Menikah karena wasiat, itulah yang di alami Clea. ia terpaksa menikah dengan Renei Suprapto, pria tampan, mapan dan matang dan juga suami orang. Margareth istri Renei yang menginginkan pernikahan itu terjadi karena ia sedang sakit keras. Margareth tidak ingin sepeninggal dirinya Renei kesepian karena itu ia menjodohkan suaminya dengan Clea gadis berusia dua puluh tahun yang tak lain adalah petugas terapis Margareth selama sakit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nur danovar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 8 Percikan Cemburu (Rev)
Clea terlihat berbicara santai dengan dokter Hermawan yang terlihat ramah padanya. Hermawan tahu bagaimana permulaan dari pernikahan Renei dan Clea bisa terjadi. ia sempat ikut menangani Margareth dulu. ia juga banyak mendengar soal Clea dari Margareth. Hermawan sudah lama mengenal keluarga Renei karena ia menjadi dokter pribadi keluarga Suprapto.
"Silahkan di minum dokter" kata Clea sembari menyerahkan segelas minuman pada Hermawan.
"Clea aku dengar kau seorang terapis di salah satu rumah sakit?"
"Iya tapi aku sudah resign"
"Benarkah? sejak kapan dan kenapa kau resign?" Hermawan terlihat penasaran yang hanya di balas senyuman manis oleh Clea.
"Maaf kalau aku terlalu lancang aku hanya..."
"Tidak masalah dokter santai saja, aku resign karena ingin mewujudkan impian ku"
"Impian?" Hermawan terlihat excited mendengar Clea bercerita lebih lanjut.
sementara dari ruang tengah Renei dan Yudi mengamati kedua orang yang sedang asyik mengobrol entah apa topik pembicaraan mereka. yang jelas Renei bisa melihat Hermawan tertawa beberapa kali. ia terlihat senang mengobrol dengan Clea. entah kenapa melihat pemandangan itu Renei semakin kesal. ia tidak suka melihat Clea terlihat akrab dengan Hermawan.
"Kau tahu apa yang kira-kira mereka bicarakan?" tanya Renei pada Yudi yang berdiri di sampingnya ikut mengamati dua orang di ruang utama.
"Hmm sepertinya obrolan mereka seru sekali pak" sahut Yudi.
telinga Renei semakin merah mendengar jawaban Yudi. ia melangkah cepat menghampiri Hermawan dan Clea.
"Kenapa kau belum pergi dari rumah ku?" tanya Renei ketus pada Hermawan.
"Ini aku mau pergi, aku tadi mengobrol sedikit dengaan Clea soal..."
Clea menggeleng perlahan meminta agar Hermawan tidak perlu bercerita soal impian Clea.
"Soal apa?" tanya Renei yang terpancing penasaran.
"Kau tanya sendiri saja lagipula dia kan istrimu" bisik Hermawan sebelum berjalan pergi meninggalkan rumah Renei.
Renei melirik sekilas pada Clea yang memalingkan pandangannya menatap mobil Hermawan yang beranjak pergi.
"Yudi! cepat" Renei berjalan angkuh menuju mobilnya. seolah ia tidak lagi penasaran pada Clea.
Brengsek apa sebenarnya yang mereka bicarakan? kenapa bisa mengganggu pikiran ku?
Renei terlihat gelisah di kursi belakang, Yudi melirik dari kaca spion. sudah lama ia tidak melihat bos nya uring-uringan seperti itu.
"Oh ya pak, apa pak Renei sudah tahu kalau Bu Clea resign dari rumah sakit tempat kerjanya?" Yudi membuka suara menyampaikan informasi yang ia tahu.
"Sejak kapan? aku tidak peduli dia resign dari mana terserah itu hidupnya" kata Renei datar pura-pura tidak tertarik.
"Sejak kemarin dan soal insiden Bu Clea terkunci di pusat perbelanjaan karena ia menyewa sebuah toko disana"
Renei hanya terdiam mendengar penjelasan Yudi, ia menatap keluar jendela seolah tidak peduli dengan apa yang di katakan Yudi soal Clea.
"Sepertinya Bu Clea akan membuka usaha baru tapi saya belum tahu apa yang akan ia jual di tokonya"
"Aku sudah bilang aku tidak mau tahu soal dia"
"Baik pak, maaf" Yudi ikut diam dan fokus mengemudi, ia tidak bicara lagi soal Clea. dalam hati Yudi merasa kasihan pada Clea. malang sekali nasibnya harus menikah dan menjadi istri kedua pria dingin seperti Renei.
****
Clea berbenah toko barunya, ia membuka paket kiriman vas yang akan ia pajang di tokonya.
Clea menata sendiri benda berat itu dan menggesernya ke beberapa sudut toko lalu untuk yang berukuran kecil ia susun rapi di lemari agar menarik minat para pembeli.
"Sepertinya kau perlu bantuan?" sebuah suara membuat Clea terkejut. ia menoleh menatap dokter Hermawan yang berdiri tidak jauh darinya.
"Dokter? anda kemari?" tanya Clea sumringah.
"Hmm aku ingin melihat toko baru mu sejak kau cerita tadi pagi jadi aku sempatkan kemari, biar aku bantu"
Hermawan menggulung lengan kemejanya, ia membantu Clea mengangkat vas yang besar dan berat. Clea merasa senang setidaknya kedatangan Hermawan meringankan pekerjannya.
"Clea kau jangan mengangkat benda seberat ini, jika terpaksa kau panggil saja pelayan disini untuk membantu mu" kata Hermawan.
"Iya dokter"
"Ah jangan memanggil ku seformal itu, panggil saja Her tau Hermawan terserah"
"Tapi...saya tidak enak memanggil begitu, bagaimana kalau pak Her saja?"
"Itu sama saja juga formal, hmmm kau memanggil Renei dengan apa?" tanya Hermawan.
"Hah?" Clea sedikit terkejut dengan pertanyaan itu.
"Mas Renei" jawab Clea sedikit malu malu.
"Baiklah kau bisa memanggilku Mas Her juga"
Clea tersenyum mengangguk setuju tanpa berpikir jika panggilan itu akan jadi masalah nanti.
Dokter Hermawan ini ia masih single dan juga tidak kalah tampan dari Renei. orang baik dan ramah. yang jelas sejak pertama melihat Clea di pernikahan Renei dan Clea, entah kenapa Hermawan menaruh simpati pada gadis itu. ia merasa iba karena Clea seperti di peralat untuk menikah dengan Renei tapi ia tidak mendapat haknya untuk di cintai.
