NovelToon NovelToon
Cahaya Yang Padam

Cahaya Yang Padam

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Mengubah Takdir
Popularitas:28.4k
Nilai: 5
Nama Author: NurAzizah504

Cahaya dipaksa menikah dengan pria yang menabrak ayahnya hingga meninggal. Namun, siapa sangka jika pria itu memiliki seorang istri yang amat dicintainya yang saat ini sedang terbaring lemah tak berdaya. Sehari setelah pernikahan paksa itu dilakukan, pertemuan tak sengaja antara Cahaya dan istri pertama suaminya terjadi.

Akankah Cahaya diakui statusnya di hadapan keluarga suaminya? Atau malah Cahaya tetap disembunyikan? Dipaksa padam seolah tak pernah ada dalam kehidupan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurAzizah504, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17. Rencana Jahat Zahra

"Bang, Abang masih ingat gak sama Om Haris dan Tante Lusi?"

"Yang tinggal di Belanda itu bukan, sih?" tanya Arif memastikan.

"Iya, Bang. Aku dapat undangan dari mereka malam tadi. Si Tania──anak mereka──mau nikah. Nah, nanti acaranya bakalan sekalian sama peresmian hotel mereka yang ada di sini."

"Oh, begitu. Kapan?"

"Minggu depan. Kita datang, ya? Nanti ada Bang Fahri juga. Soalnya udah lama banget kita gak ketemu mereka."

"Iyalah, Sayang. Pasti kita bakalan datang."

Zahra tersenyum lalu ikut gabung ke meja makan setelah meletakkan menu terakhir untuk sarapan.

"Kalau Abang ajak Cahaya dan Zaif, boleh gak, Ra?"

Zahra yang saat itu tengah mengalaskan nasi ke dalam piring Arif, seketika menghentikan kegiatannya. Kepalanya menoleh ke samping, menatap Arif dengan wajah datar.

"Ya, Abang rasa udah saatnya Cahaya dan Zaif diperkenalkan, Ra. Abang juga gak mau mereka terus-terusan disembunyikan."

"Tapi, Om Haris dan Tante Lusi itu kerabat aku, Bang. Apa kata mereka nanti? Pasti mereka mikirnya, Abang nikah lagi karena aku gak mampu bahagiain Abang. Aku bisa malu, Bang."

"Sejak kapan Om Haris dan Tante Lusi begitu, Sayang? Abang jamin, hal itu gak akan terjadi," ucap Arif berusaha meyakinkan Zahra. "Gimana? Boleh, ya, kita ajak mereka?"

"Ck, ya, udah, boleh. Tapi, dengan satu syarat. Abang harus tetap jaga jarak sama Cahaya. Biar bagaimanapun, aku gak mau terlihat diabaikan di depan kerabatku sendiri."

Sore harinya pula, Arif mendatangi Cahaya guna mengabarkan tentang undangan itu. Awalnya Cahaya menolak karena sungkan terhadap Zahra ataupun keluarganya. Akan tetapi, berkat kegigihan Arif dalam hal membujuk, Cahaya pun akhirnya tunduk.

"Ingat, Nak Arif. Sekarang ini, pernikahan kamu dan Cahaya bukan hanya sah dalam agama, tapi juga tercatat dalam negara. Jadi, sudah seharusnya Cahaya dan Zaif dipublikasikan. Paman yakin, Cahaya pasti sedih kalau terus-terusan disembunyikan."

Sepenggal kalimat saat dirinya mengobrol dengan Bahar kembali terputar dalam pikiran Arif. Setidaknya, Arif telah menyelesaikan salah satu tanggungjawabnya kepada Cahaya.

Saat hari itu tiba, Arif, Cahaya, Zahra, dan Zaif berangkat dengan satu mobil. Sementara Fahri, tetap sendiri dalam kendaraan roda empatnya.

Mereka semua tiba dengan selamat di sebuah hotel yang akan segera diresmikan.

Kepada para petugas, Zahra memperlihatkan undangan khusus milik keluarga mereka. Dan, tanpa melewati proses pemeriksaan, semua anggota mereka dibiarkan lewat begitu saja.

"Zahra, Fahri," panggil Tante Lusi saat melihat dua keponakannya yang sudah lama tidak bertemu.

"Tante, apa kabar? Lama gak ketemu. Tante sehat?" tanya Zahra sambil memeluk Tante Lusi dengan erat.

"Tante baik. Kamu sendiri gimana?"

"Aku juga baik, Tante."

Setelah itu, Tante Lusi juga memeluk Fahri.

"Kamu gimana? Udah nikah belum?"

"Belum, Tante."

"Ck, salah kamu, sih, lantaran nolak waktu Tante jodohin sama Tania. Tuh, liat. Tania udah jadi perempuan yang cantik dan berkarier bagus. Kalau waktu itu kamu mau sama dia, pasti kalian berdua udah nikah dan punya banyak anak."

"Bukan jodohnya, Tante. Nanti kalau saya beneran jadi sama Tania, Tante gak bakalan dapat menantu orang bule lagi."

"Iya juga, sih."

Tawa Tante Lusi mengudara, sebelum akhirnya lanjut menyapa Arif dan terhenti saat menatap Zaif beserta Cahaya.

"Kenalin, Tante. Ini Cahaya dan Zaif. Mereka ... istri kedua dan anak saya."

"Oh ...." Tante Lusi ber o ria, berusaha menyembunyikan keterkejutannya dengan seulas senyuman. "Udah lama nikahnya?"

"Udah lebih satu tahun, Bu," jawab Cahaya sopan.

"Panggil Tante aja. Biar sama kayak Zahra," ucap Tante Lusi. "Ini juga Papa ke mana lagi? Bentar, ya, Tante mau cari Om kalian dulu. Oh, iya, jangan lupa ketemu juga sama Tania. Dia rindu banget sama kalian semua."

"Bang, ayo kita ketemu sama Tania. Sekalian foto bersama," ajak Zahra sembari menarik lengan Arif untuk ikut bersamanya.

"Eh, iya-iya," jawab Arif yang kemudian melihat ke arah Cahaya.

Seolah tahu Arif akan kembali mengajak Cahaya, Zahra buru-buru berkata, "Ajak Zaif aja, Bang. Cahayanya gak usah. Gapapa, kan, Cahaya, kalau kamu kita tinggal sebentar?"

Zahra bisa berani begitu lantaran Fahri sudah menghilang entah ke mana. Kalau seandainya pria itu ada di situ, mana mungkin ia bisa berbicara selantang ini.

"Eh, gapapa, Kak. Biar aku tunggu di sini aja," sahut Cahaya berusaha tersenyum dengan normal.

"Bentar, ya," bisik Arif sebelum mengikuti Zahra yang kembali menarik-narik lengannya untuk segera pergi bertemu Tania.

Untuk mengusir rasa bosan, Cahaya mulai mencari tempat duduk. Namun, ekor matanya tak bisa lepas dari Arif, Zahra, dan juga Zaif. Dilihat dari segi manapun, ketiganya terlihat begitu cocok. Apalagi saat sesi foto bersama mempelai. Mereka tampak begitu bahagia.

"Boleh duduk di sini gak?"

"Eh, Bang Fahri. Boleh, Bang, silakan duduk."

Fahri tersenyum, sebelum akhirnya mengisi salah satu kursi yang mengelilingi meja bundar tersebut.

"Om Haris dan Tante Lusi itu kerabat jauh saya dan juga Zahra. Mereka sepupuan sama orang tua kita. Dulunya mereka tinggal di Belanda. Tapi, belum lama ini kembali ke tanah air dan memperluas bisnis mereka. Hotel ini salah satunya. Malam ini, hotel ini telah diresmikan."

Saat Fahri telah memberikan penjelasan panjang lebar, Cahaya hanya meresponsnya dengan anggukan kepala saja. Jujur, ia tak tahu harus mengatakan apa. Seolah tidak ada kata yang benar-benar ingin ia ucapkan.

"Nanti kamu bakalan ikutan nginap di sini, 'kan?"

"Eh, nginap di sini?"

"Iya. Om Haris dan Tante Lusi mana mungkin semudah itu membiarkan kita pergi. Apalagi udah lama gak ketemu."

Lagi-lagi, Cahaya hanya bisa mengangguk lemah. Dia benar-benar tidak tahu bahwa malam ini, mereka semua tidak dibiarkan pulang.

"Em, saya boleh ngomong sesuatu gak?"

"Bukannya dari tadi Bang Fahri udah ngomong banyak, ya?"

Sontak saja Fahri menderaikan tawanya. Ucapan Cahaya memang tidak salah. Namun, ia terlalu terang-terangan mengatakannya.

"Iya, sih. Tapi, yang ini penting banget. Makanya saya harus izin dulu."

"Begitu, ya? Emang Bang Fahri mau ngomong apa?" tanya Cahaya penasaran.

"Cantik."

"Eh, apanya?"

"Kamu."

Cahaya terdiam. Benarkah begitu?

"Maaf kalau kesannya saya lancang. Tapi, kamu benar-benar cantik malam ini. Dan, karena kamu udah jadi wanita yang cantik, kamu gak pantas bersedih."

Lantas Cahaya menundukkan kepalanya. Apakah kesedihannya ketika melihat Arif dan Zahra bersama tampak sejelas itu di mata Fahri?

"Oh, iya, kamu mau makan? Atau minum? Saya bisa temenin kalau kamu mau."

"Em, aku mau ke toilet. Abang tau gak, toiletnya di mana?"

Alhasil Fahri pun memberitahu di mana letak toilet kepada Cahaya. Saat wanita itu menghilang dari arah pandangnya, Fahri pun mulai menjauh dari keramaian pesta.

Cahaya menyelesaikan urusannya dalam toilet dengan cepat. Saat dirinya akan kembali ke tempat semula, lengannya tiba-tiba ditarik oleh seseorang.

"Pak Arif, kok, di sini? Kak Zahra di mana?"

"Lagi ngobrol sama Om Haris. Kamu udah makan?" tanya Arif kemudian.

"Belum lapar."

"Mau makan bareng gak? Om Haris dan Tante Lusi ngadain tempat khusus."

"Gak usah. Biar Kak Zahra sama Bapak. Aku bisa ambil makanan di sini."

Senyuman tulus Cahaya membuat hati Arif terenyuh. Entah mengapa, tiba-tiba ia merasa bersalah lantaran mengajak Cahaya ke tempat ini.

"Kamu gapapa, 'kan?"

"Gapapa, Pak. Bapak sama Kak Zahra aja sekalian jagain Zaif. Aku aman, kok, sendirian di sini."

"Oh, iya, saya baru tau kalau kita semua disuruh nginap di sini. Tapi, Zahra minta saya sekamar sama dia. Boleh?"

"Ya, bolehlah, Pak. Kan, Kak Zahra juga istri Bapak. Nanti aku tidurnya sama Zaif aja."

"Ya, sudah. Nanti kalau ada apa-apa, kamu hubungi saya aja."

Cahaya mengangguk patuh, berusaha untuk tetap tegar di depan suaminya.

Saat Cahaya kembali ke mejanya yang semula, Fahri tak terlihat lagi di sana. Tak ingin berpikir ke mana pria itu pergi, Cahaya pun mulai mencoba beberapa aneka jenis makanan dan minuman.

"Ini minuman apa, ya? Kok, bikin pusing? Rasanya juga aneh banget."

Tak tahu saja, bahwa secangkir minuman yang baru saja Cahaya habiskan mengandung alkohol kadar rendah. Alhasil, dunia Cahaya seolah dibuat berputar.

Sebelum benar-benar tumbang, Cahaya memutuskan untuk menghubungi Arif. Beruntung pria itu datang secepat kilat.

"Kenapa, Ya? Pusing kenapa?" tanya Arif khawatir.

"Gak tau, Pak. Habis minum ini, kepala aku jadi pusing," jawab Cahaya meringis pelan.

Arif lantas memeriksa jenis minuman apa yang baru saja Cahaya minum. Sontak saja kedua bola matanya nyaris jatuh. Ia berkata, "Ini minuman beralkohol, Ya."

"Astaghfirullah. Gimana ini, Pak?" tanya Cahaya panik.

"Kita ke kamar aja, ya? Kamu butuh istirahat kayaknya."

Cahaya hanya mengiyakan saja. Sepertinya ia benar-benar harus memejamkan matanya.

"Sekarang kamu tidur. Biar malam ini, Zaif tidur sama aku dan Zahra."

"Tapi, kalau Zaif haus gimana?"

"Kalau Zaif harus, nanti saya bangunin kamu. Pokoknya sekarang kamu tidur. Oke?"

Sebelum pergi meninggalkan Cahaya, Arif lebih dulu mengecup bibirnya. Sayangnya, tidak ada balasan. Karena sang pemilik bibir, sudah terlelap dengan nyaman.

Zahra sendiri langsung mencari-cari keberadaan Arif. Dia benar-benar khawatir jika Arif menghabiskan banyak waktu bersama Cahaya.

Seketika, ia merasa lega saat tahu bahwa Cahaya tidak lagi menampakkan dirinya di pesta lantaran harus segera istirahat akibat minuman yang ia minum.

"Bang, aku mau ke toilet dulu," ujar Zahra seraya menyerahkan Zaif ke Arif. Setelah itu, ia pun menuju ke tempat tujuan.

Setelah urusannya selesai, Zahra yang berjalan sendirian pada koridor tiba-tiba dibuat terdiam. Dari kejauhan, ia menemukan Fahri pada sebuah taman.

"Bang Fahri ngapain di sana? Mana sendirian lagi."

Tak ingin menduga-duga, Zahra pun memutuskan untuk langsung menghampiri Fahri. Napasnya dibuat nyaris tertahan saat ia mendapati dua botol minuman di sebelah Fahri.

"Abang!" Zahra berteriak marah, "Abang ngapain, sih, mabuk-mabukan begini?"

Mendengar suara Zahra, Fahri langsung menolehkan kepala. Sambil tersenyum dengan mata setengah mengantuk, pria itu memanggil dirinya perlahan. "Cahaya, kamu cantik sekali malam ini."

"Cahaya? Oh, jadi Abang sampai begini gara-gara mikirin Cahaya? Ya, ampun, Abang. Sadar sedikit kenapa, sih?"

Fahri tertawa lalu berusaha berdiri tepat di hadapan Zahra. "Kalau aja kamu masih sendiri, udah saya lamar tau gak?"

"Ih, Abang, lepasin!" teriak Zahra berusaha melepaskan tangan Fahri yang tiba-tiba menarik hidungnya dengan gemas. "Buka mata, Abang. Aku ini Zahra, adik Abang. Bukan Cahaya."

Namun, Fahri tak peduli. Dia hanya tertawa-tawa tak jelas lalu berusaha menyimbangkan diri agar tidak tumbang.

Zahra sendiri hanya bisa menghela napas. Tidak menyangka jika sosok seperti Cahaya, mampu mengubah Fahri hingga sejauh ini.

Kemudian Zahra memutuskan untuk membawa Fahri ke kamar. Karena jika dibiarkan terlalu lama di luar, bisa-bisanya Fahri akan berulah.

Sambil memapah Fahri, Zahra dipaksa untuk mendengarkan semua ocehan abangnya tentang Cahaya. Dan, dari ungkapan itu semua Zahra akhirnya tahu bahwa Fahri benar-benar mencintai Cahaya.

Tinggal beberapa langkah lagi untuk Zahra sampai di kamar hotel yang dipesan atas nama Fahri. Kamar itu pula, terletak tepat di samping kamar Cahaya.

Sontak saja, sebuah rencana muncul di kepalanya.

"Cahaya dan Bang Fahri ...."

1
Tsalis Fuadah
dari diam diam ketemuan karena pekerjaan lama lama nyaman trs di tambah ketahuan n salah paham,,,,,, akhirnya byk pertengkaran,,,,,,, ehhh selingkuh beneran,,,,, hancur dehhhh ato ahirnya tuker za thor
Yosda tegar Sakti
bagus.
NurAzizah504: Terima kasih, Kakak
total 1 replies
Muliana
Ayolah thor,,, jangan lama-lama up-nya
NurAzizah504: Siappp /Facepalm/
total 1 replies
Teteh Lia
5 iklan meluncur
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Kak /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
padahal Aurel kan nda perlu sampai ke rumah cahaya juga. cahaya nya juga nda pernah meladeni Arif berlebihan. justru malah ketus kalo ke pak Arif.
NurAzizah504: Maaf .... Aurelnya sedikit berlebihan /Frown/
total 1 replies
Teteh Lia
ada apa lagi dengan Arif?
NurAzizah504: Arif baik2 saja padahal /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
🐠🐠🐠🌹 meluncur
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Teh /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
padahal ibu nya jelas2 bilang buat minta maaf sama Fahri. tapi kenapa Geri malah berbuat sebaliknya
NurAzizah504: Ups, ada alasan dibalik itu semua /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
akhirnya terbongkar juga.
NurAzizah504: Tapi, belm semuanya, Kak /Silent/
total 1 replies
Muliana
Jika seperti ini, seharusnya Fahri yang dendam. Bukan kamu Geri
NurAzizah504: Mash ada alasan yang lain, Kak /Smile/
total 1 replies
NurAzizah504
/Sob//Sob/
Muliana
Misteri yang belum terselesaikan, alasan Gery membenci Fahri
NurAzizah504: Pelan2, ya /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
🐠🐠🐠🐠 mendarat
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Kakak /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
apa bab ini memang pendek? atau aku yang kecepetan bacanya? tiba2 bersambung aja...
NurAzizah504: Memang agak pendek, Kak. Asalkan udah bisa update /Sob/
Muliana: Aku pun, merasakan hal yang sama
total 2 replies
Teteh Lia
Salut sama Aurel yang nda berburuk sangka dan tulus sama Arif.
NurAzizah504: Arif beruntung bgt bisa dapetin Aurel /Proud/
total 1 replies
Teteh Lia
Sayangnya, percakapan Gerry dan cahaya nda direkam. padahal bisa buat bukti ke Fahri...
NurAzizah504: Oalah, lupa kayaknya Cahaya /Sob/
total 1 replies
Teteh Lia
keras kepala banget... bang Fahri
NurAzizah504: Itulah, Kak. Sisi negatifnya dia, sih, itu /Sob/
total 1 replies
Muliana
apa bab ini terlalu pendek, atau aku yang menggebu saat membacanya /Facepalm/
NurAzizah504: Emg pendek, Kak
total 1 replies
Muliana
gantung lagi /Sob//Sob/
NurAzizah504: Kayak perasaan digantung mulu /Sob/
total 1 replies
Muliana
Ah Fahri ,,, kamu akan selalu dalam rasa salah paham serta cemburu ...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!