku menelponku," Andra membuka suara dengan nada tidak enak. Setia mengangguk, "Terimakasih Andra."

"Sebutkan nomor rekeningmu," ucap Rio tiba-tiba.

"Hah?" Andra melongo, pemuda itu sama sekali tidak mengerti dengan apa yang di ucapkan Rio.

Bersambung..

1
Yoo Stefanno
kurang
Dwi-chan: makasih kak masukannya/Smirk/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!