Slice Of Life berkisah tentang sepotong kehidupan yang dialami oleh tiga orang perempuan yang berbeda usianya serta dunianya.
Mereka lalu bertemu tanpa sengaja di sebuah aplikasi pertemanan karena suatu postingan viral di media sosial.
Menjadikan ketiganya lalu menjalin sebuah persahabatan yang unik.
Apakah mereka akan sanggup terus mempertahankan persahabatan mereka dengan problema serta konflik yang mereka hadapi masing-masing ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Kepindahan Rose Yan
Rose Yan berjalan masuk ke dalam apartemen.
Kemarin dia tidak bertemu dengan pamannya yang bekerja sebagai pengelola apartemen ini padahal mereka telah janjian ketemu.
Langkah kaki Rose Yan lalu terhenti tepat di depan pintu apartemen.
Rose Yan segera mengirim pesan singkat melalui ponselnya, memberitahukan bahwa dia telah sampai di apartemen ini.
Tit...
Sebuah balasan pesan masuk ke kotak pesan milik Rose Yan, dengan cepatnya dia membuka pesan yang terkirim.
"Sebentar aku masih jalan ke depan pintu, tunggu !"
Isi balasan pesan yang terkirim secara pribadi pada kotak pesan.
"Hufh... ?!" hela nafas Rose Yan seraya mendongak saat dia berdiri didepan pintu.
Rose Yan terlihat tak sabaran, selalu bergerak gelisah bahkan ekspresi wajahnya sangat cemas.
"Kenapa lama sekali ???" keluhnya sambil menggosok telapak tangannya yang mengenakan sarung tangan tebal.
KLEK !
Pintu apartemen didepannya lalu terbuka dari dalam ruangan.
Seorang pria muncul dengan raut wajah serius saat Rose Yan datang ke tempatnya kemudian mempersilahkannya masuk.
"Paman Deng darimana saja ? Kemarin aku datang ke sini paman tidak ada di apartemen, aku pulang lagi ke rumah dan aku membawa Gou Wang bersamaku", ucap Rose Yan.
"Sekarang dimana Gou Wang ? Kenapa aku tidak melihatnya ?" tanya pria yang disebut paman oleh Rose Yan.
"Aku menyuruhnya bermain di tempat anak-anak, dekat apartemen ini", sahut Rose Yan.
"Kenapa kamu tidak membawanya kemari ? Kasihan dia harus menunggu diluar sana sendirian, kau tidak takut jika seseorang mengambilnya ?!" ucap paman Deng lalu menutup pintu.
"Aku hanya sebentar saja, paman Deng", sahut Rose Yan lalu berdiri menghadap pria berlesung pipi itu.
"Yah, baiklah, terserah padamu saja", ucap paman Deng menyahut.
"Aku datang kemari meminta bantuanmu, agar aku bisa mendapatkan tempat tinggal di apartemen ini sementara, sampai rumahku terjual", kata Rose Yan.
"Kau berniat menjual rumahmu lalu kalian berdua akan tinggal dimana setelah rumah terjual, apa kau berencana tinggal di rumah orang tuamu ?" sahut paman Deng.
"Entahlah ! Aku masih memikirkannya lagi, apakah aku akan tinggal bersama kedua orang tuaku atau tidak", ucap Rose Yan.
Rose Yan berjalan mondar-mandir sambil mengacak-acak rambutnya.
Terlihat jika Rose Yan sangat gelisah sekali dan dia tidak bisa diam sedari tadi, kebingungan, harus berbuat apa saat ini.
"Rose Yan ! Tenanglah !" ucap paman Deng lalu menghampiri keponakannya dan memintanya duduk.
"Tapi paman Deng...", sahut Rose Yan.
"Tenangkan dirimu dulu ! Baru kita bicara lagi, tidak usah secemas ini, Rose Yan !" ucap paman Deng.
Paman Deng menuntun Rose Yan untuk duduk di kursi panjang di ruangan televisi, memberinya sekaleng minuman dingin agar dia tenang.
"Minumlah agar kau tenang, Rose !" ucap paman Deng.
"Terimakasih...", jawab Rose Yan sembari membuka tutup kaleng minuman ditangannya.
"Kapan rencanamu pindah ?" tanya paman Deng lalu duduk di sebelah kursi lainnya.
"Jika aku telah mendapatkan tempat tinggal, aku akan langsung pindah", sahut Rose Yan sambil menenggak minumannya.
"Dan suamimu tahu jika kamu akan pindah ?" tanya paman Deng.
''Mana mungkin aku memberitahukan padanya tentang rencana ini kalau dia tahu akan ada perang antara kami", sahut Rose Yan.
Rose Yan menghela nafas panjangnya lalu menyeka kasar bibirnya.
"Kami akan bercerai...", ucap Rose Yan.
Tatapan Rose Yan langsung berubah dingin setelah dia mengatakan tentang rencananya yang hendak berpisah dengan Wang Xuemin.
Paman Deng menarik nafas dalam-dalam lalu mendesah kasar serayan menenggak minumannya.
"Bajingan itu meninggalkanmu atau dia sudah bosan melihat dunia ini", kata paman Deng lalu menyorot tajam.
"Dia berselingkuh...", sahut Rose Yan dengan wajah muram.
"Brengsek !" umpat paman Deng sambil meremas kuat kaleng minuman ditangannya.
"Dia datang tiba-tiba malam itu ke rumah dengan memberitahukan padaku kalau ada wanita lainnya yang menggantikanku", ucap Rose Yan seraya menahan tangisannya.
Paman Deng menoleh ke arah Rose Yan sedangkan ekpresi wajahnya sangat marah ketika mendengar berita kisruhnya rumah tangga keponakannya.
"Dia juga memaksaku agar aku merelakannya menikah lagi dan meminta kami berpisah", ucap Rose Yan.
"Cih ?!" decak kesal paman Deng lalu memalingkan muka.
"Yang aku sesali adalah semua kejadian pertengkaran kami malam itu didengar oleh Gou Wang", lanjut Rose Yan lalu menyeka air matanya.
Rose Yan mulai terisak-isak saat dia mengenang kejadian malam itu, saat Wang Xuemin datang ke rumah mereka, untuk meminta berpisah.
"Ibu mertua juga datang ke rumah dan meminta padaku agar aku segera berpisah dengan Wang Xuemin", kata Rose Yan lalu pecah tangisannya.
Paman Deng bertambah kesal seraya mendesah cepat dengan kedua mata terpejam.
"Kenapa kamu baru memberitahukan masalah itu sekarang", kata paman Deng.
"Bagaimana aku bisa mengatakannya sedangkan aku mengurung diri di rumah berhari-hari setelah Wang datang, untuk berpisah ???" sahut Rose Yan di sela-sela tangisannya.
"Fiuh... ?!" desah paman Deng. "Aku akan menghajarnya hingga dia tidak dapat berbicara lagi !"
"Tidak, paman Deng ! Janga lakukan itu pada ayah Gou Wang ! Biarkan dia menderita karena aku tidak akan mudah melepaskan rumah tangga kami !" sahut Rose Yan.
"Apa kamu berencana mempertahankan pria bodoh itu ???" tanya paman Deng terkejut.
"Iya !" sahut Rose Yan dengan penuh emosi.
"Sebenarnya apa yang sedang kamu pikirkan itu, Rose ??? Jelas-jelas jika dia telah berselingkuh dan meninggalkanmu ?!" kata paman Deng.
"Apa lagi yang tersisa dariku, paman Deng ??? Tidak ada ! Tidak ada lagi hal indah yang tertinggal dalam diriku sekarang !!!" sahut Rose Yan putus asa.
Tangisan Rose Yan mulai terdengar keras ketika dia meluapkan curahan hatinya tentang permasalahan yang terjadi pada rumah tangganya dengan Wang Xuemin.
Paman Deng semakin panas ketika mendengar tangisan Rose Yan pecah saat keponakan perempuannya itu, mengeluhkan rumah tangganya yang hancur berantakan.
"Oh, Tuhan !!!" serunya. "Dengar, Rose ! Mulai hari ini kau bisa tinggal di apartemen ini, paman akan mengurus tempat tinggalmu selama kau disini !"
Paman Deng mengambil seberkas dokumen dari laci mejanya lalu memberikannya pada Rose Yan.
"Ambil berkas apartemen ini ! Kau tidak perlu lagi memikirkan uang sewanya karena paman Deng yang akan mengurus semua kepentinganmu selama disini !" kata paman Deng.
"Paman...", gumam Rose Yan tertegun diam sedangkan kedua matanya beruraian air mata.
"Tenanglah, semua akan baik-baik saja, Rose !" ucap paman Deng berusaha tersenyum.
"Paman Deng !" sahut Rose Yan semakin menangis kencang.
"Sudah ! Sudah ! Jangan dipikirkan lagi !" ucap paman Deng.
Paman Deng menepuk lembut pundak Rose Yan lalu berkata kembali.
"Selesaikan saja masalah rumah tanggamu dulu dengan Wang Xuemin atau tinggal pergi saja dia, tidak perlu memberitahukan apa-apa padanya !" ucapnya.
"I-iiya..., paman Deng...", sahut Rose Yan.
"Sekarang pindahkan saja barang-barangmu ke apartemen di nomer 666 dan ajak Gou Wang turut bersamamu", kata paman Deng.
Paman Deng lalu menyerahkan sebuah kunci apartemen kepada Rose Yan.
"Segera pergilah !" ucap paman Deng bersuara lembut.
"Terimakasih, paman Deng", sahut Rose Yan.
"Sudah ! Sudah ! Tidak perlu dipikirkan lagi tentang ini, cepatlah pindah hari ini ke kamar apartemen lainnya, aku akan segera menyelesaikan urusan administrasi untukmu", ucap paman Deng.
"Terimakasih, aku ucapkan sekali lagi atas kebaikanmu, paman Deng", sahut Rose Yan.
"Iya, pergilah !" ucap paman Deng.
Rose Yan segera pamit pergi dan berjanji akan mengunjungi paman Deng setelah dia pindah ke apartemen.